Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Bahasa dan Kebudayaan masyarakat turut menjadi perhatian, membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Workshop Daring E-Book E-Learning Marak di Dunia Pendidikan Indonesia

23 Agustus 2024   09:43 Diperbarui: 23 Agustus 2024   16:09 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
buku elektronik; sumber: https://snapy.co.id/

Siswa Swedia membutuhkan lebih banyak buku pelajaran, buku fisik penting untuk pembelajaran siswa (Lotta Edholm, Menteri Sekolah Swedia)

Hingar-bingar dunia pendidikan dasar di Indonesia ketika masih ada kegamangan pada pemberlakuan program Merdeka Mengajar, Merdeka Belajar, Platform Merdeka Mengajar dan lain-lain "Merdeka" dalam pendidikan, masih akan terus berlangsung. Pada saat yang sama proses dan kegiatan mengajar-belajar tidak dihentikan atas alasan polemik, adu argumentasi baik pada birokasi pendidikan, politisi, pengamat pendidikan/akademisi, hingga praktisi pendidikan (guru, tendik). 

Pada saat terjadi loncatan dampak covid-19 dengan pemberlakuan kurikulum darurat/penyesuaian, pembelajaran daring pun diberlakukan hingga terbit brbagai program merdeka dengan elemen-elemennya. Semua itu disebutkan sebagai pendekatan untuk segera mengisi kekosongan atau jurang apa yang disebut learning lost. 

Para polemikus sering pula membandingkan dunia pendidikan di beberapa negara, seperti Singapura, Malaysia dan Jepang hingga negara dengan kualitas produk pendidikan terbaik di dunia seperti Finlandia, dan Swedia salah dua negara-negara Nordik di Eropa. Negara-negara yang sering disebutkan itu bukan saja sedang mengalami loncatan, tetapi gerak majunya cepat dengan pendekatan yang amat humanis. Acuan terbaik mereka yakni:

  • kesejahteraan murid, kesempatan yang sama, pembelajaran individual
  • sedidkit ujian, otonom yang dimiliki guru
  • budaya menghormati guru

Perhatian pemerintah pada negara-negara dengan proses dan produk pendidikan berkualitas itu selalu menjadi mimpi pula di dunia pendidikan Indonesia. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi terus mencari formulasi terbaik sebagai "obat" yang dapat menyembuhkan "penyakit pendidikan" di Indonesia.

Di antara formula itu sebagaimana yang sering muncul yakni: 

  • perubahan kurikulum yang ikutannya pada buku guru dan buku murid/peserta didik
  • pergeseran paradigma pendekatan pembelajaran yang adaptif terhadap zaman

Pada sisi lainnya terdapat sejumlah permasalahan pendidikan:

  • kekurangan tenaga guru (resmi yang diangkat oleh pemerintah, yayasan penyelenggara pendidikan) yang ditambalsulami dengan guru  dengan status honorer
  • kesejahteraan guru yang diimingi melalui gaji dan tunjangan profesi yang belum semua guru dapat menikmatinya
  • kesenjangan kualitas produk (out put) pendidikan antar daerah kabupaten, kota dan provinsi, seringkali hal ini dijadikan materi perbandingan, buli dan pengambilan kebijakan yang tetiba dari pemerintah daerah. Contohnya, masuk jam 5 pagi untuk sekolah menengah atas dan kejuruan di Nusa Tenggara Timur. Analisis dan dampaknya kabur ??
  • kesenjangan ketersediaan fasilitas belajar antar sekolah favorit dan non favorit, sekolah negeri dan swasta, sekolah perkotaan dan pedesaan hingga kampung nelayan; bahkan terdapat sekolah-sekolah dengan standar-standar tertentu yang berafiliasi dengan sekolah sederajat di luar negeri yang menjadikan sekolah-sekolah itu menjadi sekolah kaum elit.
  • bangunan yang baik dan ketersediaan listrik, air, dan jaringan internet
  • infrastruktur jalan dan jembatan menuju ke lokasi sekolah-sekolah
  • dan mungkin masih ada lagi permasalahan lainnya. 

 Semua ini tentu saja mendapat atensi dari pemerintah di semua jenjang, namun dapat dipastikan bila ditanyakan, akan ada jawaban normatif:

  • kewenangan pemerintah pusat ada pada peraturan: Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri. Peraturan-peraturan itu akan secara teknis mengatur penyelenggaraan pendidikan, penerimaan guru, hingga tata kelola kesejahteraan mereka.
  • kewenangan pemerintah daerah provinsi pada sekolah-sekolah menengah atas umum dan kejuruan
  • kewenangan pemerintah daerah kabupaten dan kota pada pra sekolah (PAUD/TK) sekolah dasar dan sekolah menengah pertama
  • kewenangan kementerian agama untuk sekolah-sekolah di bawah naungannya

Intervensi Pemerintah Pusat (dhi Kemdikbudristek) tentulah hanya pada kebijakan; sedangkan impelementasi kebijakan itu ada di tangan pemerintah daerah.

Mungkinkah pemerintah daerah dapat membuat kebijakan untuk menjawab kebutuhan sesuai konteks lokal di daerahnya?

Saya kira sangat mungkin yakni dengan mengikuti perintah konstitusi. Pasal 31 ayat (4)  UUD 1945 (Perubahan) berbunyi:

Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenihi kebutuhan penyelengaraan pendidikan nasional.

Tersurat dan terbaca secara amat jelas, anggaran disediakan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Maka, sebagai perintah konstitusi, perlulah kiranya pemerintah daerah melaksanakannya, walau ada kebijakan lainnya yang menyebutkan dilaksanakan secara bertahap menuju angka 20% itu.

Mungkinkah semua pemerintah daerah di Indonesia mewujudkan perintah konstitusi ini? 

Pada zaman di mana terjadi loncatan pemanfaatan gelombang elektromagnetik untuk berbagai kepentingan termasuk pendidikan, kini lahir program dan produk yang sifatnya maya. Pendidikan dan Pelatihan guru melalui media daring: zoom, google meet, YouTube, dan lainnya), buku elektronik (e-book), murid/peserta didik dapat mengikuti program belajar secara daring  (e-learning). Semua ini diasumsikan secara pendekatan yang dapat "menaikkan"kualitas pendidikan? Benarkah? 

Sebagai asumsi tentu masih dibutuhkan riset untuk memvalidasinya dengan data yang akurasi (accurate) dan batas kekeliruan (margin of error) yang dapat dipertanggungjawabkan.

Pemerintah Daerah mana pun tentu tidak hendak "malu" oleh karena lulusan dari sekolah-sekolah di daerah yang dipimpinnya tidak bergeser naik kualitas dan kuantitas prosentasenya. Oleh karena itu, tepat kiranya bila pemerintah daerah perlu menjawab sebahagian atau seluruh permasalahan pendidikan yang dihadapi di daerahnya, misalnya:

  • menyediakan/merekrut tenaga guru kontrak dengan kesejahteraan yang memadai, ditunaikan/pembarayarannya selalu tepat waktu
  • menyediakan prasarana seperti bangunan sekolah yang memadai, bangunan dan isinya berupa literatur, buku dalam judul dan jumlah yang cukup untuk kebutuhan membaca murid dan guru
  • menyediakan infrastruktur yang melancarkan komunikasi, data dan informasi (internet) 
  • mengajak dunia usaha/dunia industri bersinergi dalam kerangka pembangunan pendidikan di daerahnya 

 Tentu semua ini sudah dan sedang dilaksanakan sebahagian atau seluruhnya, namun bila kita bertanya apakah semua unit satuan pendidikan menikmatinya?

Ketika segala hal yang memanfaatkan  gelombang elektromagnetik menjamur, pada saat itu produk manual mulai ditinggalkan. Perlahan dalam kepastian, produk manual akan menuju senja. Produk manual di antaranya buku (tercetak) dan tutorial pelatihan, demostrasi materi pembelajaran. dan lainnya. Semua itu akan digantikan dengan produk dalam jaringan, sehingga aba-abanya akan menjadi:

  • Ayo, ikuti tutorial di kanal YouTube dengan judul... .
  • Ayo, unduh buku-buku yang disediakan di platform ... .
  • Ayo, bersegera tempat terbatas maksimal ... orang untuk zoom meeting.
  • dan lain-lainnya

Tidakkah semua itu berdampak uang, waktu dan menggerus emosi?


Bagaimaan opini sahabat yang sedang membaca??

Mari menuliskannya di kolom komentar... hehe...

Heronimus Bani ~ Pemulung Aksara

Sumber:

1. https://www.detik.com/edu/edutainment/d-6760292/8-sistem-pendidikan-di-berbagai-negara-mana-yang-terbaik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun