Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Bahasa dan Kebudayaan masyarakat turut menjadi perhatian, membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mete sebagai Pendekatan Perpisahan dengan Seseorang yang Meninggal Dunia

9 Agustus 2024   08:50 Diperbarui: 9 Agustus 2024   09:02 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengantar

Setiap orang yang lahir, menjalani masa kehidupan di muka bumi, pada titik waktu tertentu akan meninggal dunia. Ini suatu kepastian yang tak dapat ditolak oleh siapapun. Mereka yang menumpuk kekayaan dapat saja membayar sebesar-besarnya untuk menunda kematian ketika ancaman itu datang melalui penyakit tertentu. Dapat saja demikian adanya, namun pada akhirnya orang akan meninggal dunia.

Ketika seseorang meninggal dunia, tangisan dan ratapan terjadi, walau mungkin tidak semua orang dapat melakukannya. Paling tidak orang-orang terdekat akan menangisi dan meratapi jenazah. 

Pendekatan yang paling menarik di kalangan masyarakat Nusa Tenggara Timur, khususnya di kota Kupang dan daratan Timor Barat pada umumnya untuk melepas kepulangan (meninggalnya) seseorang yakni mete.

Istilah mete amat kental di kalangan masyarakat kota Kupang.Etnis mana pun yang hidup di dalam komunitas-komunitas masyarakat kota Kupang, dipastikan mengenal dan memahami maksud istilah ini. Mete.

Sekadar Pengertian dan Prosesi Mete 

Mete dapat diartikan sebagai pendekatan melepaspisah kepergian untuk selama-lamanya seseorang yang dicintai yang disebabkan berakhirnya kehidupan bersama di mana anggota keluarga baik yang di sekitar mau pun yang jauh dan warga masyarakat akan berbondong-bondong melayat, memberi salam turut larut dalam duka, dan memberikan penghiburan kepada anggota keluarga batih yang berdukacita.

Jika itu yang terlihat, maka ketika seseorang meninggal dunia, keluarga batih bersama warga sekitar akan menyiapkan beberapa hal yang berhubungan dengan mete.

  • Adanya jenazah yang sudah siap ditunggui sampai dengan upacara penguburan tiba
  • Adanya tenda dukacita dengan segala perlengkapannya: kursi, sound system, lampu/penerangan, (jika mungkin tersedia, maka alat musik)
  • Tersedianya makanan dan minuman ringan (teh, kopi, pisang goreng, jagung goreng, kue-kue)
  • Bila seseorang meninggal di tempat lain, keluarga dapat melakukan budaya mete dengan memasang foto dan menyalakan lilin.

Bagaimana mete dijalani? 

Mete dijalani ketika keluarga dan anggota masyarakat sekitar mulai mengambil tempat di dalam tenda dukacita. Mereka akan memenuhi kursi-kursi yang disiapkan, mengelompok, bercerita dan atau bernyanyi. Nyanyian-nyanyian itu antara lain lagu-lagu rohani, dan seringkali ada yang menyanyikan lagu-lagu pop sekuler.

Dalam hal mete di mana kelompok-kelompok bercerita, salah satu topik yang diceritakan/didiskusikan yakni masa hidup dari mendiang yang jenazahnya sedang ditunggui bersama. Dalam masa hidup yang pernah dijalani cerita/diskusi itu akan berkisar:

  • keluarganya: orang tua dan saudara-saudaranya; suami atau isteri dan anak-anaknya; menantu dan cucu-cucunya
  • karyanya: selama masa kehidupan ia bekerja/berkarya dengan sejumlah prestasi yang patut dikenang, atau bila tanpa prestasi gemilang pun, akan ada saja beberapa hal sebagai kenangan berkesan
  • penyakit yang mendera hingga "mencabut" nyawanya.
  • kesiapan keluarga untuk upacara penguburannya. Hal ini berhubungan dengan lokasi, baik di halaman rumah, tempat penguburan milik keluarga, atau tempat penguburan yang disediakan pemerintah (TPU).
  • dan lain-lain, termasuk bercerita/diskusi pada topik yang sedang hangat di area publik

Semua cara ini dilakukan untuk "mengusir" kantuk agar ada rasa sedang bersama-sama sedang menunggui jenazah.

Kelompok-kelompok keluarga dan warga masyarakat yang sedang mete akan menerima suguhan minuman disertai penganan sedapatnya seperti yang disebutkan di atas.

Mete selalu akan terjadi pada malam hari antara pukul sembilan malam hingga fajar menyingsing. Ketika malam makin larut kelompok-kelompok akan berkurang anggotanya oleh karena kepentingan untuk bertugas atau hal lainnya sehingga mereka memilih untuk pulang. Siapapun tidak dapat membatasi orang untuk mete hingga fajar dan atau membatasi untuk tetap di tempat/tenda dukacita. Orang bebas memilih untuk tetap berada di sana hingga fajar atau kembali ke rumah.

Upacara penguburan akan berlangsung pada waktu yang ditentukan oleh keluarga batih dan keluarga luas. Upacara penguburan dapat dilaksanakan atas beberapa acuan seperti:

  • Menurut agama yang dianut oleh mendiang dan keluarga batih
  • (jika diperlukan) upacara dilaksanakan di rumah ibadah. Upacara di dalam rumah ibadah (gedung gereja) sering dilakukan oleh umat Kristen bila mendiang seseorang yang sedang melaksanakan fungsi dan jabatan gerejani.
  • (jika menurut kepentingannya harus dilaksanakan), ada upacara secara kedinasan; baik sipil maupun militer

Demikian sekelumit catatan tentang mete dan ikutannya dalam kebudayaan masyarakat kota Kupang dan sekitarnya. Hal mete bukanlah milik masyarakat kota Kupang semata, tetapi sudah budaya umum di berbagai tempat dan etnis, namun tentu saling berbeda. Pendekata ini hendak membelajarkan bahwasanya seseorang telah pergi untuk selama-lamanya, maka jenazahnya dihormati dalam durasi 48 jam sebelum penguburannya. 

Umi Nii Baki-Koro'oto, 9 Agustus 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun