Pengantar
Sepucuk surat pengangar dari SMP Katolik St. Yoseph Kupang diterimakan kepada saya oleh seorang murid ditemani 3 orang guru dan 3 orang murid lainnya. Surat ini diserahkan dengan diikuti permohonan lisan untuk kesediaan wawancara untuk satu penelitian siswa. Judul penelitian ini Makna Simbolik Tari Rabeka dan Relevansinya di SMPK St. Yoseph.
Selanjutnya, satu paket kecil sirih-pinang diserahkan sebagai cara yang lazim dilakukan masyarakat NTT, Timor khususnya. Tim memberikannya kepada saya. Saya mengambil tempat sirih-pinang dan sebentuk tabung kecil tempat kapur sirih.Â
Saya merasa mendapat kehormatan dari salah satu "sekolah favorit" masyarakat Kota Kupang dalam hal ini menjadi narasumber untuk penelitian murid/siswanya. Langkah selanjutnya yang kami lakukan ketika tim ini berada di sekolah (SD Inpres Nekmese) akan saya urai secara sederhana.
Melihat Tarian Rabeka
Dua hari sebelumnya seorang guru telah mengirim kabar melalui pesan WhatsApp, dan kami sepakati untuk bertemu pada Rabu (24/7/24).  Kabar ini saya sampaikan kepada rekan-rekan guru SD Inpres Nekmese, dengan permintaan agar menyiapkan tarian Rabeka.  Senin siang (22/7) sebelum pulang sekolah guru dan beberapa murid yang dipilih sempat berlatih sebisanya. Rabu pagi (24/7) sambil menunggu tim yang akan melakukan wawancara, guru dan murid terpilih berlatih lagi.Â
Murid-murid yang dipilih untuk menarikan Rabeka tidak diwajibkan untuk menggunakan properti sebagaimana layaknya tampilan resmi. Mereka cukuplah membawa selendang yang dalam bahasa lokal disebbut po'uk dan tempat sirih-pinang (oko'mama').Â
Dengan iringan lagu Rabeka mereka berlatih dan ketika tim dari SMP Katolik St. Yoseph Kota Kupang melihatnya, mereka membuat video pendek sebaik kemampuan mereka. Hal ini dilakukan sebagai salah satu langkah bijak dalam penelitian. Video diperlukan untuk paparan kelak bila diperlukan.
Tiga guru pendamping dan murid/siswa yang melakukan penelitian menyaksikan tarian ini sampai akhir. Selanjutnya mereka membuat foto sebagai kenangan.
Wawancara dengan Narasumber
Dua siswa yang mendapat tugas melakukan wawancara. Wawancara dilakukan di ruang tamu sekaligus ruang kepala sekolah. Pertanyaan diajukan dengan acuan tarian yang sudah mereka saksikan. Sejumlah pertanyaan diajukan secara baik dan lancar oleh dua siswa ini.Â
Pertanyaan yang diajukan secara baik dan lancar mengindikasikan bahwa mereka telah terbiasa berbicara dengan orang dewasa dalam suasana formal. Canggung? Tidak juga. Â Kami telah memulainya dengan basa-basi ala masyarakat Nusa Tenggara Timur. Sebelum sampai pada maksud sesungguhnya, ada saja cerita yang dibangun untuk mengakrabkan.
Dua siswa secara bergantian memberi pertanyaan dengan durasi sekitar 25 - 30 menit. Pertanyaan lanjutan dibuat oleh guru pendamping untuk melengkapi, dan dengan tujuan mendapat pengetahuan.
Akhir Pertemuan
Pertemuan hari ini diakhiri dengan mengadakan foto bersama. Sebagai tuan rumah, tidak ada yang lebih berharga daripada kenangan buku sederhana. Maka, buku dengan judul Catatan Seorang Guru Daerah Terpencil (seri 1, 2, 3, 4, 5 dan 6) serta  Kamus Bergambar Bahasa Amarasi menjadi kenangan untuk SMP Katolik St. Yoseph Kota Kupang.
Demikian sekilas catatan hari ini.Â
Buah pinang sepat rasanya, lebih manis kenangan rasanya. Doa dan harapan penelitian ini akan diolah menjadi karya tulis yang bermanfaat bagi murid/siswa yang melakukan penelitian, dan bagi sekolah di mana mereka sedang mengenyam pendidikan. Haraan jangka pendeknya, semoga sukses dalam lomba olimpiade penelitian siswa Indonesia (OPSI).
Umi Nii Baki-Koro'oto, 24 Juli 2024
Heronimus Bani ~ Pemulung Aksara
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H