Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Bahasa dan Kebudayaan masyarakat turut menjadi perhatian, membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa.

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Artikel Utama

Jembatan Tarmanu dan Kapsali, Antara Kegemasan dan Kecemasan

24 Juni 2024   07:23 Diperbarui: 25 Juni 2024   12:38 641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tidak ada jalan lain, harus melintasi lebar sungai ini bahkan pada musim hujan dan banjir; foto: Yefta Bani

Bila berencana melakukan perjalanan ke Amfoang dengan memilih jalur Barat sepanjang pesisir, dan untuk pertama kalinya, mungkin Anda akan bertanya-tanya pada beberapa objek sesuai konteks masyarakat zaman ini.

Masyarakat zaman ini akan bertanya, bagaimana kondisi jalan, mungkin ada jembatan, mungkin ada signal agar mudah berkomunikasi, adakah tempat beristirahat (rest area) dengan ketersediaan keperluan sesaat (makanan dan air minum), dan lain-lain.

Nah, hal yang demikian asanya sudah biasa saja bagi masyarakat Amfoang Barat Daya, Amfoang Barat Laut, Amfoang Utara dan Amfoang Timur.

Mereka akan menggunakan jasa angkutan dalam kota antar propinsi (bis), pikap, motor dan kendaraan pribadi.

Ada kegemasan prioritas masyarakat Amfoang bila berdiskusi tentang infrastruktur jalan dan jembatan. Kegemasan terlihat oleh karena Pemerintah Daerah dan Pusat bagai "menutup mata" pada kondisi mereka.

Mereka mengikuti perkembangan informasi pembangunan di berbagai tempat, sehingga merasakan ada perbedaan perlakuan pada mereka.

Tentulah patut disadari bahwa pemerintah daerah dan pusat mempunyai target-target, dan tidak secara simultan mewujudkan program pembangunan di semua tempat. 

banjir mengikis badan jalan hingga merenggut korban jiwa, foto: Max Totos
banjir mengikis badan jalan hingga merenggut korban jiwa, foto: Max Totos

Kecemasan mereka renda dan rajut dalam usulan berjenjang ketika pemerintah mengadakan musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang). 

Mereka akan tersenyum menanti bila usulan diterima di tingkat kecamatan agar dapat dibahasprioritaskan di tingkat musrenbang Kabupaten. Siapa sangka bila di Kabupaten akan diprioritaskesekiankan atas alasan program di tempat lain lebih prioritas?

Aspirasi masyarakat Amfoang sesekali melalui penjaringan aspirasi masyarakat (jaring asmara) ketika anggota legislatif di daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kabupaten Kupang dan Pemerintah Pusat elakukan kunjungan pada masa reses.

Kunjungan anggota legislatif selalu memberi "harapan" untuk membaharui aspirasi yang terselip di antara timbunan folder desktop dan laptop pengambil kebijakan. 

Anggota legislatif akan "melengkingkan nada" dalam rapat dengar pendapat dengan instansi terkait yang bersentuhan langsung dengan kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Mungkinkah lengkingan nada itu akan mengalirkan irama syahdu penenang jiwa dan raga masyarakat Amfoang?

Penulis di tengah jembatan Termanu; foto: Yefta Bani
Penulis di tengah jembatan Termanu; foto: Yefta Bani

Badai Seroja (2021) telah meluluhlantakkan harapan kehidupan yang nyaman di Amfoang Raya pada umumnya. Kegemasan dan kecemasan atas infrastruktur jalan yang belum tersentuh secara cukup baik, malah dihancurkan oleh Seroja. Pemukiman penduduk dilanda banjir, sungai tak segan memuntahkan kegeraman pada kaum yang menghuni area sekitarnya. 

Bagai sedang murka, Seroja tak memberi ruang dan peluang untuk memohon maaf dan ampunan. Ia terus menerjang hingga jembatan yang dianggap paling kuat pun akhirnya ambruk. Jembatan Termanu dan Kapsali. Dua jembatan vital di pesisir Barat Daya dan Barat Laut Amfoang. 

Sementara itu, beberapa titik tempat di mana kali berkali-kali harus dilintasi, di sana bangunan jembatan dan dueker pun "mengancam" keselamatan pengguna jalan. Kewaspadaan tinggi pada pengguna jalan baik yang sudah terbiasa, terlebih mereka yang pertama kainya ke wilayah itu.

Badai Seroja meninggalkan kisah pilu. Masyarakat Amfoang Raya yang merasa "tertinggal" kini bagai sedang dikucilkan oleh Seroja. Jembaatan panjang dan jembaatan kecil yang putus, pengikisan badan jalan, sungai yang belum dapat sentuhan jembatan, semua itu menjadi catatan mengesankan "keterkucilan" Amfoang Raya.

Tidak! 

Pemerintah Daerah dan Pusat tentulah tidak sedang berpangku tangan sambil ongkang kaki.

Prasasti tanda perbaikan Jembatan Termanu TA 2021; foto Roni Bani
Prasasti tanda perbaikan Jembatan Termanu TA 2021; foto Roni Bani

Jembatan Termanu (Talmanu') sudah mendapatkan sentuhan perbaikan pada tahun 2021.

Sudah cukupkah perbaikan itu? Tentulah sudah cukup bagi masyarakat Amfoang Raya, sekalipun di tengah jembatan ada bagian yang sedang amblas, sehingga ditambal secara darurat.

Masyarakat tetap menerima itu dengan rasa syukur, sambil terus berharap akan pembangunan jembatan yang lebih kuat bertahan terhadap terjangan badai dan banjir.

Kegemasan dan kecemasan belum akan berakhir sekali pun Jembatan Termanu sudah diperbaiki. Masyarakat masih gemas dan cemas pada Jembatan Kapsali. Putus dan bahkan telah merenggut nyawa. 

Ujung jembatan Kapsali, dia yang kokoh kini murung; foto: Roni Bani
Ujung jembatan Kapsali, dia yang kokoh kini murung; foto: Roni Bani

Sekali lagi, saya pastikan bahwa Pemerintah tidak mungkin sedang ongkang kaki. Prioritas ada untuk maksud pembangunan kembali jembatan Kapsali, menunggu waktu yang pasti kiranya untuk dapat mewujudkan program itu.

Masyarakat menanti tanpa menadahkan tangan lagi oleh karena mereka sudah terbiasa dengan kondisi darurat seperti itu. Mereka akan menyeberangi sungai walau banjir mengancam nyawa.

"Di Amfoang, perempuan pun tidak takut pada banjir, pak!" demikian pernyataan seorang ibu dalam percakapan kami di Soliu.

Dua sungai yang harus dilintasi oleh pengguna jalan: pejalan kaki dan ragam kendaraan yakni Noel (Noe) Ta'en dan Noel (Noe) Netlopen menunggu uluran dan sentuhan program pembangunan jembatan. Bila musim penghujan dan banjir, mereka bagai "terkurung". 

Tidak ada jalan lain, harus melintasi lebar sungai ini bahkan pada musim hujan dan banjir; foto: Yefta Bani
Tidak ada jalan lain, harus melintasi lebar sungai ini bahkan pada musim hujan dan banjir; foto: Yefta Bani

Masyarakat harus selalu sigap menyambut musim hujan. Mengapa? Kebutuhan sembako sangat urgen. 

Seorang bapak pernah bercerita ketika isterinya bertugas sebagai guru di salah satu sekolah wilayah Amfoang Barat Laut. Ia bercerita demikian, 

Jika musim hujan mendekat, kami sudah harus menyiapkan kebutuhan pokok termasuk bahan bakar minyak. Bahan bakar minyak, terutama minyak tanah dan BBM untuk kendaraan sangat prioritas di samping prioritas bahan makanan. Ini semua kami harus siapkan mengantisipasi musim hujan dengan durasi yang lama, kendaraan pengangkut barang dan penumpang akan terbatas. Hanya mereka yang punya adrenalin kuat, dapaat menyeberang ke seberang sungai untuk selanjutnya ke Pariti, Sulamu, Camplong, Oelamasi dan atua kota Kupang.

Riang di tengah kecemasan; foto Roni Bani
Riang di tengah kecemasan; foto Roni Bani

Bagaimana pendapat pembaca?

NB: Terinspirasi dari perjalanan sehari (pergi-pulang) ke Soliu Amfoang Barat Laut

Umi Nii Baki-Koro'oto, 24 Juni 2024

Heronimus Bani ~ Pemulung Aksara

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun