Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Bahasa dan Kebudayaan masyarakat turut menjadi perhatian, membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Liku-laku Urai Keringat, Tawa, dan Resah Menuju Soliu Amfo'an

23 Juni 2024   19:14 Diperbarui: 23 Juni 2024   19:44 491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kondisi jembatan Kapsali di Sungai Kapsali; foto: Yefta Bani

Kami tiba di sungai Ta'en. Sungai dengan cerita-cerita lucu dan menegangkan. Lelucon bagi kami karena zaman ini orang memanfaatkan media sosial untuk membuat isian kisah, terutama membuat video-video berdurasi amat pendek bila musim penghujan tiba. Sungai Ta'en akan meluap. Bis antar kota dalam kabupaten yang dari kota Kupang ke Amfoang Barat Daya, Barat Laut, Amfoang Utara dan Amfoang Timur akan melintasi sungai ini. Sungai yang debit airnya akan turun hingga nyaris kering pada musim panas. Lebar sungai di atas 100 meter.

Penulis di bibir Sungai Ta'en; foto: dokpri Roni Bani
Penulis di bibir Sungai Ta'en; foto: dokpri Roni Bani

 

Lebar sungat yang kira-kira 100-an meter itu selalu menyisakan cerita pada musim penghujan. Sementara pada musim kemaru, debu beterbangan di mana-mana bila kendaraan melintas di sana. Rasanya sungai ini akan selalu diceritakan selama belum ada jembatan yang memadai dibangun di sana.

Sampai di bibir sungai Ta'en kami beristirahat. Makanan disajikan, kami menikmati makan siang di sana sekadar menguatkan tubuh untuk melanjutkan perjalanan. Menurut penunjuk jalan, sesudah sungai Ta'en, jalanan tidak beraspal. Pemotor mesti berada di depan agar terhindar dari debu bila kendaraan roda empat berada di depan. 

Kami pun menikmati jalan yang dimaksudkan itu dengan menikmati pemandangan hutan dan jalan berdebu, sesekali masuk ke dalam kali kering, kali berair yang dimanfaatkan untuk menanam sayuran dan lain-lainnya.

Rumah-rumah penduduk yang dipagari, sementara ternak dibiarkan lalu-lalang. Padahal, rumah tidak bergerak ke mana-mana, justru rumah yang dikurung. Akh.... cara berpikir saya yang keliru. Mereka telah menjalani budaya mengurung rumah selama ini, sehingga tidak mungkin untuk menggeser atau bahkan mengubahnya.

Sekitar 20-an kilometer jalanan tanpa aspal. Akhirnya kami menikmati aspal butas memasuki Soliu.

Hal yang amat menarik yakni di pintu gerbang terpasang dua gambar. Kedua gambar itu mengundang jepretan kamera. Saya tidak segera memotret kedua gambar itu. Ketika seluruh rangkaian maksud telah kami sampaikan, dan kami akan kembali, kedua gambaar itu saya jepret.

Gambar dua binatang hutan yang dilindungi;foto, Roni Bani 
Gambar dua binatang hutan yang dilindungi;foto, Roni Bani 

Dua jenis binatang di dalam gambar yang ditempatkan ada Tugu Selamat datang di desa Soliu, Kecamatan Amfoang Barat Laut. Gambar pertama, bintang musang, dan gambar kedua rusa. Tulisan di sana dalam bahasa Meto' Amfo'an yang artinya, lindungilah kami. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun