Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Bahasa dan Kebudayaan masyarakat turut menjadi perhatian, membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menyambut Pelayat Duka a-la Masyarakat Adat Alor Barat Laut

4 Juni 2024   08:50 Diperbarui: 4 Juni 2024   09:19 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari itu, Jumat (31/5/24), say a tiba di Lawahing di rumah keluarga Messakh Tang. Kami bercerita ala orang baru bertemu tentang penerbangan dari Kupang ke Kalabahi dan perjalanan darat dari Kalabahi ke Lawahing. Ibu Tang menyuguhkan beberapa gelas kopi panas. Kami menyeruput kopi sambil bercerita. Di antara jedah cerita, bapak  Soleman Tang adik dari bapak Messakh Tang menyampaikan bahwa  ada kedukaan di desa tetangga. Jadi, keluarga besar Tang (sebagai satu sub suku) akan melayat. Maka, saya berketetapan hati untuk turut serta.

Satu unit mobil pikap telah diparkir di jalan aspal lapen yang hancur. Keluarga Tang (orang tua, kakak, adik, ipar, sepupu) menumpang pada pikap ini. Mereka membawa tanda duka berupa sehelai kain tenun, seekor kambing, beras dan sayur secukupnya. 

"Kita naik baru turun." demikian yang disampaikan bapak Messakh Tang.

Benar, jalan menuju tempat kedukaan sedikit menanjak, lalu pada titik tempat lain mulai menurun hingga tiba di desa Otvai Kecamatan Alor Barat Laut. Menurut informasi, Kecamatan Kabola pada mulanya merupakan bagian dari Kecamatan Alor Barat Laut. Pemerintah Kabupaten Alor memekarkannya menjadi Kecamatan Kabola dan Kecamatan Alor Barat Laut.

Pikap diparkir di jalan di depan Kantor desa Otvai. Terlihat ada baliho seorang Jenderal  (TNI AD) dengan gaya khas militer dalam sosialisasi Gerakan Jaga Alam dan Air (GEJALA).

 Keluarga Tang masuk ke rumah duka. Ada sambutan menarik, seorang ibu berdiri di depan pintu rumah duka. Menangis. Sementara sebarisan anggota keluarga berdiri menyambut kami dengan salam jabat. Kami menyalami mereka hingga tiba di dalam ruang tempat di mana jenazah dibaringkan. Tangisan dan ratapan merebak. Anggota rombongan sub suku Tang terlihat menangis pula.

Pada sudut pembaringan terlihat tumpukan kain tenunan. Kain-kain tenunan itu dibawa oleh rombongan keluarga-keluarga pelayat. Hal yang sama juga oleh keluarga Tang. Mereka membawa sehelai, dan hendak disatukan pada tumpukan itu, namun seorang peratap menghalangi. 

"Bentang di atas jenazah!" demikian permintaan itu diucapkan dalam bahasa daerah. Saya tanyakan pada bapak Messak terjemahannya. 

Seorang ibu, anggota rombongan keluarga Tang membentang kain tenunan itu di atas jenazah.

Kami telah melayat. Semua anggota rombongan boleh mengambil posisi duduk.

Ketika duduk, seorang paruh baya membawa dua tempat pelayanan khas, satunya berisi sirih-pinang-kapur, dan satunya berisi tembakau-daun lontar yang sudah disayat halus pendek, dan sebungkus rokok.

Menarik. Tidak ada yang luput dari pelayanan ini. Jika Anda tidak merokok secara tradisional (plinting tembakau bersama daun lontar), Anda boleh memamah sirih-pinang-kapur. Jika keduanya tidak menjadi kebiasaan, maka cukuplah mengatakan, terima kasih.

Nah, menjadi pertanyaan pada saya, darimana  datangnya daun lontar muda kering yang dijadikan pembungkus tembakau dan menjadi rokok tradisional? Pada kawasan itu tidak satu pun pohon lontar.

Bapak Messak dan adiknya terlihat nyaris tak berhenti merokok dengan cara yang sama setiap jamnya. Mungkin berhentinya ketika sedang tidur pulas.

Daun lontar muda menjadi kebutuhan para perokok tradisional. Mereka membelinya. Para pedagang kecil di Kalabahi memahami kebutuhan masyarakat perokok tradisional, maka pengadaan tembakau (irisan halus manual) dan daun lontar muda menjadi komoditi. Itulah yang terjadi.

Hal menarik lainnya yang terlihat, yakni, setiap rombongan keluarga (sub suku) yang melayat, sesudah menangisi/meratapi jenazah, mereka akan mengambil posisi duduk, disuguhi layanan dari dua tempat kesantunan itu. Selanjutnya seseorang yang ditugasi khusus memberitahukan bahwa telah hadir rombongan keluarga (sub suku) XX... kepada sub suku ini, dipersilahkan salah satu di antaranya yang dituakan untuk menyampaikan pernyataan bela sungkawa, dan ikutannya.

Perwakilan beberapa rombongan menyampaikan bela sungkawa. Contoh pernyataan sebagai berikut:

Kami dari keluarga ... ketika mendengar kabar kematian ini, hati kami sangat berduka. Maka, kami bergegas dalam persiapan. Kami saling memberitahukan, berkumpul dan berangkat bersama. Kini kami telah hadir di sini. Kami turut larut dalam dukacita ini. Kami menangis dan meratap. Kita semua akan ingat jasanya.

Selanjutnya, kita akan bersama-sama di dalam suasana ini hingga upacara penguburan jenazah dari orang yang kita cintai. Bentuk kebersamaan itu telah ada di sekitar kita. Terima kasih. Shalom.

Demikian contoh pernyataan. Pada point/baris kedua pernyataan itu tersirat apa yang dibawa sebagai pendekatan turut urunan menanggung tanggung jawab keseluruhan pembiayaan di dalam peristiwa kedukaan itu.

Satu pengalaman menarik.

Kami telah selesai melayat, memamah sirih-pinang; dan ada pula yang merokok tradisional. Bapak Messakh Tang berpamitan, dan baru akan kembali untuk mengikuti upacara penguburan sesuai hari dan jam yang ditentukan.

Sesudah itu kami pun kembali ke pikap. Rombongan pelayat berangkat dari Otvai kembali ke Lawahing.

Beberapa tempat dan bangunan menarik kami lewati. Gedung gereja terbesar dengan jemaat tunggal di Otvai. Dua unit masjid yang berdekatan dalam jarak kurang lebih 2 km, dan satu unit sekolah dasar yang disebut sekolah tertua di Alor Barat Laut. Saya sempatkan untuk mengambil foto di sekolah ini. 

SD GMIT Pitungbang; kolase dokpri, Roni Bani
SD GMIT Pitungbang; kolase dokpri, Roni Bani

Demikian satu catatan ringan ketika berada di desa Otvai bersama rombongan keluarga Tang dalam rangka menyatakan bela sungkawa kepada keluarga berduka.

Umi Nii Baki-Koro'oto, 4 Juni 2024

Heronimus Bani ~ Pemulung Aksara

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun