Malam membungkus lereng dan bukit
Lawahing tak luput dibungkusnya pula
Anak-anak terpekur bergetar bibir
sambil tersenyum lebar mendengar cerita
kehangatan terjadi bila tawa menderai
dan irama malam mengantar pulas
mimpi pada hari depan nun jauh
mega malam membingkainya di sana
Pagi tiba sembari kabut menari
anak-anak Lawahing menderai asa
berangkat sekolah mengingat lego-lego
merangkai konstruksi rumah gudang di angan
mendesis pada kelimpungan sejarah leluhur
saat menjadi pengunjung duol suku-suku
masuk ke rumah mencari tenunan khas
bergambar gajah bingunglah asalnya
Siang mendekat mengantar kesejukan
pohon kenari bertuan tanpa proses menanam
buah kemiri bergidik di atas batu pemecah
bunga cengkeh mengantar aroma rindu
vanili dan kayu manis bersahut-sahutan
bersama pasangan sirih-pinang pemerah bibir
di sana daun lontar pembungkus tembakau
siapa berprasangka tiada pohonnya pula
Malam balik lagi di dataran Lawahing
tiada musik mengalun penghantar tidur
tak tok-tok, tik tak-tak, tak tok-tok
gerangan apa menggoda keheningan
tiada lain pemecah buah kemiri
anak tertawa sambil menarik kain
membungkus badan menemukan hangat
kembali pada mimpi meraih asa kelak
Umi Nii Baki-Koro'oto, 3 Juni 2024
NB: Inspirasi dari konteks Lawahing, walau tak seutuhnya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H