Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Suka membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa. Menulis puisi sebisanya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menuju Lawahing Kabola Alor-Nusa Tenggara Timur

3 Juni 2024   09:16 Diperbarui: 3 Juni 2024   09:22 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kondisi bangunan SD Negeri Lawahing; foto: Roni Bani

Rencana untuk pergi ke desa Lawahing Kecamatan Kabola, Kabupaten Alor akhirnya terwujud juga. Sebelumnya ada keraguan akan pergi atau tidak perlu. Kedatangan ke Lawahng bukanlah suatu yang teramat prioritas sekalipun kesannya akan amat membekas. Tiga hari sebelum berangkat, terjadi suatu peristiwa yang menyayat rasa pilu. Seorang keponakan meninggal dunia pada tanggal 28 Mei 2024. Padahal semestinya keberangkatan terjadi pada hari itu dengan menggunakan jasa pelayaran antar pulau (kapal feri).

Kami berduka. Jasadnya dikuburkan, jasanya dikenang dalam goresan puisi dan kisan varian versi. Ia seorang kepala keluarga yang baru membina rumah tangga dalam dua tahun terakhir ini. Berprofesi sebagai dosen dengan status Aparatur Sipil Negara (ASN). Tempatnya mengabdi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Nusa Cendana Kupang.  

Tugasnya pun baru berlangsung dalam waktu amat singkat, 5 tahun. Semua hal itu kini berakhir. Kisah kehidupan anak manusia di permukaan bumi, akan selalu terasa berakhir ketika nama terukir di batu nisan. Di sana orang akan merajut penggalan cerita menjadi bentang cerita berkesan, walau pun rajutan itu mungkin saling bertindihan.

***

Jumat pagi (31/5/24) sekira puluk 05.00 WITa, satu unit motor telah siap mengantar ke Bandar Udara Internasional El Tari Kupang. Kami berangkat pada pukul 0530 WITa. Udara pagi cukup dingin mulai dari kampung kai, melintasi hutan Sismeni' hingga Oekabiti kota Kecamatan Amarasi. Hujan pada hari sebelumnya, menambah diringinya udara. Hawa dingin tak mengganggu perjalanan hingga tiba di Bandara sekitar pukul 07.05 WITa.

Terlihat kesibukan besar pagi ini di sana. Jemaah haji asal Nusa Tenggara Timur akan diberangkatkan melalui Bandara Internasional El Tari Kupang.  Anggota keluarga yang mengantar amat banyak. Tempat parkir dipenuhi kendaraan roda dua dan empat. Tentu saja doa untuk mereka agar penerbangan aman, nyaman dan selamat sampai di tempat tujuan. Ibadah berlangsung khusuk dan kualitas iman makin baik.

Setelah melewati  pintu pemeriksaan, akhirnya tiba di ruang tunggu. Kesibukan masyarakat Nusa Tenggara Timur rasanya terwakilkan di Bandara ini (hehe).  Sangat ramai walau masih pagi. Hal ini disebabkan keberangkatan dan kedatangan penumpang yang menggunakan jasa penerbangan. Banyak calon penumpang domestik telah berada di ruang tunggu. Baik penumpang antar provinsi maupun antar kota di dalam Provinsi Nusa Tenggara Timur. Beberapa penumang menyeletuk, "ternyata banyak juga yang ke Alor."

Sambil menunggu keberangkatan, saya mengambil catatan dan mulai menggores aksara berisi artikel ini.

Penerbangan menuju Bandara Mali-Alor selama satu jam. Pesawat Wings Air dengan nomor penerbangan IW 1943 diawaki 4 orang kru: pilot, co-pilot dan 2 orang pramugari. Cuaca cerah ketika pesawat mengangkasa.

Dua orang pramugari menawarkan jajanan dan souvenir dari kursi ke kursi penumpang, kecuali penumpang yang pulas di pagi ini. (hehe).

Pesawat mendarat di Bandara Mali-Alor. Agaknya butuh perhatian pada kamar kecil di sana berhubung hanya satu saja yang berfungsi untuk para penumpang yang turun memasuki ruang kedatangan. Ansel sudah menunggu dengan satu unit motor.  Kami berangkat memasuki kota Kalabahi, ibukota Kabupaten Alor.

***

"Kepala sekolah baru saja menelelpon, akan ada acara perpisahan. Acara diadakan secara dadakan, tanpa pemberitahuan sebelumnya. Jadi, kita langsung naik." Begitu kata Ansel. 

Saya masih ingin menyinggahi lokasi tempat dibangunnya Kantor Cabang Unit Bahasa dan Budaya Gereja Masehi Injili di Tior (UBB GMIT). Jadi arah kami tidak langsung naik sebagaimana kata Ansel. Beberapa saat kami singgah di sana. Pekerjaan sedang berlangsung. Para pekerja dan pengawas sibuk membangun fondasi keliling seluruh area. Bila nanti sudah dipagari, barulah bangunan utama mulai dibangun. Demikian penjelasan dari pengawas pekerjaan.

Kami akhirnya naik ke Lawahing.

Istilah naik dan turun sangat melekat di bibir masyarakat pengguna Bahasa Melayu Alor. Kota Kalabahi terletak di pesisir pantai. Perkampungan masyarakat pedesaan pada umumnya berada di lereng dan dataran perbukitan. Maka, ketika masyarakat akan ke kampung/desa, mereka akan berkata naik, dan sebaliknya bila akan ke kota Kalabahi mereka akan menggunakan diksi turun.

Contoh 1, "Kami naik dulu!" 

Kalimat ini diucapkan ketika berada di kota Kalabahi. Maksudnya akan naik   ke desa/kampung. 

Contoh 2, "Kami turun dulu!" 

Kalimat ini diucapkan ketika berada di desa/kampung dan bermaksud akan turun ke kota Kalabahi.

Contoh 3, "Kami naik baru turun!"

Kalimat seperti ini diucapkan oleh mereka yang berada wilayah dataran tinggi, di mana secara topografi ada kampung yang berada di lereng dan perbukitan.

Begitu pula bila berada di kampung/desa. Masyarakat yang berada di lereng perlu untuk naik bila akan berkunjung kepada keluarga yang menetap di kampung/desa yang terletak di dataran/puncak bukit.   Suatu hal yang menarik.

Kami tiba di Lawahing setelah melintasi jalan mendaki dan berliku. Jalan aspal butas sempit berakhir, disambung aspal lapen yang hancur. Informasi yang didapatkan, aspal lapen itu sudah berumur 30-an tahun. Ada rasa kecewa pada warga masyarakat ketika menyampaikan hal ini. 

Kami tiba di sekolah tempat acara perpisahan. Sekolah Dasar Negeri Lawahing. Unit sekolah ini berdiri pada tahun 2003. Berdiri di bibir kawasan kehutanan milik Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Pembangunan ruang kelas baru tersendat, bahkan dengan menggunakan anggaran besar di atas empat ratus juta. Anggaran sebesar itu tidak menuntaskan keseluruhan badan bangunan. Disisakan plesteran, lantai, plafon dan instalasi listrik. Sungguh miris.

Kondisi bangunan SD Negeri Lawahing; foto: Roni Bani
Kondisi bangunan SD Negeri Lawahing; foto: Roni Bani

Akhirnya saya tiba di rumah tempat di mana anak kami, Ansel Bani menginap. Rumah yang dijadikan tempat berteduh, bercerita, canda, tawa, inspirasi dan refleksi kehidupan. Dari rumah ini, Ansel beranjak menjelajahi Lawahing, Kabola dan Kalabahi.

bersambung

Eltari - Umi Nii Baki-Koro'oto,  31 Mei; 3 Juni 2024

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun