Ketika Injil Yesus Kristus tiba di dalam suku bangsa ini, ada beberapa keluarga yang menerima-Nya. Bertobat, mengakui Yesus Kristus sebagai Tuhan. Mengikut Yesus Kristus sebagai jalan terbaik bagi mereka untuk meninggalkan dan menanggalkan budaya buruk yakni hidup sebagai kaum kanibalis.Â
Komunitas sekitar tak merestui mereka, terlebih kepala suku. Mereka dipanggil untuk diadili dengan hukum alam, yang ancamannya yakni kematian. Satu-satunya tuntutan pada mereka yakni menyangkal iman percaya mereka, menyangkal Yesus Kristus yang telah diterima oleh mereka. Satu persatu anggota keluarga dipenggal kepalanya, mulai dari anak, isteri dan akhirnya kepala keluarga itu sendiri. Ketika anak dipenggal, orang tua berkata, aku telah memutuskan mengikut Yesus. Ketika isteri dipenggal, suami berkata, tetap kuikut walau sendiri, hingga dirinya sendiri dipenggal. Sebelum dipenggal, ia berkata, salib di muka dunia di belakang.
Doa dan keteguhan hati, sebagai iman dari seorang Hana. Doa dan keteguhan hati sebagai  iman dari keluarga yang dipenggal hingga tak tersisa.Â
Doa Hana dengan nazarnya untuk menyerahkan anak yang akan dilahirkan sebagai milik Tuhan, terjawab. Doa dan keteguhan iman keluarga yang memutuskan mengikut Yesus sebagai Tuhannya, jalan keselamatan mereka, berdampak besar pada pengakuan akan Yesus Kristus sebagai Tuhan di tempat di mana mereka dipenggal.
Konteks Kekinian Umat Beragama di Indonesia Belajar dari Hana
Dikotomi kaum mayoritas dan minoritas di Indonesia bukan hal baru dalam dunia keagamaan. Ambigu dan kekaburan rasanya ada pada sikap dan tindakan. Sebahagian kalangan dari kaum mayoritas mengkampanyekan persamaan kedudukan sebagai penganut agama, pada sisi lainnya "penindasan" atas nama penjernihan ajaran dipraktikkan. Kaum minoritas makin ditimpa, mereka makin tertempa keteguhan.Â
Pada kaum minoritas tak kalah pula sikap  dan gaya pada  kalangan terbatas. Gaya berkhotbah dengan kekhasan sinisme dan sarkasme.  Kaum mayoritas makin menerima sindiran makin menggila walau ternyata melanggar hukum.Â
Banyak kasus terjadi di berbagai tempat di Indonesia yang membuat para pengambil keputusan ambigu. Di satu sisi hendak menegakkan aturan, pada sisi sebelahnya desakan dengan pendekatan demonstrasi sangat marak. Atas nama demokrasi, orang mewujudkan ide/gagasan dengan pendekatan non humanis pun dapat terjadi. Betapa rumitnya mengharapkan kesetaraan dan kesejajaran hidup sebagai umat beragama.
Belajar dari Hana, ia tidak mengasingkan diri atau bahkan menjadikan dirinya ekslusif. Ia tetap berada di dalam keluarganya walau harus menerima perlakuan tidak adil dari Penina, salah seorang isteri Elkana. Dalam kehidupan bersama sebagai penganut agama, Hana tetap menunaikan kewajiban agamanya, walau hatinya teriris bahkan diaanggap sedang mabuk.Â
Dunia sekitar kaum penganut agama yang taat, selalu ada saja penggoda hingga penjepit yang menindas. Pada kaum yang taat dan tekun dalam kewajiban agamanya saja yang kiranya mendapatkan berkat surgawi, berkat dari Tuhan. Salah satu kewajiban agama yang kuat yakni berdoa. Tekun berdoa. Doakan satu pokok setiap saat, bukan memborong pokok doa.
Tuhan mendengar doa setiap  orang, setiap keluarga, setiap komunitas umat yang taat dan tekun dalam doanya. Tuhan mendengar doa orang-orang yang terjepit, tentu bila mereka yang terjepit tidak layak dan pantas untuk membalas menjepit.
  Â