Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Suka membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa. Menulis puisi sebisanya

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Lama Tidak Bertemu saat Bersua Bawa Film Dokumenter

10 Mei 2024   09:38 Diperbarui: 10 Mei 2024   09:41 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Daniel Bradbury ketika berkunjung ke Umi Nii Baki-Koro'oto; Foto kiriman Daniel Bradbury;

Pada tahun 2009 seorang sahabat datang jauh-jauh dari Austtralia bersama rombongan pelayanan gerejanya. Mereka tiba di Kupang, yang selanjutnya diarahkan untuk bersama kami di gereja lokal, GMIT Jemaat Pniel Tefneno' Koro'oto. Ketika mereka tiba di Koro'oto, anak-anak Sekolah Minggu di seluruh wilayah Klasis Amarasi Timur sedang mewujudkan  satu program kebersamaan. Program itu disebut Jambore PAR (Pelayanan Anak dan Remaja).  Jadilah kami kolaborasikan dalam pelayanan bersama itu untuk anak-anak dan remaja se-Klasis Amarasi Timur.

Pengalaman yang sungguh mengesankan. Rombongan pelayanan yang dipimpin oleh sahabat kami ini mementaskan satu teater yang sangat indah dan berkesan. Teater itu berkisah tentang seorang manusia yang ditarik ke dalam dunia keberdosaan. Iblis menguasai seluruh hidupnya. Gelap. Hidupnya sesuka hatinya, meresahkan kalangan kerabat dan sahabat. 

Seseorang yang lain terus mendoakannya, hingga pada suatu titik waktu, Yesus Sang Penebus menghampiri. Iblis yang menguasainya pun keluar, melepas belenggunya, dan bebaslah manusia itu dari dosa-dosanya. Ia disambut kembali oleh kerabat dan sahabat, hingga sorga pun bersukacita.

Teater yang mengesankan ini tersimpan rapi dalam benak hingga kini.

Sepulangnya rombongan ini ke Australia, beberapa bulan kemudian Sang Sahabat kembali. Kali ini ia sendirian. Ia membawa alat-alat pemotretan.berhubung profesinya sebagai fotografer. Ia tinggal bersama kami selama beberapa hari di rumah, bermain bersama anak-anak, dan membuat sejumlah besar foto dan video. Lalu pulang ke Australia.

Lama kami tak bertemu, tetapi produk dari foto-foto yang ia buat kemudian kami dapatkan melalui para sahabat di Unit Bahasa dan Budaya GMIT Kupang. Produk itu berupa buku yang berjudul, Saya anak Timor. Buku ini terbit pada Februari 2010. Isinya bercerita tentang seorang anak bermama Lui, adik dan ayah-ibunya, kebiasaannya bermain dan membantu orang tua, hingga kesukaannya pada tari tradisional. Tari tradisional itu disiapkan dan dipentaskan saat pesta pernikahan, di mana Lui menari bersama teman-temannya untuk menyambut pengantin. 

Sebahagian kecil isi buku yang dibuat bergambar; kolase: Roni Bani
Sebahagian kecil isi buku yang dibuat bergambar; kolase: Roni Bani

Menurut kabar yang kami terima, buku itu dicetak sebanyak 3000 eksemplar. Buku itu dikirim ke sekolah-sekolah dasar di banyak tempat di Australia untuk memperkenalkan bahasa dan budaya Indonesia, khususnya sebahagian kecil masyarakat Timor Barat.

Lama tidak bertemu.

***

Tahun 2023, sempat datang dengan diantar oleh Pengurus Persekolahan Reformasi di Tarus Kupang Tengah Kabupaten Kupang. Ketika tiba, kami bercerita dalam reviu apa dan bagaimana mereka yang pernah datang serombongan pelayanan ke Klasis Amarasi Timur. Cerita itu kami akhiri dengan berkunjung ke satu keluarga di dalam wilayah desa Nekmese tempat kami tinggal. Keluarga ini sedang mengalami duka oleh kematian seorang anggota keluarga.

Tahun 2024 ini, Sahabat kami kembali lagi. Kali ini masih diantar oleh Pengurus Persekolahan Reformasi di Tarus, ditemani pula oleh seseorang yang berasal dari Kanada. 

Kami bercerita banyak hal yang berhubungan dengan dunia pendidikan dengan alat permainan edukasi, buku bergambar yang khas budaya masyarakat lokal, foto dan film (video). Pada titik percakapan tentang film, dia ingat dan bertanya apakah film dokumenter yang pernah dibuat sudah diberikan pada saya?  Saya menjawab, belum.

Maka, selanjutnya ia menyerahkan sebentuk stik (flashdisc) yang isinya film dokumenter yang telah diedit. Film dokumenter itu dibuat dalam tiga model. Pertama, tanpa teks (subtitle), kedua, menggunakan teks berbahasa Indonesia, ketiga menggunakan teks berbahasa Inggris,  dengan isian suara yang amat jernih dari seseorang anak.

Menurut penuturan Sang Sahabat, ia telah membawa film dokumenter ini ke ratusan sekolah dasar di Australia. Para guru dan murid sangat menyukai film dokumenter ini. Buku yang ditulis pun disukai oleh mereka sehingga mereka rindu belajar Bahasa Indonesia.

Di samping film dokumenter itu, ada yang sifatnya ekstra dengan pernyampaian bahwa dapat diunggah ke media sosial seperti YouTube. Atas izin ini, saya mengunggahnya di YouTube sebagaimana yang dapat disaksikan di sini.


Semoga menginspirasi. Mohon maaf bila terlihat narsis.

Umi Nii Baki-Koro'oto, 10 Mei 2024

Heronimus Bani ~ Pemulung Aksara

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun