Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Bahasa dan Kebudayaan masyarakat turut menjadi perhatian, membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kebijakan Kemendikbud Ini Boleh Disebut Kastanisasi Guru

12 Maret 2024   13:19 Diperbarui: 12 Maret 2024   13:34 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sarana terbaik untuk membentuk manusia yang gagah, berbudi luhur dan berbahagia terletak pada pendidikan generasi muda yang tepat. Tanpa landasan ini, segala cara, menurut saya, pasti gagal. [George Washington (terjemahan)]

Pengantar

Dunia pendidikan dasar dan menengah di Indonesia mengalami perkembangan yang "mencengangkan". Pandemi covid-19 telah menjadi titik berangkat baru yang luar biasa. Pembelajaran daring dan luring diperkenalkan dengan segala dampaknya. Pembelajaran daring dengan pendekatan aplikasi yang pada akhirnya muncul Platform Merdeka Mengajar dan segala varian aplikasi belajar mandiri di dalamnya.

Suatu perkembangan yang luar biasa telah terwujud yang menjadikan para guru harus terus mengejar kemajuan. Bila dianalogikan guru sebagai para pelari marathon, semuanya bergerak dari garis start yang sama, lalu ada yang mampu berlari lebih cepat, dan ada pula yang tak mampu berlari sehingga tertinggal di garis start karena hanya mampu melangkah beberapa langkah saja sudah tak kuat fisiknya.

Maka kiranya terwujud suatu kebijakan yang disebut guru penggerak yang di dalamnya ada pengajar praktik dan sebelumnya hanya ada guru.  Mari mencermati kastanisasi ini. Terlihat seperti ada 2 jenis guru namun terselip di sana satu jenis guru yang terkastakan di antara guru dan guru penggerak. Bagaimana mencermatinya?

Guru, Guru penggerak dan Pengajar Praktik 

Mari mencermati Guru, menurut pasal 1 ayat (1) Permendikbudristek 26 Tahun 2022. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Dalam Permendikbud yang sama pasal 1  ayat (2)  Guru Penggerak adalah guru yang memiliki sertifikat guru penggerak. Jadi bila kita bertanya seperti seorang murid Sekolah Dasar Kelas 4, "Apa yang dimaksud dengan Guru Penggerak?" Jawaban normatifnya, Guru Penggerak ialah Guru yang memiliki sertifikat guru penggerak. Artinya, mereka yang mengikuti pelatihan sebagai guru penggerak dan memiliki sertifikat itulah yang disebut guru penggerak.

Pada pasal 1 ayat (5) Pengajar Praktik adalah pengajar yang bertugas memberikan pendampingan pada individu dan pendampingan kelompok peserta Pendidikan Guru Penggerak di Satuan Pendidikan. Kira-kira maknanya, Pengajar Praktik itu merupakan ibu/bapaknya Guru Penggerak. Bila dikastakan, Pengajar Praktik kastanya di atas Guru Penggerak.

Bila membaca lagi dan lagi ketiga definisi di atas yang normatif maka kita mengetahui dan dapat mengkastakan guru ke dalam 3 kasta itu: Guru, mungkin biasa saja karena lulus dari lembaga pendidikan tenaga kependidikan/keguruan, Guru Penggerak lulusan Pendidikan dan Pelatihan yang diselenggarakan oleh Kementerian Dikbudristek pada Direktorat  Jenderal dan Unit Teknis Kementerian, dan Pengajar Praktik direkrut dengan pendekatan yang mirip oleh Direktorat Jenderal dan Unit Teknis Kementerian.. 

Kasta-kasta ini kiranya berada di dalam ruang lingkup yang sama yakni unti satuan pendidikan dasar dan menengah. Pada unit-unit satuan pendidikan itu, mereka melaksanakan tugas pokok dan fungsi di Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas (Umum atau Kejuruan).

Mengapa terasa ada kastanisasi guru?

Sekali lagi ada aturan formal yang menatakelola para guru agar terlihat perbedaannya. Aturan formal itu terlihat pada Permendikbudristek Nomor 26 tahun 2022 itu. Guru Penggerak dilahirkan dari kandungan Diklat dengan empat kemampuan:

  • merencanakan, melaksanakan, menilai, dan merefleksikan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik saat ini dan di masa depan dengan berbasis data;
  • berkolaborasi dengan orang tua, rekan sejawat, dan komunitas untuk mengembangkan visi, misi, dan program satuan pendidikan;
  • mengembangkan kompetensi secara mandiri dan berkelanjutan berdasarkan hasil refleksi terhadap praktik pembelajaran; dan
  • menumbuhkembangkan ekosistem pembelajar melalui olah rasa, olah karsa, olah raga, dan olah pikir bersama dengan rekan sejawat dan komunitas secara sukarela.

Regulasi yang lebih "tua" terlihat pada Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru. Pada aturan ini Guru didefinisikan pada pasal 1 ayat (1) sebagai berikut:

"Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah."

Definisi ini selanjutnya diurai dalam beban kerja guru sebagaimana tertuang dalam pasal 52 PP Nomor 19/2017 sebagai berikut:

  • merencanakan pembelajaran atau pembimbingan;
  • melaksanakan pembelajaran atau pembimbingan;
  • menilai hasil pembelajaran atau pembimbingan;
  • membimbing dan melatih peserta didik; dan
  • melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada pelaksanaan kegiatan pokok sesuai dengan beban kerja Guru.

Mari mencermat dengan bertanya, tidakkah kemampuan guru penggerak berbeda dengan kemampuan guru menurut kedua regulasi ini?

Bila berdiskusi dengan fokus utama kapasitas guru, kita dapat melihat persamaan dan perbedaan dari kastanisasi ini. Padahal secara prinsip yang faktual, setiap guru dipastikan akan berdiri di depan kelas, menjadi fasilitator pembelajaran bagi murid-muridnya. Ia bukan satu-satunya sumber belajar, tetapi ia menjadi "penggerak" yang memotivasi muridnya agar berdaya dalam proses belajar, menemukan potensi diri, mengembangkannya dan mengaktualisasikannya pula.

Jadi baik Guru, maupun Guru Penggerak yang di dalamnya ada Pengajar Praktik tidak banyak perbedaannya, kecuali dibuat berbeda oleh penentu kebijakan oleh karena aspek pembiayaan. 

Guru dengan 5 beban kerja sebagaiman tertuang dalam  19/2017 tidak mendapatkan anggaran operasional dalam tugasnya. Sementara Guru Penggerak. Ada tiga skema pembiayaan yang diberlakukan: APBN murni, Mandiri dan Dana Pendamping (sumber)

Para guru Penggerak mendapat tambahan pendapatan oleh karena "gerak" kerja mereka (sumber). Program Guru penggerak menjadi salah satu yang diprioritaskan oleh Kemdikbudristek.  

Contohnya ada pada anggaran yang disediakan Pemerintah (Kemdikbudristek) dan disetujui oleh DPR RI. Terdapat anggaran sebesar Rp 45,02 T untuk membiayai pendanaan wajib dan Rp 23,44 T untuk pembiayaan program prioritas. Pada anggaran sebesar 23,44 T itu Guru Penggerak menjadi salah satu program prioritas yang mendapat jatah penganggaran untuk pembiayaan agar mereka mampu "bergerak".

Lalu bagaimana dengan Guru, tidakkah ada anggaran untuk membuat mereka bergerak? Ada! Anggaran itu disebut gaji dan tunjangan. Gaji dan tunjangan itu masuk dalam Dana Alokasi Umum (DAU) tahunan. Tidak ada dana dampingan untuk tugas pokok dan fungsi sebagaimana amanat dari aturan-aturan yang berlaku.

Tunjangan yang diterima guru ada yang disebut tunjangan profesi untuk guru pemegang sertifikat pendidik, tunjangan khusus guru di daerah 3T, dan tunjangan tambahan penghasilan yang semuanya diatur dengan regulasi tersendiri.

Penutup

Guru penggerak dan Pengajar Praktik telah berlaku dalam sejumlah angkatan. Regulasi yang mengatur tentang Guru Penggerak selanjutnya dipersoalkan ke Mahkamah Agung dalam permohonan judicial review. Permohonan untuk membatalkan salah satu point persyaratan pada pasal 6 Permendikbudristek Nomor 26 tahun 2022.  Mahkamah Agung mengabulkan permohonan ini dengan Keputusan Nomor 61/PPTS/2024/35P/HUM/2023. 

Regulasi yang dimaksudkan di dalam Permendikbudristek itu dianggap bertentangan dengan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Kini semua guru dapat saja mengajukan (mendaftar) menjadi Calon Guru Penggerak. Mereka akan mengikuti seleksi, dan bila diterima akan mengikuti diklat. Setelah mengikuti diklat dan bila dinyatakan lulus, akan menerima sertifikat guru penggerak dengan segala dampaknya.

Lalu, mereka akan kembali ke ruang-ruang kelas sebagai "guru berkelas".

Umi Nii Baki-Koro'oto, 12 Maret 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun