Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Bahasa dan Kebudayaan masyarakat turut menjadi perhatian, membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ataukah Perundungan sedang Meradang atau Meraung?

7 Maret 2024   12:35 Diperbarui: 7 Maret 2024   12:39 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sementara itu Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merilis angka 3.800 kasus kekerasan/perundungan pada tahun 2023 (sumber). 

Data antarlembaga atau institusi yang peduli pada kekerasan/perundungan di dalam linkungan satuan pendidikan saling berbeda. 

Kementerian Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) dalam rilis terakhir sampai dengan dua bulan pertama tahun 2024 terdapat  3.611 kasus yang menimpa anak laki-laki sebanyak 792 kasus, dan 3.164 terjadi pada anak perempuan (sumber).

Menelisik angka-angka yang disajikan baik pada tahun 2023 maupun awal tahun 2024 ini, nampaknya TPPK yang diharapkan menjadi pencegah belum maksimal bekerja. Mengapa angka kekerasan/perundungan di lingkungan satuan pendidikan pada dua bulan pertama sudah mencapai lebih dari 3000 kasus?

Merujuk berbagai hasil riset, ditemukan bahwa kekerasan/perundungan di sekolah terjadi oleh sejumlah faktor, dua di antaranya yakni:

  • Kesenjangan Ekonomi

Setiap anak yang datang ke sekolah dipastikan berasal dari lingkungan keluarga dengan latar yang berbeda. Bila aspek ekonomi menjadi latarnya, maka indikator yang terlihat dan dirasakan yakni, 

  • penghasilan/pendapatan orang tua saling berbeda antarkeluarga
  • tampilan berbeda antarmurid di dalam sekolah
  • pergaulan elitis dan abangan 

Di lingkungan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah (negeri/inpres), menerima murid dari semua kalangan. Maka tidak mengherankan bila latar sosial ekonomi pun berbeda antarkeluarga. Penghasilan/pendapatan berbeda antarkeluarga berdampak pada tampilan anak (murid) di sekolah, dan sekaligus memberi ruang pergaulan yang bersifat elitis dan abangan. 

Anak/murid yang merasa tergolong sebagai kaum berpenghasilan besar akan mengelompok menjadi kaum elit. Mereka akan berpenampilan dan bersikap berbeda. Sering pongah dan menjadi pemimpin kelompok. Sementara mereka yang berasal dari kalangan keluarga berpenghasilan rendah akan terkategorikan sebagia kaum abangan.

Bila hal ini ditangani secara baik oleh para guru, maka akan berdampak besar di luar lingkungan sekolah. Sewaktu-waktu mereka akan melakukan kekerangan di dalam lingkungan sekolah dengan skala yang lebih kecil, namun bila sudah berada di luar lingkungan sekolah hal ini akan terasa seperti menjadi-jadi.  

  • Iklim/suasana belajar di lingkungan sekolah

Satuan-satuan pendidikan di Indonesia selain diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah yang selaljutnya dalam payung besar Kemdikbudristek, terdapat pula yang diselenggarakan oleh Kemenag; dan kelompok masyarakat yang direpresentasikan pada yayasan-yayasan penyelenggara pendidikan.

Pada konteks sekolah dengan status negeri/inpres di semua jenjang, terasa ada "homogenitas"nya pada ketersediaan sarana/prasanara serta fasilitas pembelajaran. Padahal, faktanya tidaklah demikian. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun