Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Bahasa dan Kebudayaan masyarakat turut menjadi perhatian, membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Rasanya Beras Tak Tergantikan sebagai Makanan Pokok

24 Februari 2024   13:32 Diperbarui: 24 Februari 2024   13:47 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belakangan ini harga beras naik tak tertahankan. Masyarakat mengeluh pada kenaikan harga, namun mau tidak mau harus membeli beras. Seberapa pun harganya, pasti harus membeli agar api dapur tetap mengepul. 

Di Kabupaten Kupang, selain beras, ada satu jenis makanan yang bukan makanan pokok tetapi sangat  vital dalam pergaulan. Sirih. Sirih menjadi komoditi yang sangat mahal bersamaan dengan naiknya harga beras. Maka, pilihan masyarakat pemamah sirih-pinang, dengan makan nasi menjadi gamang.

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa masyarakat Timor dan sekitarnya punya satu kebiasaan mamahan yakni campuran sirih-pinang-kapur. Mamahan yang satu ini selalu ada pada mayoritas masyarakat sehingga pasar-pasar tradisional dipastikan di sana ada ketiga komoditi ini. Biasanya yang terganggu dalam ketersediaannya yakni sirih dan atau pinang. Hal ini bergantung musimnya berbuah. Oleh karena itu, bila sirih dijual per batang seharga dua ribu lima ratus rupiah, betapa mahalnya. Orang kemudian membandingkan dengan harga beras.

https://www.lazada.co.id/
https://www.lazada.co.id/

Pada masyarakat Timor, jagung dikenal sebagai makanan pokok. Entah sudah berapa lama kemudian jagung digeser dengan beras. Di pedesaan, himpunan keluarga-keluarga berkumpul dalam acara-acara keluarga, mereka makan nasi. Jagung menjadi makanan tambahan bukan pokok. 

Bila ada kalimat seperti ini, "Kita hanya makan jagung saja!"  

Baca juga: Pagi Bersahaja

Atau kalimat lainnya, "Mohon maaf, tidak sempat makan apa-apa!" Padahal sudah makan jagung. 

Kalimat ini mengisyaratkan bahwa jagung bukan lagi makanan pokok dalam keseharian, apalagi bila ada tamu.

Kini harga beras makin melonjak. Masyarakat perkotaan hingga pedesaan mengeluh. Keluhan bukan saja pada naiknya harga, tetapi juga pada ketersediaannya. Para pedagang sembako pun kelimpungan akan ke mana mencari beras untuk mengisi "gudang" mereka agar dapat melayani masyarakat.

Musim tanam tahun  2023/2024 menyisakan ketidaktentraman. Hujan tidak menentu datangnya. Area ladang-ladang dan sawah tadahan tidak dapat menghasilkan padi, jagung, labu, ubi dan kacangan. Masyarakat tetap mengharapkan pasokan beras sekalipun mahal.

Komoditi pada masyarakat pedesaan yang dapat diuangkan untuk membeli beras variatif walau tidak banyak orang memilikinya. Menjual ternak biasanya untuk kebutuhan pembiayaan pendidikan anak. Kini, menjual ternak untuk membeli beras.

Bila ada yang mempunyai kebun dengan tanaman pohon jati ratusan pohon, maka ada di antaranya akan diuangkan untuk membeli beras. Biasanya, pohon jati tidak akan serampangan saja ditebang untuk kepentingan seperti itu. Penjualan pohon jati dengan olahan lebih menguntungkan pemiliknya daripada menjual secara utuh. Kebutuhan mendesak yakni nasi/beras menjadi prioritas.

Bila mengikuti perkembangan informasi, kabarnya harga beras telah menembus angka fantastis, sebagaimana kutipan berikut ini di sini

Panel Harga Badan Pangan mencatat, harga beras premium dan medium kompak naik ke level rekor baru pada hari Kamis (22/2/2024). Harga beras premium naik Rp60 ke Rp16.270 per kg hari ini, sementara beras medium naik Rp90 ke Rp14.230 per kg. Sepekan lalu, (15 Febr 2024), harga beras premium masih di Rp15.900 per kg dan beras medium di Rp13.950 per kg. Harga tersebut sudah jauh melampaui harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.

Sebagai informasi, berdasarkan Peraturan Badan Pangan Nasional No 7/2023, HET beras berlaku sejak Maret 2023 adalah Rp. 10.900/kg medium, sedangkan beras premium Rp 13.900/kg untuk Zona 1 yang meliputi Jawa, Lampung, Sumsel, Bali, NTB, dan Sulawesi. Sementara, HET beras di Zona 2 meliputi Sumatra selain Lampung dan Sumsel, NTT, dan Kalimantan dipatok Rp 11.500/kg medium dan beras premium Rp 14.400/kg.

Sementara di zona ke-3 meliputi Maluku dan Papua, HET beras medium sebesar Rp 11.800/kg, dan untuk beras premium sebesar Rp 14.800/kg.

Dalam hal harga yang makin naik bagai tak dapat dikendalikan, di sana justru gagal panen terjadi. Media-media memberitakan tentang gagal panen di mana pesawah yang biasanya menjual padi atau beras, sekarang justru menyimpan untuk persediaan.

Pada sisi lain, ada fenomena di tengah masyarakat kita yang berasumsi bahwa orang mengkonsumsi makanan pokok selain beras kerap identik dengan golongan masyarakat miskin. Jika ada anggota masyarakat yang mengkonsumsi ubi kayu, ubi jalar, jagung, dan talas misalnya untuk menggantikan beras, orang serta merta mengkonotasikan kelompok masyarakat seperti itu sebagai masyarakat miskin. 

Dalam hal yang demikian, masyarakat tetap bergantung pada beras sekali pun mahal harganya. Padahal, sangat banyak pangan lokal yang dimiliki masyarakat untuk mengatasi permasalahan pemenuhan kebutuhan makan.

Semoga ada kesadaran di tengah kita tentang pentingnya mengkonsumsi pangan lokal non beras.

Umi Nii Baki-Koro'oto, 24 Februari 2024

Heronimus Bani 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun