Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Bahasa dan Kebudayaan masyarakat turut menjadi perhatian, membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Tangan Politik

11 Januari 2024   07:03 Diperbarui: 11 Januari 2024   07:19 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar ilustrasi: https://beritaalternatif.com/

Tangan Politik

Semalam Pemulung Aksara bermimpi,
Dalam mimpinya, ia melihat tangan politik.

Tangan politik, tangan yang tegak lurus atas nama demokrasi
Tangan politik, tangan yang menunjuk lurus di alam merdeka beropini
Tangan politik, tangan yang menampar kejahatan dan maksiat politik
Tangan politik, tangan yang mengulik-ulik kedurhakaan janji politik
Tangan politik, tangan yang meluruskan taburan obrolan bibir manis
Tangan politik, tangan yang membelai kaum berwajah memelas
Tangan politik, tangan yang terulur pada kaum yang disebut-sebut akar rumput
Tangan politik, tangan yang memeluk dan menggendong kaum marginal
Tangan politik, tangan yang membawa kedamaian dan kesejahteraan.

Satu suara nun jauh bertanya,

Benarkah?

Benar! Benar! Benar!

Sungguh-sungguh, benar!
Siapa menyangsikan tangan politik?
Siapa meragukan  tangan politik terayunkan?

Baca juga: Kukuliti Waktu

Satu suara nun jauh mengurai,

Di sana...
kaum berdasi necis merayakan kemewahan pada isi pundi-pundinya
kaum berpeci licin mengetalasekan kemegahan bunyi aksara ilahi
kaum berparlem memuja-muja ujaran kedaulatan menuju kemakmuran
kaum birokrat menata biro-biro berlekak-lekuk panjang lika-likunya
kaum aparatur kelas bawah mengekor pada norma tanpa saran dan kritik
kaum buruh berlari-larian memburu buruan untuk mengganjal lekuk ekonomi
kaum miskin-papa menyodorkan dan menadahkan tangan memohonkan belas kasih
kaum  terpinggirkan makin tergeserkan dalam ide geser dengan busur 

Satu suara mendekati daun telinga Pemulung Aksara,
ia berkata,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun