Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Bahasa dan Kebudayaan masyarakat turut menjadi perhatian, membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru Dijepit antara Tugas Administrasi dan Pembelajaran

10 Januari 2024   17:14 Diperbarui: 10 Januari 2024   17:45 559
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: intasdiklat.id

Semua hal yang berhubungan dengan tugas administrasi (kita baca secara sederhana saja, kegiatan tulis-menulis) ini kiranya menyita waktu pada guru.

Guru yang mampu menatakelola waktu secara bijak (mungkin) akan merasa enteng saja memasuki ruang kelas tanpa beban tugas administrasi pembelajaran oleh karena telah disiapkan secara baik, diketahui pula oleh kepala sekolahnya. 

Sementara guru yang kurang dapaat menatakelola waktu untuk mengadministrasikan proses pembelajaran dalam perangkat yang dapat diandalkan, akan ke ruang kelas hanya bermodalkan kemauan untuk proses itu berlangsung tanpa merugikan murid.

Mari kita mencoba menelisik hambatan guru (khususnya di pedesaan dan pedalaman) dalam menatakelola administrasi yang dituntut darinya.

  • Berada di zona Nyaman. Guru dengan status ASN/PNS sangat sering merasa telah berada di zona nyaman sebagai guru. Tugasnya sebagai pendidik ditunaikan dengan memperhatikan tugas-tugas administrasi seadanya. Pengamatan di sekitar menunjukkan adanya sikap yang demikian, sehingga kemauan belajar menjadi terhambat.
  • Gaptek (gagal pada teknologi). Guru gagal pada teknologi menjadi hambatan ketika zaman digitalisasi merambah dunia kerja. Mengenal produk teknologi yang mudah dibawa kemana-mana seperti laptop dan handphone android sudah terwujud. Mungkinkah sudah mampu mengoperasikannya? Operator sekolah menjadi sandaran penting pada proses kerja yang membutuhkan jaringan. 
  • Listrik dan Jaringan Internet. Dua hal yang bagai dua sisi mata uang. Jika sudah ada jaringan listrik betapa sangat menolong untuk tugas-tugas yang membutuhkan tenaga listrik. Peralatan teknologi zaman ini membutuhkan listrik, walau ada di sana daya tampung untuk beberapa saat/jam bila listrik padam. Tetapi, bil menggunakan desktop tentulah hal yang demikian tidak dapat menampung arus listrik. Sementara itu, jaringan internet menjadi masalah tersendiri. Menara BTS belum merata, bila sudah ada dan menggunakan sumber listrik sendiri akan berbeda dengan memanfaatkan listrik dari perusahaan listrik negara (PLN). Bila sudah ada BTS dengan jaringan 4G betapa senangnya guru yang rajin memanfaatkan jaringan internet, dan belum tentu guru yang berada di zona nyaman mau bergeser dari posisinya untuk otodidak memanfaatkan produk teknologi pada softwarenya. 
  • Bila jaringan listrik dan internet belum menyentuh area/wilayah tertentu, maka berdasarkan pengalaman, para guru sering mencari tempat-tempat tertentu yang diduga ada jaringan. Bila sudah menemukan, mereka akan memanfaatkan waktu berada di tempat itu secara berkualitas, walau tanpa jaringan listrik. 

Situasi sebagaimana gambaran di atas bukanlah hendak mencari dan menyodorkan pembenaran, walau semestinya membutuhkan riset agar akurasi informasinya menjadi valid dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Opini sebagaimana ada di dalam tulisan ini hanyalah hasil pengamatan belaka, yang oleh karenanya tidak bersifat ilmiah. 

Apakah para guru pasrah?

Guru (di pedesaan dan pedalaman) umumnya tidak pasrah, namun mengharapkan adanya kebijakan yang memberi ruang sehingga yang gaptek dapat tertolong. Bahwa sekalipun mereka harus berjibaku dengan memohon pertolongan pada rekan guru yang mampu mengoperasikan perangkat teknologi (hardware & software), mereka akan tetap dapat sampai pada apa yang dimintakan sebagaimana yang sudah diatur.

Penutup

SKP sebagai salah satu wujud administrasi yang dituntut dan dikenakan kepada ASN telah diberlakukan dalam beberapa tahun trakhir ini. Semula diberlakukan per tahun, namun kini per semester; bahkan para guru penerima tunjangan non sertifikasi dituntut membuat SKP per bulan. Betapa ribetnya, tetapi dengan menahan-nahan rasa, harus mewujudkannya agar berimbas pada kesejahteraan. 

Mungkinkah kesejahteraan didapatkan dengan tekanan?

Umi Nii Baki-Koro'oto, 10 Januari 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun