Mendaki Puncak Romantika Kehidupan
Surya pagi telah terbit
saat bunga-bunga mekar
dedaunan hijau berayun-ayun
saat bayu membelai mesra
rerumputan tersenyum geli
saat serangga menggelitik raganya
insan bergerak turun dari pembaringan
saat bebunyian natural menggoda
Lalu...
aku duduk di sini
berefleksi pada kerja keras insan
berlelah di dalam waktu bergulir
berpeluh di dalam masa berjalan
berdarah di dalam karsa dan karya
berdiri sendiri disebut berdikari
membusung dada disebut mandiri
bergandengan bagai menari herin
meliuk bersama dalam gotong royong
menabuh kiat ringan dijinjing bersama
menggerek opsi berat dipikul bersama
puncak urai romantika kehidupan
dipandang tak mudah memangkas bukit
maka tangga ke sana mulai dipasangkan
ke puncak membawa pergumulan komunal
dalam badai pun terus menuju puncak
genangan samudera problem menggelombang
makin naik dan naik lagi ke sana
luka pada raga perih pada emosi
langkah tak berniat dihentikan
hingga tiba di puncak romantika kehidupan
anyaman kebijaksanaan disilangsalingkan
menjadi tenunan metafor animo komunal
tepuk dan riuh di bukit menggema di lereng cinta
kelak akan dikenang massa, kaum dan puak
Heronimus Bani
NB: Puisi di bawah ini ditulis atas permintaan seorang sahabat yang sedang bekerja keras dalam rangka meraih fatamorgana legislator.Â
Umi Nii Baki-Koro'oto, 16 Desember 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H