Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Bahasa dan Kebudayaan masyarakat turut menjadi perhatian, membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Rasanya Kita Sedang Memelihara Kolonialisme Modern

10 November 2023   20:03 Diperbarui: 10 November 2023   20:45 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://indoprogress.com/

Pada titik ini para akademikus dan periset akan memberi jawaban pada kita. Para pemangku kepentingan pada lembaga-lembaga trias politika akan memberi respon variatif yang mencengangkan di panggung praktik bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Kolonialisme yang diartikan sebagai penaklukan dan penguasaan atas tanah dan harta penduduk asli oleh pendatang. Benturan yang terjadi dapat berupa peperangan, penjarahan, perbudakan serta pemberontakan (Yusa Djuyandi, 2014).

Pada tataran definisi yang demikian itu rasanya kolonialisme sudah tidak ada lagi, tetapi kiranya patut dicermati bahwa kolonialisme di dalam dunia yang makin canggih oleh karena pengaruh globalisasi, maka gerak semu kolonialisme sedang dan terus menggerogoti umat manusia.

Pembangunan yang berkelanjutan selalu berdampak pada lokus (lokasi, tanah). Di manakah infrastruktur jalan (tol), jembatan, bandara, dermaga, dan segala bentuk bangunan besar yang tidak memerlukan lokus?

Apakah untuk membangun industry berskala menengah dan besar, pengusaha tidak memerlukan tanah? Mungkinkah roh kapitalisme tak memerlukan tanah untuk menempatkan bangunan agar masyarakat melihat, m erasakan dan mengambil manfaat darinya?

Satu artikel berjudul Kolonialisme Modern ditulis oleh Afthon Ilmah Huda (2012) dalam tiga paragraf dinyatakan bahwa telah terjadi penjarahan ruang. Dampak dari modernisasi salah satunya adalah terbukanya gerbang bagi kapitalistik untuk berkembang secara ekspansif. Hal ini bisa kita lihat dari mulai banyaknya aspek atau ruang kehidupan di masyarakat yang mulai dirasuki, dirusak oleh para pemodal untuk tujuan keuntungan. Tanah, pendidikan, dan terutama media massa adalah beberapa contoh ruang yang tak luput jadi incaran para kapitalis saat ini.

(Sejauh pengamatan Afthon), peran media massa hari ini terlampau jauh mengalami pergeseran dari prinsipnya, yaitu sebagai partner kepercayaan masyarakat. Hampir sebagian besar dari beberapa media di Indonesia berada di bawah kendali penguasa atau pemodal. Fakta ini bisa kita lihat pada beberapa stasiun televisi yang mengudara, rerata dimodali oleh pengusaha yang merangkap sebagai elite politik atau petinggi di negeri ini.

Dunia pendidikan telah ada dalam kanal bayangan "kolonialisme" gaya baru yakni pembangunan sekolah-sekolah favorit berbiaya tinggi, namun diminati oleh masyarakat kelas menengah ke atas. Fasilitas yang tersedia dan impian masa depan yang lebih baik telah dikapitalisasi sedemikian rupa sehingga masyarakat bagai "diperbudak" oleh impiannya sendiri.

Kehidupan modern dengan bergelimang kemewahan dan kegemilangan bukanlah hal yang tabu, namun patut mempertimbangkan aspek karakter dan akhlak. Karakter dan akhlak mulia di dalam negara berideologi Pancasila, aspek kemanusiaan, persatuan, demokrasi dan keadilan sosial dalam tatanan insan ber-Tuhan patut mendapat tempat yang layak dan pantas. Manusia Indonesia yang mengabaikan hal-hal yang demikian atau merasa sedang mewujudkan karakter bangsa yang terinternalisasi dalam Pancasila, tentu bukanlah manusia yang Pancasilais.

Para konglomerat menempatkan modal besar dengan membangun industri-industri yang menyerap tenaga kerja. Hal ini tentu sangat baik bahkan patutlah mendapatkan acungan jempol karena mereka telah menciptakan dan menyediakan lapangan kerja. Lalu, kita tidak perlu bertanya tentang aspek kemanusiaan dan keadilan sosial bagi para pekerja. Siapa menduga kemudian para pekerja (buruh, karyawan) pada titik waktu tertentu mesti "berteriak" agar kesejahteraan mereka mendapatkan perhatian? Bukankah hal yang demikian dapat dimaknai sebagai "perbudakan" sesama anak bangsa, atau perbudakan secara tidak langsung sedang terjadi praktik imperialisme? Mereka memerintah dengan menjembatankan modal (uang). Modal terlihat besar dalam investasi, namun dikemas sedemikian rupa untuk terjadi efisiensi pada aspek kesejahteraan pekerja.

Rasanya kolonialisme modern sedang merayapi kita, dan kita memeliharanya tanpa disadari atau mungkin kita sedang memeliharanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun