Satu artikel menarik  (detik.com) menyebutkan bahwa 76% rumah tangga di Indonesia masih menggunakan bahasa daerah, sementara lainnya sudah mulai menggunakan Bahasa kriol dan bahasa asing.(1).Â
Dalam artikel ini disebutkan bahwa pemerintah telah dan sedang merevitalisasi 71 Bahasa daerah di Indonesia dari 700-an bahasa daerah. Artinya baru ada 10% di antaranya yang mendapat perhatian pemerintah pusat melalui KemdikbudRistek dan badan pengembangan bahasa.Â
Belum banyak pemerintah daerah turut andil dalam upaya merevitalisasi bahasa daerah. Maka, tidak mengherankan bila pada tahun 2019 terdapat 11 bahasa daerah punah, dan pada tahun  2021 terdapat dua puluhan bahasa daerah mengalami kemunduran dan terancam punah pula.
***
Di  Nusa Tenggara Timur, Kantor Bahasa, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi telah berdiri selama 13 tahun. Menurut satu media daring kantor ini sampai dengan tahun 2023 ini belum memiliki gedung kantor yang menetap (2). Lalu bagaimana mereka yang bertugas di sana dapat bekerja menunaikan tugas secara optimal?
Tentang kinerja Kantor Bahasa di Nusa Tenggara Timur kiranya kita dapat mengikuti informasi melalui website resminya (disini 3)
Sementara itu, Gereja Masehi Injili di Timor sebagai salah satu organisasi keagamaan yang wilayah pelayanannya meliputi Timor Barat, Sabu, Rote, Alor, Flores dan Sumbawa, di sana terdapat ragam bahasa daerah yang kompleks. Kompleksitas ini membutuhkan kecakapan dan kepakaran serta kemauan yang didukung dengan sumber daya tertentu untuk riset dan pengembangannya untuk pelestarian bahasa daerah di lingkup pelayanan Gereja Masehi Injili di Timor.
Unit Bahasa dan Budaya GMIT telah berdiri di sana dalam dua puluhan tahun terakhir ini. Tugasnya yaitu melakukan riset bahasa-bahasa daerah sasaran pelayanan GMIT, menerjemahkan Alkitab ke dalam Bahasa daerah (pilihan), serta menyediakan bahan ajar untuk sekolah-sekolah dengan pendekatan bahasa daerah.
Ini suatu tugas yang tidak mudah untuk dipikul. Tanggung jawabnya amat besar. Semua tugas di atas membutuhkan orang ahli dan orang asli yang bersedia berkolaborasi dalam satu semangat, visi dan misi sesuai amanah yang diberikan oleh Majelis Sinode GIT pada tahun 1998.
Produk dari Unit Bahasa dan Budaya GMIT Kupang sudah menyebar di tengah-tengah pengguna Bahasa daerah dan publik pada umumnya. Sebutlah Bahasa-bahasa di kepulauan Alor: Klon, Pura, Teiwa, Wersing, Abolo. Kelompok Uab Meto': Amanuban, Amarasi-Kotos, Amarasi-Roi'is, Amfo'an, Amanatun, Ambeno (Timor Leste). Kelompok bahasa-bahasa Rote: Dela-Oenale, Dengka, Lole, Â Rikou, Termanu, Thie. Kelompok Bahasa Sabu : Lii Hawu dan Dhao. Kelompok berikutnya Melayu Kupang, Tetun dan Helong (4)
Semua upaya ini dilakukan untuk mencegah tergerusnya bahasa daerah, walau belum semua bahasa daerah dijangkau oleh pemerintah melalui Kantor Bahasa maupun oleh NGO pemerhati bahasa daerah.