Hari Proklamasi Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia ke-78 sudah dirayakan oleh seluruh warga bangsa Indonesia. Mulai dari teritori sempit seperti warga dalam Rukun Tetangga dan Rukun Warga, Warga desa/kelurahan, Kecamatan, Kabupaten, Kota dan Provinsi hingga di aras nasional pusat pemerintahan. Upacara bendera sebagai acara puncak dari keseluruhan peringatan dan perayaan Hari Proklamasi dimaksud.
Peringatan dan perayaan selalu diwarnai dengan berbagai kegiatan lomba dan tanding. Semua kegiatan lomba dan tanding sifatnya pemeriahan, nir-kompetisi sehingga warna persahabatan, persaudaraan dan persatuan sebagai bangsa terjaga. Lomba dan tanding baik dari aspek olahraga dan kesenian atau hal lainnya, dirancang  dengan tujuan mempererat persatuan dan kesatuan sebagai sesama anak bangsa di teritori yang secara spiralis mulai dari area sempit meluas, dan meluas hingga mencapai seluruh teritori NKRi.Â
Bila lomba dan tanding yang nir-kompetisi ini berhasil, maka diharapkan persahabatan, persatuan dan kesatuan bangsa makin melekat erat. Keeratan itu ditandai dengan kegembiraan, keriangan, salam jabat hingga peluk cipika-cipiki. Selanjutnya akan berdampak pada sikap hidup keseharian ketika berada kembali ke ranah relasi di dalam masyarakat.
Relasi yang harmonis di dalam masyarakat  dapat ditunjukkan dengan saling menghargai, tidak memandang dan menempatkan sesama anak bangsa dalam kotak-kotak etnis dan agama, kultur dan kultus individu, dan hal lainnya. Bangsa ini, sangat heterogen, namun satu pengikat yang amat kuat yakni ideologi bangsa ini, Pancasila. Sila-sila itu dapat dimaknai secara sederhana ketika berada dalam nuansa perayaan hari proklamasi kemerdekaan NKRI.Â
Pemaknaan sila-sila itu terlihat manakala ada doa bersama dipimpin oleh seseorang yang ditunjuk dengan meminta izin agar berdoa menurut agama yang dianutnya, sementara penganut agama berbeda berdoa menurut tata doa yang diajarkan agamanya. Bila berdoa dalam tim peserta lomba/tanding perayaan, mereka cukup menundukkan kepala, masing-masing akan mengucapkan doanya. Dalam persatuan tim, mereka berada pula dalam nuansa menempatkan rekan setim sebagai bermartabar, memiliki harkat kemanusiaan. Lalu, pada saat yang sama ada harapan bahwa penonton pun memiliki hal yang sama.
Dalam penerapan persatuan, baik tim peserta lomba/tanding, mereka menjaga persatuan agar mendapatkan hasil maksimal, atau bila tidak mencapai kemenangan, persatuan tetaplah terjaga di bawah kepemimpinan seseorang yang dituakan. Demikian seterusnya agar nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila diangkat dan diwujudkan dalam karakter, terlihat dalam sikap, tutur dan akta hidup sebagai anak bangsa, warga masyarakat. Sesuatu yang sifatnya ideal, bukan?
Siapakah yang dapat mewujudkan semua itu? Tidak mudah untuk menerapkan nilai-nilai luhur yang terdapat di dalam Pancasila ketika orang berada pada posisi peserta lomba/tanding dan penonton. Siapakah yang datang ke pemusatan masyarakat dalam dalam berbagai kategori dalam rangka perayaan hari Proklamasi tanpa membawa beban kemenangan? Siapakah yang datang ke sana hanya untuk berpartisipasi dan meramaikan (merayakan) tanpa indikasi imej hadiah? Siapakah yang datang dengan menihilkan semua itu?
Lomba/tanding, selalu akan meninggalkan kesan pemenang dan pecundang. Pemenang akan bergembira beberapa saat. Mereka akan meluapkan kegembiraan hingga melupakan kesulitan di rumah untuk sesaat lamanya. Mereka bagai tak ada hambatan dalam tugas ketika ekspresi keriangan ditampakkan. Mereka akan bertepuk tangan, meloncat hingga saling berpelukan. Mengarak anggota tim yang keluar sebagai pemenang merupakan salah satu tindakan penonton. Sementara yang dianggap/diasumsikan sebagai pecundang (kalah) diobok-obok, walau di sana ada segelincir orang membelai untuk menetralisir suasana hati karena kekalahan yang dideritanya.
Di dalam semua rangkaian kegiatan yang sifatnya pemeriahan, panitia yang dibentuk menjadi titik sentral pujian dan pukulan. Panitia akan dipuja-puja walau tidak dihunjukkan di hadapan mereka. Siapakah yang akan berterima kasih kepada panitia yang ditunjuk/dibentuk untuk merencanakan, mengorganisir sumber daya dan mewujudkan semuanya itu dalam aksi nyta di lapangan dan pentas? Sebaliknya, segelincir orang justru akan menuding panitia tidak becus bekerja, bahkan mengantar imej mereka pada penilaian secara individu atau institusi (organisasi kepanitiaan) sebagai nir-kapasitas dan kapabilitas.
Mengeliminir kekecewaan pada peringatan dan perayaan hari proklamasi dengan kegiatan lomba/tanding yang sifatnya pemeriahan tidaklah mudah. Hanya mereka yang dewasa dalam karakter bangsa sajalah yang dapat secara sportif menerima dan mengakui kelebihan dan kekurangan.Â
Hanya mereka yang berjiwa ksatria dan srikandi yang keluar sebagai pemenang, tetapi memeluk seterunya sesaaat yang dikalahkannya dan merangkulnya sebagai sahabat dan saudara.
Umi Nii Baki-Koro'oto, 24 Agustus 2023
NB: Catatan refleksi sesudah Perayaan Hari Proklamasi Tahun 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H