Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Suka membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa. Menulis puisi sebisanya

Selanjutnya

Tutup

Roman Pilihan

Sang Filsuf

3 Agustus 2023   08:42 Diperbarui: 3 Agustus 2023   08:56 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, Sumber: https://open.spotify.com/

Kelima kakek masih duduk di sana. Mereka menikmati rindangnya pohon besar itu. Angin sepoi memainkan dedaunan dan rerantingannya. Di seputaran pohn ada rerumputan tumbuh di sana berjarak-jarak. Batang-batang rerumputan menari dalam desing sayup bayu yang bermain-main bersama mereka. Beberapa ekor kumbang turun di bebungaan semak-semak. Mereka mengambil madu dan kembali ke sarangnya yang jauh dari jangkauan rabaan dan rogohan.

"Pengecut ... sudah bajingan pengecut pula... ! Kembali pernyataan ini mengiang-ngiang di telinga kelima kakek-kakek itu. Wajah mereka memerah. Hendak menggeram, rasanya tidak perlu berhubung gigi mereka mulai berkurang, tetapi gestur menunjukkan kekecewaan dan emosi. 

Seorang di antara kelima kakek mengambil android. Rupanya Sang Kakek Gaul yang uzur pun mengikuti tren zaman. Ia memanfaatkan produk teknologi dengan berbagai varian tools. Ia membuka android dan menggunakan mesin pencari. Berita-berita seputar kecemasan publik dibacakan dengan suara lantang. Keempat sahabatnya mendengarkan sambil termangu-mangu.

"Laporan sudah kami layangkan. Kami sungguh berharap pihak yang memahami pasal dan ayat undang-undang dapat melakukan proses pada Sang Filsuf. Ia telah melecehkan kepemimpinan nasional!" Sepenggal video diperdengarkan oleh Sang Kakek Gaul. Mereka kembali dalam keheningan. Apa daya mereka sebagai kakek-kakek di pedesaan. Sementara keheningan berlangsung, Kakek Gaul menggosok-gosok layar android. Ia menemukan video lain yang menarik. Volume android ditekan untuk makin keras sampai ke telinga para sahabatnya.

"Mereka tidak paham kritik. Aku mengkritisi kebijakan sehingga tidak menyerang personal!" suara itu terdengar jelas oleh kelima kakek.

"Rasanya Sang Filsuf keliru. Dia lupa atau salah ingat bahwa jabatan itu disandang oleh seseorang. Jabatan tidak dilekatkan pada gedung dan graha. Jabatan dilekatkan pada individu setelah memenuhi segala kriteria bahkan kriteria tersulit sehingga ia bagai masuk melalui lubang jarum. Jadi, ketika dia memaki jabatan, pada saat itu dia menghina orangnya sekaligus." Demikian opini yang agak panjang dari Kakek Gaul. Kakek Gaul mengikuti perkembangan informasi setiap saat. 

Nagari kepulauan kini sedang ada dalam kegemasan. Gemas dan cemas berpadu dalam rasa. Hukum bagai tak berkutik berhadapan dengan Sang Filsuf. Bila komunitas menggelar demonstrasi, negara harus menguras isi pundi-pundi untuk menata dan mengatur keamanan dan ketertiban. Bila tiada demonstrasi, Sang Filsuf makin menjadi-jadi. 

Kakek Gaul mendapati dalam androidnya jejeran balasan pada Sang Filsuf. Kini, Sang Filsuf yang dijunjung dan diagungkan sedang berada dalam posisi off side. Publik nagari kepulauan tak melakukan pinalti secara utuh sempurna padanya. Publik berteriak dalam goresan berwarna-warni pada dinding-dinding media sosial dan kanal aplikasi. 

Mereka yang berdiri mengitari Sang Filsuf membisu. Mulut dan mulut mereka dipalingkan ke arah kekonyolan menanti datangnya nutrisi baru yang menghidupkan. Sang Filsuf mulai layu, sementara kanal penyalur nutrisi merayap agar tak mengesankan motivasi. 

Wahai sahabat, Tersenyumlah

Umi Nii Baki-Koro'oto, 3 Agustus 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun