Pengantar
Hari ini, Selasa (1/8/23), ketika mengikuti Sosialisasi Asesmen Nasional dan Rapat Koordinasi Kepala SD/SMP se-Kabupaten Kupang, beberapa materi disajikan oleh para narasumber seperti: Asesmen Nasional Berbasis Komputer tahun 2023 (ANBK 2023), Berbagi Praktik dilakukan oleh Trisula Guru Motivator Kabupaten Kupang, dan Dapodik.
Di antara materi yang disajikan, ketika materi sosialisasi tentang sekolah sehat, pemateri mengucapkan frasa sebagaimana PA kutip dan tempatkan di judul tulisan ini: Guru Agen Perubahan (the agent of change). Apakah  Sang Pemateri keceplosan mengucapkan frasa ini? PA pastikan dia tidak keceplosan. Dia sungguh-sungguh sudah paham apa yang diucapkan, dan bahkan sudah berupaya memberi contoh. Contoh-contoh dari sang pemateri Gemar Minum Air (GMA); Kantin Sehat  (KS); makan pisang dan ubi rebus (Makpur); dan beberapa yang lainnya. "Masukkan program-program seperti ini dalam Kurikulum Operasional Satuan Pendidikan (KOSP)." demikian Sang Pemateri.
Kini, apa dan bagaimana guru agen perubahan?Â
Guru Agen Perubahan
Frasa pada judul ini bukan hal baru dalam dunia pendidikan. Siapa pun dapat menjadi agen perubahan bila melakukan sesuatu yang berbeda dari kebiasaan, kelaziman dan kejamakan. Seorang petani ladang (peladang) berpindah berhenti dari pendekatan lama yang sudah jamak, ia melakukan diversifikasi dan mengintensifkan lahan pertaniannya dengan pendekatan yang terlihat maju. Produk bertaninya meningkat dan berdampak pada perputaran ekonomi keluarga. Ada efek pada petani lainnya yang juga mulai meniru, maka petani itu menjadi agen perubahan pada komunitasnya.
Bila merujuk contoh sederhana di atas, dan mengajukan pertanyaan, apa itu agen perubahan? Jawaban sederhananya yakni: seseorang atau sekelompok orang yang memberi pengaruh dengan mempelopori sesuatu yang sifatnya inovatif-kreatif dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik, sekaligus publik dapat meniru dalam aplikasi nyata.
Nah, kiranya demikian hal yang mirip dengan hal itu terjadi dalam ekosistem pembelajaran, khususnya dalam lingkungan sekolah. Â Kepala Sekolah (yang juga guru) dan para guru yang stagnan dengan nuansa proses pembelajaran (datang, mengajar, pulang), maka rasanya sekolah itu sedang tidak bergeser. Biasa saja. Lumrah.
Kurikulum Merdeka memberikan keluasan untuk mengembangkan sesuatu yang kiranya mengantar para guru  "menggeser" kelaziman dan kejamakan ke arah yang terlihat berubah. Sikap dan tindakan yang "menggeser" itu bila terlihat baik, positif dan mendapat respon baik dalam internal dan eksternal sekolah, maka kiranya hal itu telah terlihat perubahan. Siapa yang menggerakkannya? Guru dan Kepala Sekolah.
Dalam hal "menggeser" kelaziman atau kejamakan di dalam lingkungan sekolah agar ekosistem pembelajaran menjadi hidup dan berkembang, dibutuhkan kemauan (willing) dan tekad  (determination) yang kuat. Â
Pada bagian pengantar tulisan ini, PA memaparkan beberapa program yang sifatnya aplikatif-operasional oleh Sang Pemateri yang juga kesehariannya bertugas sebagai Kepala Sekolah. Ia memasukkan program-program itu ke dalam Kurikulum Operasional Satuan Pendidikan yang dipimpinnya. Ia menjadi pionir yang memulai dan sekaligus memberi pengaruh pada rekan-rekan guru dan naradidik.
Contoh program yang memberi pengaruh pada perubahan sikap guru dan siswa, GMA ~ Gemar Minum Air. Program ini mewajibkan siswa membawa air minum. Air minum yang dibawa oleh siswa tentulah diisikan di dalam botol. Hal ini kemudian mencegah siswa membeli air kemasan (air mineral). Siswa yang minum air yang dibawanya sendiri, kemudian mengurangi sampah plastik dari air kemasan. Program yang demikian memberi perubahan pada sikap guru dan siswa. Hal yang sama terjadi pada programn apa yang disebut makpur (makan pisang  dan ubi rebus). Program ini dilakukan sekali seminggu untuk mengurangi ketergantungan pada produk makanan jajanan yang dijual bebas di sekitar sekolah. Hal ini berdampak bukan saja pada perubahan pola makan jajan siswa di sekolah, tetapi pada sikap untuk mencintai produk makanan sehat dari rumah, sekaligus makanan lokal yang tanpa zat tambahan (additives) seperti pewarna dan pemanis.
 Bagaimana agar dapat menjadi guru yang memberi perubahan di sekolah?
Sekali lagi Kurikulum Merdeka membuka ruang untuk maksud ini. Kepala Sekolah dan Guru di sekolah secara bersama merencanakan program yang tepat sesuai konteks di mana sekolah berada. Program yang mudah dilaksanakan oleh karena bersesuaian dengan konteks sehingga tidak meribetkan. Misalnya, satu satuan pendidikan yang berdiri di atas lahan yang cukup luas, bukankah diperlukan program berkebun? Hal ini tentu cocok dengan sekolah-sekolah pedesaan (di Kabupaten Kupang). Â Lalu, bagaimana dengan sekolah yang tidak mempunyai halaman dan kintal/lahan yang luas?
Kepala Sekolah dan Guru sebagai agen perubahan tidak harus stagnan pada kondisi yang demikian. Beberapa sekolah tidak memiliki lahan yang luas. Lahan yang tersedia hanya untuk ditempati oleh gedung sekolah, bahkan lapangan olahraga pun tidak tersedia. Mungkinkah kepala sekolah dan guru akan berdiam diri dan skeptis dengan perubahan yang semestinya dapat diwujudkan? Tidak! Kepala Sekolah dan guru, terlebih yang ada di pedesaan selalu diasumsikan sebagai orang cerdik pandai, tempat di mana pengetahuan dan solusi dari sebahagian persoalan di dalam kampung, maka tentulah akan dapaat menemukan program yang tepat untuk dapat memberi sesuatu yang sifantnya perubahan (changer).
Dalam dunia digitalisasi zaman ini, kepala sekolah dan guru kiranya harus "mewajibkan" diri berkejaran dengan pengetahuan dan ketrampilan. Kepala Sekolah dan guru yang terus belajar meng-update pengetahuan dan ketrampilan sudah menjadi tuntutan zaman ini. Model Pembelajaran sudah begitu variatif, hingga pengetahuan dan ketrampilan tentang pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Pada titik lingkungan sebagai sumber belajar, KOSP akan diisi. Mengisinya dengan program yang jelas dan pasti dapat dilaksanakan.
Penutup
Hari ini, Selasa (1/8/23), pencerahan kembali dilakukan. Para Kepala Sekolah dan Guru yang mengikuti sosialisasi Asesmen Nasional yang dipadu dengan rapat koordinasi Kepala SD/SMP se-Kabupaten Kupang (akan) berakhir. Semangat untuk berada di ranah perubahan terus digairahkan oleh para Trisula Guru Motivator Kabupaten Kupang. "Bergeser" sedikit saja dari kelaziman dan kejamakan akan berdampak pada perubahan yang diharapkan. Bergeser membutuhkan program yang aplikatif-operasional. Maka, himbauan dalam acara ini yakni, buatlah observasi lingkungan sekolah (yang sesungguhnya tidak amat diperlukan lagi), progrmakkan miniman satu program yang benar-benar dapat dilakukan. Dokumentasikan dan bagikan kepada sesama guru dan para pemangku kepentingan di sekitar sekolah.Nantikan dan rasakan hasilnya.
Umi Nii Baki-Koro'oto, 1 Agustus 2023
PA ~ Pemulung Aksara ~ Heronimus BaniÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H