Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Suka membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa. Menulis puisi sebisanya

Selanjutnya

Tutup

Roman Pilihan

Nada Sendu Gemintang Berbalut Suram

17 Juli 2023   22:29 Diperbarui: 17 Juli 2023   22:42 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: pixabay.com

Senja menyela, "Wahai Jagad dan Cakrawala. Tidak tahukah kamu bahwa dunia medsos sedang menggila? Kepopuleran sosok di medsos jauh melebihi media arus utama. Tak perlulah untuk proses sunting dan sidang redaksi."

Benarlah demikian. 

Gemintang kembali dalam kesuraman rasa. Guratan pada wajahnya terus mengalirkan aksara penuh cerita berangkai.

Sepatu raksasa dipolemikkan. Bambu berangkai-rangkai karya seniman kocak dibongkar. Sungai dengan aliran air berlendir dalam corak warna menarik nian. Alirannya mengular sepanjang garis-garis kehidupan kota. Kaum perkotaan tetap mampu hidup di sepanjang aliran sungai berlendir sambil melepas penat dan hajat.

Pemukiman bukan digusur tetapi digeser. Ya, digeser ke tempat yang lebih nyaman. Menggesernya dengan cara membongkar agar memudahkan cara menggeser. Ketika tiba di tempat nyaman, berdirilah bangunan mewah yang mendulang harapan untuk masa depan. Sementara pencaharian untuk pendulangan itu makin jauh.

Di bibir bangunan raksasa berdaya tampung nyaris ratusan ribu orang, berdiri kaum margin memegang spandung bertuliskan:

KAMI MENAGIH JANJI MANISMU, TUAN 

"Aku telah memberikan semuanya padamu. Kata dan akta telah kutorehkan dalam kota. Di kotamu, kota kita bersama, hidup makin nyaman. Kutinggalkan prasasti megah dan kamu tak mengetahuinya?" Begitulah pernyataan dalam nada tanya dari Sang Tuan.

Gemintang Suram menyaksikan. Ia tetap membisu. Dalam kebisuan itu ia menyimpan kisah pada guratan wajahnya. Aksara tipis ditilikkan menjadi ilham perupa makna.

Malam makin larut. Sebarisan bintang kecil berkeriapan mengelilingi Gemintang Suram. Lalu kisahnya pun dilanjutkan.

Para abdi paranormal telah meramalkan tentang satu hari istimewa. Irama gempita istana akan diselipkan dalam kebisingan kota-kota dalam nagari. Irama itu telah diketahui nadanya, namun tak kunjung jua tiba pada hari yang menjadi kebiasaan. 

Lantas kebiasaan itu diganti. Entah bagai binatang merayap yang mengganti kulitnya agar makin mengkilap. Lidahnya dijulurkan memberi tanda mempermalukan abdi paranormal. Mereka tersipu-sipu manakala hari yang dipatok benama Rabun menjadi Isnen. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun