Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Bahasa dan Kebudayaan masyarakat turut menjadi perhatian, membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Selebrasi Puncak Perayaan Hari Kelahiran Herodes dan Puisi Butet Kertaredjasa

30 Juni 2023   10:05 Diperbarui: 30 Juni 2023   10:10 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dendam kesumat dihidupkan oleh ibunya. Dendam itu dihidupkan menjadi kobaran api dalam perapian yang siap membakar hangus objeknya. Maka,  Sang Seleb lugu ditunggangi. Ibunya pun melantunkan nada bermuatan api kebencian. 

"Pergilah dan mintalah kepala Yohanis Pembaptis dari Sang Raja (Herodes)!" (parafrasa, Mrk.6:24).

Herodes tak dapat menarik kembali kata-kata yang digemakan di dalam ruangan itu. Gendang telingat para tamu VVIP dan publik telah bergetar. Semuanya mengubahkan rona senyum dan tawa menjadi pucat pasi dan tegang. Mungkinkah tensi olah pikir dinaikkan kembali dan gengsi akan diturunkan agar Sang Herodes tersungkur menutup wajahnya? Lalu bersiap untuk menerima buli publik dan ketidakpercayaan para pejabat daerah, para komandan tentara dan pemangku kepentingan lainnya?

Sang Raja Herodes tidak menarik kembali ucapannya. Sekali meludah tak akan pernah lidah menjilat ludah itu. Ia pun memberi perintah untuk memotong kepala Yohanis Pembaptis. Yohanis Pembaptis pada saat itu berada di dalam penjara. Kepala yang terpotong itu ditempatkan pada satu dulang. Dulang bertakhtakan kepala seorang yang dipenjarakan itu diterimakan kepada Sang Pendendam, ibu anak itu, isteri Herodes.

Suatu puncak perayaan dengan selebrasi mewah, mengesankan sekaligus meninggalkan luka dan duka. Kemewahan terlihat pada penyelenggaraan perayaan hari kelahiran Sang Herodes. Kesempurnaan ragam tampilan akan diceritakan dan dipublikasikan. Demikian hal yang sama yakni luka dan duka itu pun akan menyebar dari mulut ke mulut dan dari masa ke masa. Entah akan terus bersinar atau akan sirna.

Puisi Butet Kertaredjasa pada Haul Bung Karno Juni 2023 sebagai suatu "selebrasi"

Seniman Butet Kertaredjasa, Sumber: https://rm.id/baca-berita/nasional
Seniman Butet Kertaredjasa, Sumber: https://rm.id/baca-berita/nasional

Dari (sumber) ini secara ringkas publik mengetahui penyelenggaraan Haul Bung Karno pada Juni 2023 ini. Kader PDI-Perjuangan dan para Soekarnois merayakannya di berbagai tempat, dan puncaknya di Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta. Suatu peringatan dan perayaan yang nuansanya antara kegiatan artistik humanis, sosial dan politik sulit diuraipisahkan. Tampilan para artis penyanyi, koregrafer tari menampilkan tarian secara massal yang menakjubkan, hingga orasi menggelegar suara di gedung dengan daya tampung nyaris mencapai ratusan ribu orang ini.

Semarak, meriah dan mewah. Luar biasa. Kira-kira demikian frasa yang dapat ditulis dan dilafalkan untuk mendeskripsikan apa yang terjadi pada Haul Bung Karno Juni 2023 ini. Acara yang begitu semarak, pesan nilai artistik, humanis dan sosial dapat dirasakan sebagai inspirasi pada kalangan seniman dan organizing committe (OC) di mana pun. Mereka yang merindukan menjadi orator, akan belajar trik tampilan, diksi dan gestur.

Butet Kertaredjasa. Publik sudah mengetahui siapakah dia? Seniman kondang. Setiap tampil di pentas, Sang Seniman yang satu ini akan selalu mendapatkan tepuk tangan gembira dan kesan membekas.  Diksi menggelitik rasa hingga menggelisahkan mereka yang disasar kritik. Kira-kira demikian adanya.

Pada puncak Haul Bung Karno Juni 2023 ini, Butet Kertaredjasa tampil dengan satu puisi, mungkin juga monolog. Puisi yang dibacakannya justru telah melahirkan polemik yang meramaikan jagad informasi. Bila menyebutkan cseara Sang Seniman sebagai suatu  selebrasi pada acara ini, maka ia telah membekaskan cerita dari mulut ke mulut. Ia telah menghunjukkan "hadiah" kepada Penyelenggara Haul Bung Karno. Hadiah itu diterima dan ditempatkan di arena polemik.

Kritik yang biasanya disampaikan oleh Sang Seniman, kini berbalik kepadanya. Ia dikritisi oleh beberapa kalangan, di antaranya oleh Acep Iwan Saidi (sumber).  "Licentia poetica memberi keleluasaan kepada penyair untuk mengeksplorasi bahasa. Tapi, seleluasa-leluasanya, ia tetap berada pada batas poetica.  Poetica itu sendiri bukan melulu soal bentuk, melainkan substansi. Puisi bukan hanya perkara kata ditata, melainkan juga makna dikelola." 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun