(sekali ini PA mau mencoba main-main kata dalam Roman, haha... Â )
Juni akan segera berakhir. Hitungan hari makin mendekat menyempit dan menjepit akhir Juni. Ia tidak lagi malu-malu sebagaimana awalnya. Ia tidak pula garang menyengat kulit  saat mengundang surya menyiram bumi dengan cahayanya. Sesekali ia menggapai gemawan dalam bongkahan kecil yang terbang melintas menghalangi surya. Kini, di akhir Juni, ia memanggil sang mega bermuatan berat hingga menghitam. Di dalamnya menyisakan saldo butiran air langit. Lalu dimintakannya mencurahkan saldo itu secara perlahan dengan mainan bayu kenangan dalam butiran air. Permukaan bumi pun basah.Â
Pepohonan di bukit Sismeni - Sanam pulau Timor tersenyum. Tak ketinggalan bukit batu Fatule'u di Kabupaten Kupang hingga padang sabana di Amfo'an Raya. Pepohonan hutan ampupu bergirang sambil melambai-lambai Rerumputan di padang-padang sabana kecil Pah Meto' merona wajah hendak menaikkan hijau muda tunas baru.Â
Peternak saling berbisik, masih ada sisa percikan air dari langit. Sisa itu tersimpan rapih di dalam bungkus sang mega. Arak-arakan sang mega bersama bayu bagai karnaval udara. Sejuk. Gelap. Sepoi sejenak. Â Percikan itu berlanjut menjadi pancuran besar dengan jutaan butir air.Â
PA duduk di ruang pulung aksara, tersenyum setelah melintasi hutan. Kuyup. Kabut merayap tak memberi ruang pada gerak maju si roda dua. Â Genangan, becek di lintasan tengah hutan dengan aspal berkeping-keping.
Juli malu-malu untuk merapat, tak rela membuka tabir wajahnya. Ganteng? Cantik? Bopeng? Akh... kepastiannya, hitungan dan sebutan hari tetap, tanggal pun tak berubah. Â Tujuh hari dalam seminggu, angka berderet maju, dan berulang kembali pada bulan berikutnya.
Tersenyumlah.
Umi Nii Baki-Koro'oto, 29 Juni 2023
PA ~ Pemulung Aksara
Heronimus Bani
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H