Hari ini, Rabu (24/5/23) PA didatangi oleh 3 orang dosen dari Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) Kupang. Suatu kehormatan bagi PA oleh karena ketiga dosen ini bergelar akademik yang top, Doktor. Bagi seorang guru SD seperti PA, kehadiran ketiga orang ini bukan sekadar kunjungan biasa, tetapi sudah luar biasa.
Tujuan kunjungan mereka yakni untuk berdiskusi sekaligu mendapatkan data dan informasi tentang beragam produk budaya yang nyaris punah atau bahkan sudah punah. Di antara yang diharapkan untuk dijadikan topik diskusi yakni, upacara Subat. Upacara subat yaitu, suatu upacara penguburan jenazah dari seseorang yang meninggal dunia. Subat dikenal luas pada masyarakat penghuni pulau Timor (atoni' Pah Meto'). Upacara ini pada ragam etnis atoni' pah meto' ada pula variasinya.Â
Kami berdiskusi khusus pada sub etnis Timor, Amarasi.
PA jelaskan bahwa sejumlah tulisan tentang produk dan praktik kebudayaan Subat telah bergeser bahkan telah digerus bagian-bagian yang dianggap "karat". Bagian-bagian yang dianggap karat itu menjadi penghalang pada masyarakat modern baik dalam pengertian sebagai penganut agama maupun manusia sebagai economos.
PA urai evolusi penggunaan peti jenazah. Mula-mula orang Timor tidak mengenal peti jenazah. Jenazah cukup dibungkus dengan tikar atau kain. Jenazah yang dibungkus itu kemudian diikat agar tikar atau kain tidak mudah terlepas. Selanjutnya jenazah akan diusung menggunakan dua batang kayu panjang untuk dibawa ke tempat penguburan.
Tahap kedua, jenazah dimasukkan ke dalam peti jenazah yang dibuat dari batang gebang (gewang). Hal ini menjadi pengetahuan karena batang gebang mudah dicungkil isi dalamnya setelah dibelah menjadi dua bagian, dimana seperempat bagian menjadi penutup dan tiga perempat bagiannya menjadi badannya yang kelak berfungsi untuk menempatkan jenazah di dalamnya. Pada tahap kedua ini, jenazah sudah tidak diikat tetapi telah ditempatkan ke dalam peti.
Tahap ketiga, jenazah dimasukkan ke dalam peti jenazah yang terbuat dari batang pohon kapok. Pohon kapok yang besar, batangnya lebih mudah dibelah dan dicungkil daripada batang gebang. Pada saat menggunakan batang kapok, orang mulai menggambar pada kain penutup peti. Gambar yang dibuat yakni gambar perahu. Perahu sebagai simbol pelayaran menuju ke tempat baru. Perahu itu digambar bukan dengan kapur tulis tetapi dengan menarik benang putih. Ketika itu orang sudah mengenal agama Kristen dan Katolik sehingga ditempatkan pula gambar salib.
Selain tahapan di atas, PA mengisahkan pula tentang peratap, orang yagn menangis sambil bercerita. Menangis sambil bercerita itu disebut meratap. Dalam meratap seseorang atau dua orang, atau bahkan lebih, mereka akan bercerita tentang semua jasa baik dari orang yang meninggal dunia. Biasanya ratapan ini diiringi tangisan biasa dengan nada berbeda.Â
PA menceritakan  banyak hal hari ini kepada ketiga dosen ini. Mereka akan kembali lagi dalam riset untuk menghasilkan buku setiap tahunnya. Fokus mereka pada kebudayaan masyarakat Nusa Tenggara Timur khususnya di pulau Timor. Hal ini disadari karena dalam budaya oral banyak kisah tanpa bukti tertulis sehingga dapa saja berubah-ubah dari masa ke masa.