Pengantar
Dua topik pembahasan cendrung panas di pentas nasional yang tensi dan atensi publik meningkat. Topik pertama, Publik menaikkan atensi kepada Gedung Kura-kura dimana Menkopolhukam Prof. Mahmud MD duduk bersama Komisi III DPR RI membahas transaksi keuangan yang janggal yang nilainya fantastis, 349 milyar rupiah.Â
Topik kedua, tentang pembatalan tuan ruman Indonesia untuk menghelat sepakbola sejagad untuk kategori U-20. Pembatalan dilakukan oleh otoritas organisasi sepakbola dunia, FIFA. Utusan khusus Presiden yaitu Erick Thohir yang menemui Presiden FIFA di Duha tak berhasil melobi, alias gagal.
Tensi publik naik entah mencapai berapa derajat oleh karena dua topik ini. Pada topik pertama, berhubungan dengan politik, tindak pidana pencucian uang, dan "gangguan" ekonomi serta dampak lainnya termasuk kemungkinan dramatis misalnya, resuffle kabinet.Â
Sementara topik kedua, berdampak pada kekecewaan yang dimulai dari para pemain sepakbola U-20 yang sudah siap fisik dan psikis, organisasi sepakbola di semua jenjang, Presiden dan Kabinetnya, mungkin sebahagian anggota DPR, terutama kawula pecinta sepakbola.Â
Bagi dunia sepakbola di Indonesia, rasanya tak akan ada lagi kesempatan kedua untuk menjadi tuan rumah perhelatan sepakbola sejagad. Semua ini terjadi karena alasan politik, tidak ada hubungan diplomatik NKRI - Israel.
Nah, dunia pendidikan belajar apa?
Nilai Sportivitas dan Fair Play
Rasanya, sportivitas sudah meresap dalam darah atlit olahraga apa pun. Sportivitas sebagai suatu sikap dimana seorang atilit olaraga harus mengakui keunggulan lawan dan mengintrospeksi diri atas kelemahan dan kekurangan.
Lalu, fair play secara harfiah artinya bermain jujur dan adil. Jadi, cabang olahraga manapun mengajarkan dan menginjeksikan ke dalam darah atlit dan penontonnya sikap sportif dan kejujuran.
Beberapa hari ini di atas panggung publik Indonesia, bertebaran permainan bola politik. Bola politik itu ditempatkan di titik tengan lapangan permainan. Saat itu FIFA mengarahkan bola ke arah PSSI, dan disambut meriah bahkan dengan tepuk tangan (1) Suatu perkembangan yang luar biasa ketika ada kekuatiran mengenai keamanan (ketertiban penonton) dan kenyamanan.Â
Keamanan dan ketertiban menjadi faktor penting. Indonesia punya rekam jejak yang kiranya dinilai kurang dalam hal keamanan pada saat menghelat sepakbola. Olahraga yang sangat digemari pada semua kalangan.Â
Bola beralih dari kaki PSSI ke dalam ruang-ruang rapat untuk penentuan besarnya anggaran yang harus disiapkan oleh negara baik untuk kesiapan para pemangku kepentingan (SC, Panitia, Pelatih/Manager, Pemain, Pemerintah Daerah, dll); dan kesiapan fisik yakni stadion yang harus memenuhi standar internasional.
Pada posisi bola berada di tangan pemerintah yang menyiapkan anggaran, terlihat anggaran yang amat besar demi menghelat pertandingan sepakbola dunia untuk kategori U-20. Artinya, pemerintah, PSSI dan pemangku kepentingan dalam dunia persepakbolaan Indonesia sudah sangat siap.Â
Kesiapan ini akan berdampak baik untuk menggerek kredibilitas Pemerintah, bangsa dan negara pada umumnya. Gerekan naiknya kredibilitas bangsa dan negara ini akan mengarahkan pandangan dunia ke Indonesia sebagaimana yang terjadi ketika pertemuan G-20 berlangsung di Denpasar-Bali.
Bola bergeser ke daerah dimana Pemerintah Pusat dan PSSI berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah untuk kesiapan fisik stadion. Sudah dapat dipastikan bahwa Gelora Bung Karno akan menjadi tempat prioritas. Gelora Bung Karno sudah berada dalam taraf standar internasional.Â
Selanjutnya, Stadion Pakansari, Bogor. stadion Manahan Solo, stadion Mandala Krida Yogyakarta, Gelora Bung Tomo Surabaya, dan stadion Kapten I Wayan Dipta Gianyar-Bali. Masing-masing stadion ini telah dikunjungi untuk memastikan segala hal yang disesuaikan dengan standarisasi satu bangunan stadion untuk perhelatan sepakbola level internasional.
Pada saat PSSI dan Pemerintah Daerah Provinsi dimana stadion-stadion berada sedang dalam persiapan (renovasi, dan lain-lain) tak kalah menariknya yakni persiapan tim nasional sepakbola U-20 yang biasa disebut Garuda Muda.Â
Rasanya prosedur tetap yakni menyeleksi pemain, pemusatan latihan, dan uji coba di beberapa tempat bahkan ke luar negeri. Tim yang tentu merupakan pemain-pemain berbakat, potensil, dapat diandalkan baik oleh pelatih, PSSI, pecinta sepakbola hingga bangsa dan negara ini pada umumnya.Â
Pemerintah melalui PSSI telah mengucurkan anggaran sebesar 500 milyar rupiah untuk mereka disiapkan secara maksimal menuju piala dunia U-20 tersebut, apalagi penyelenggaraannya di dalam rumah sendiri, Indonesia.
Bola matang sudah siap di kaki PSSI dan timnas Garuda Muda di bawah Shin Tae-yong dengan dukungan Indra Sjari dengan squad sebanyak 29 orang benar-benar telah siap.Â
Darah telah dididihkan dengan bara merah-putih. Uap panas bumi nusantara menguap menghangatkan dukungan moril publik Indonesia. Payung kesegaran dan kesejukan udara dan cakrawala berawan cerah menjadikan gerak raga seluruh kaum ke pentas piala dunia U-20 makin kuat.
Publik mengarahkan perhatian ke stadion-stadion dimana kualifikasi sepakbola U20 sedang berlangsung. Publik dan seluruh pemangku kepentingan tak pernah menduga bahwa satu tim dari negara kecil bernama Israel, lolos baba final.
Ketika bola sementara dimainkan, FIFA meniup peluit untuk mengundang perhatian untuk beristirahat. Pada saat istirahat inilah FIFA akan melakukan penarikan undian untuk menentukan tim-tim sepakbola U20 dalam grup-grup. Denpasar-Bali ditunjuk sebagai tuan rumah penyelenggaraan apa yang disebut drawing.Â
Sungguh disayangkan, Pemerintah Provinsi Bali melalui Gubernur Bali, I Wayan Koster menanyakan sesuatu yang bukan urusan olahraga tetapi dibaurkan ke dalam olahraga, yakni hubungan diplomatik NKRI-Israel. Dalam hal yang demikian, bola di tengah lapangan permainan kini beralih ke luar lapangan. Out.Â
Para pemangku kepentingan di luar sepakbola memulai satu babak tersendiri di luar lapangan sepakbola. Mereka itu yakni pejabat daerah hingga pejabat di pusat. Menhan, Prabowo Subianto, Gubernur Bali, I Wayan Koster, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, Walikota Solo, Gibran Rakabuming Raka, dan lain-lain.Â
Selanjutnya beberapa anggota DPR RI, Partai Politik tertentu, Pengamat olahraga sepakbola, Â organisasi kemasyarakatan keagamaan tertentu, dan lain-lain. Semuanya memainkan bola ketika FIFA meniup peluit tanda istirahat sesudah kualifikasi piala dunia U20. Mata dunia dan FIFA diarahkan ke Indonesia.
Bola politik mengerucut menjadi bola polemik dan adu argumentasi. Publik tak diam. Ada yang menyoraki indikasisi entah pro kebijakan luar negeri dimana NKRI tidak mempunyai hubungan diplomatik dengan Israel sehingga pintu tertutup untuk timnas Israel datang ke Indonesia. Sementara yang pro sportivitas rindu menempatkan olahraga pada posisinya sehingga tidak dibaurkan dengan politik, khususnya politik luar negeri NKRI.
Presiden NKRI, Ir. Joko Widodo pun bersikap pada bola polemik dan argumentasi di dalam negeri yang kontra produktif. Ia mengutus Ketua Umum PSSI, Erick Thohir untuk melakukan pertemuan (lobby) Presiden FIFA, Giovanni Vincenzo Infantino  di Daha, Qatar (29/3/23) (2)  Hasilnya, FIFA removes Indonesia has host of FIFA U-20 World Cup 2023 (3)
Kini Indonesia  kecewa dan menangis. Mengatupkan bibir pada mayoritas publik. Pada kalangan pro politik luar negeri Indonesia, tentu ada kemenangan politis. Mereka bertepuk tangan di luar lapangan sepakbola. Bola kembali ke tangan FIFA. FIFA akan menempatkan bola ke tengan lapangandi tempat yang akan ditentukan dalam waktu singkat ini.
Penutup
Publik dan pecinta sepakbola Indonesia serta seluruh pemangku kepentingan kembali ke dalam nilai kejujuran permainan (fair play). Mari jujur pada diri sendiri dan pancarkan kejujuran itu ke dunia luar agar mereka mengetahui bahwasanya kita jujur.
- kita perlu jujur bahwa bila politik luar negeri kita yang bebas-aktif itu implementasinya tidak hanya mengarah ke satu negara saja, tetapi kepada bangsa/negara mana pun yang mengangkangi Hak Azasi Manusia (human rights). Oleh karena itu, perlu ada kebijakan yang terlihat khas dan khusus pada dunia olahraga terutama ketika berhadapan dengan negara yang tidak ada hubungan diplomatik.Â
- kita perlu jujur bahwa bila olahraga yang menjunjung sportivitas dan fair play sebagai prioritas di lapangan dan di luar lapangan, saling berpelukan, mengakui keunggulan lawan, mengakui kelemahan dan keterbatasan diri sendiri, maka kita perlu membenahi diri lagi untuk masa berikutnya.
- kita perlu sportif menerima keputusan FIFA yang pahit sepahit-pahitnya, bahkan sakit sesakit-sakitnya. Presiden NKRI Ir. Joko Widodo telah bersuara. Biarlah kita menghormati keputusan itu. Kita tidak perlus saling menyalahkan di dalam negeri.
- Mari sportif dan jujur pada diri bahwa akhirnya mimpi untuk menjadikan Garuda Muda mengepakkan sayap harus menjadi melipat sayap. Mari gerek bendera merah-putih, cukup sampai setengah tiang saja, tanda dukacita atas "kematian" rasa sportivitas dan fair play dari sebahagian kalangan, yang menjadi penyebab pembatalan perhelatan sepakbola piala dunia U-20 di Indonesia.
Akh... kira-kira demikianlah catatan seorang guru sebagai Pemulung Aksara di pedesaan yang ikut menaruh atensi pada topik paling panas di pentas nasional yang menginternasional.
Umi Nii Baki-Koro'oto, 31 Maret 2021
Heronimus Bani (Pemulung Aksara/PA)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H