Bahasa daerah akan lestari bila digunakan terus-menerus oleh pemiliknya, selanjutnya menjadi bagian dalam pembelajaran formal di sekolah (Roni Bani)
Pengantar
Unit Bahasa dan Budaya GMIT sebagai satu unit yang berada di bawah Majelis Sinode Gereja Masehi Injili di Timor (MS GMIT), ditugaskan untuk melakukan inventarisasi bahasa-bahasa lokal di dalam lingkungan pelayanan GMIT, menerjemahkan Perjanjian Baru ke dalam bahasa daerah yang sudah masuk dalam inventarisasi, serta pengembangan kurikulum pendidikan multi bahasa.
Unit ini mendapat izin untuk melakukan kerja sama dengan Non Goverment Organization manapun yang sedang berada dalam perhatian pada bahasa-bahasa daerah.
Salah satu di antaranya yakni Summer Institute Linguistics Internasional (SIL Intl). Dari SIL International ini berdatangan para pakar bahasa dari berbagai universitas ternama di dunia yang mempehatikan bahasa-bahasa daerah di seluruh dunia.Â
Inventarisasi bahasa-bahasa lokal oleh UBB GMIT bersama para pakar SIL International telah berlangsung di atas 20 tahun.
Belakangan ini SIL International sebagai lembaga sudah tidak lagi menjalin kerja sama dengan UBB GMIT, namun secara personal para pakar bahaa yang peduli akan ancaman kepunahan bahasa daerah, beberapa di antara mereka masih merindukan untuk bekerja bersama UBB GMIT.
Upaya dan kerja keras itu ditunjukkan dengan menyiapkan kurikulum berbasis bahasa anak, yakni bahasa ibu atau bahasa daerah.
Melalui Pendidikan Multi Bahasa (Multi Lingual Education ~ PMB/MLE)Â program ini dibangun dan dikembangkan. Pembangunan dan pengembangan ini secara bertahap yakni:
- inventarisasi bahasa melalui visitasi ke masyarakat pengguna bahasa daerah tertentu dan merekam (record) cerita atau percakapan bebas
- hasil rekaman dibuatkan dalam transkripsi bahan mentah
- bahan mentah hasil transkripsi diolah dengan metode ilmiah yang khas para pakar bahasa
- hasil analisis/olahan menjadi materi konferensi, lokakarya/workshop dan jurnal internasional (tidak sekali jagi, tetapi berkali-kali sehubungan dengan kajian-kajian ilmiah)
- Kajian ilmiah itu menyangkut beberapa hal di antaranya
- fonem/fonologi
- tata tulis, tata bahasa
- Kajian ilmiah itu menyangkut beberapa hal di antaranya
- persiapan praktis pada guru pengguna bahasa daeah aktif pada bahasa sasaran
- Pelatihan guru membuat kurikulum, buku guru dan buku siswa
Kerja keras ini telah sampai pada titik uji coba dalam dua tahun terakhir yakni tahun ajaran 2021/2022 dan 2022/2023. Uji coba dimulai dari unit pendidikan anak usia dini (PAUD).Â
Sementara itu guru yang aktif berbahasa daerah pada bahasa daerah sasaran, setelah terlatih mendapat peluang untuk membuat buku-buku cerita bergambar. Buku cerita bergambar dimulai dari apa yang ada di sekitar anak.
Menulis buku Cerita Bergambar
Kesempatan menulis buku cerita bergambar dengan pendekatan multi bahasa sudah dimulai oleh banyak guru di berbagai belahan dunia (Negara).
Para para menceritakan dalam konferensi-konferensi internasional yang membahas perhatian mereka pada bahasa daerah, membuktikan bahwa bahasa daerah selain terancam punah, sesungguhnya merupakan dasar yang kuat untuk belajar bahasa berikutnya.
Anak pada dasarnya dilahirkan dan dibesarkan pada lingkungan yang menggunakan bahasa ibu, bahasa daerah. Maka, bahasa yang digunakan sehari-hari di rumah dan lingkungan pergaulannya itulah yang mulai diangkat, diolah dan diprosesbelajarkan pada anak.
Buku-buku mulai ditulis, diproduksi dan dibagikan ke unit pendidikan yang menjadi sasaran uji coba. Hasilnya mengesankan.Â
Saya, salah satu di antara para guru yang mendapat kesempatan beberapa kali untuk menjadi bagian dari proses ini. Saya pun mulai dan telah menjalani tugas untuk menulis buku-buku berbahasa daerah yang khas dan sesuai perkembangan usia dan kemampuan anak membaca.
Rekan-rekan pada UBB GMIT, selain melakukan pelatihan guru, juga memproduksi buku saku dengan gambar dan teks-teks sederhana. Anak-anak mendapat kesempatan berlatih membaca bersama para guru.Â
Hari ini, Senin (20/3/23) saya sebagaimana biasanya bila ada guru yang tidak masuk sekolah atas alasan tertentu, atau ada guru yang terlambat masuk ke kelas, saya memanfaatkan peluang itu untuk menjajal kemampuan para siswa membaca.
Kemampuan membaca yang dimaksud itu tidak melulu pada kelas rendah, tetapi semua kelas wajib dapat membaca, termasuk dapat membaca teks berbahasa daerah mereka sendiri.
Pagi ini, saya berada di kelas 2. Setelah menjajal kemampuan membaca permulaan mereka dengan teks berbahasa Indonesia sederhana dari buku-buku cerita yang tersedia, saya lanjutkan dengan meminta mereka membaca buku berisi cerita berbahasa daerah.
Ternyata para siswa berebutan mengambil buku saku yang dimaksudkan. Buku-buku itu ditempatkan oleh guru kelas 2 di mejanya. Para siswa mulai membaca.
Secara bergiliran mereka membaca buku-buku berisi cerita dalam bahasa daerah mereka. Cahaya wajah mereka menyirtkan sukacita ketika membaca.
Beberapa masih tertatih-tatih, tetapi terus bersuara lantang agar didengar oleh guru yang meminta untuk membaca, sekaligus ia sendiri mendengar suaranya karena terganggu suara rekan di sampingnya.
Pembelajaran membaca buku-buku berisi cerita dalam bahasa deerah saya hentikan sebentar. Selanjutnya saya meminta mereka untuk membaca buku teks.
Buku teks yang dimaksudkan yakni buku-buku terstandar yang disiapkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek)
Saat membaca buku-buku teks ini, selanjutnya saya terinspirasi untuk menulis buku cerita sederhana dalam empat bahasa. Buku cerita sederhana ini, dimulai dari apa yang sudah menjadi pengetahuan anak.
Anak mengetahui dari lingkungan kehidupannya. Selanjutnya pengetahuan itu dikonversi ke dalam tulisan dan gambar, fungsinya:
- Gambar yang tersedia untuk mengantar imajinasi anak pada sesuatu yang sifatnya fakta dan ada di sekitar anak. Lebih baik lagi kalau anak memilikinya di rumah
- Memulai dengan kata yang juga sudah ada dalam pengetahuannya. Pengetahuan yang dimaksudkan di sini yakni pengetahuan berbahasa daerah.
- Anak yang sudah mengenal lambang bunyi dan mulai mengeja, akan perlahan-lahan membaca teks dalam bahasa daerahnya, tanpa harus belajar terlebih dahulu lambang bunyi. Lambang bunyi telah diajarkan dalam pembelajaran membaca permulaan oleh GuruÂ
- Membaca bersuara pada  kata-kata sederhana dalam bahasa daerahnya yang ditulis dalam buku cerita bergambar itu
- Selanjutnya anak membaca bahasa kedua, dan bahasa ketiga.
- Pada kelas selanjutnya, yakni pada kelas 4, 5, dan 6 mulai diperkenalkan membaca dalam bahasa terakhir yakni Bahasa Inggris.
Hasil kerja, walau hanya satu buku hari ini, tetapi telah menginspirasi dan memotivasi baik diri sendiri, maupun para siswa di sekolah dasar tempat saya bertugas.Â
Umi Nii Baki-Koro'oto, 20 Maret 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H