Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Bahasa dan Kebudayaan masyarakat turut menjadi perhatian, membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nono dan Nonot dalam Budaya Atoin Meto'

17 Februari 2023   09:36 Diperbarui: 17 Februari 2023   10:28 1588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengantar

Dalam beberapa waktu terakhir, seorang anak bernama Nono menjadi buah bibir di seantero jagad informasi dan dunia nyata. Orang menyebutnya bocah berumur 7 tahun yang luar biasa. Sang bocah mendapatkan nama yang sangat menterang oleh orang tuanya, Caesar Archangels Hendrik Meo Tnunay. Saya memberi warna hitam-tebal (bold) pada kata terakhir di ujung namanya ini. Mungkin saja di rumah ia dipanggil dengan nama pendek Sesar, Arca, Endi, Meo, tapi lebih nyaman memanggilnya Nono. Mengapa?

Dalam budaya Atoin Meto' (Orang Timor), khusus untuk pemberian dan penyebutan nama ada hal menarik di dalamnya. Orang Timor mengenal nama budaya sebagai orang Timor dan nama yang bukan asli sebagai orang Timor. (Tengok sumber satu dan dua).

Maka, ketika orang mengetahui nama Nono yang sesungguhnya dengan nama panggilan yang mudah, terasa ada perbedaan yang jauh

Tulisan ini akan mengulas secara gamblang beberapa istilah yang terasa mirip dalam bahasa Meto' yang digunakan oleh Atoin Meto', khususny pada sub suku Amarasi.

Nono, Nonot, Nonoh, Nono'

Bila memperhatikan istilah-istilah pada sub judul ini, konteks penggunaannya satu dengan yang lainnya saling berbeda. Di dalamnya ada yang bersifat nama orang baik pribadi maupun komunitas, ada yang nama benda dan ada kata sifat dan tindakan/perbuatan. 

Makna yang terkandung di dalam istilah-istilah di atas

  • Nono

Orang Timor mengenal dan memaknainya dalam empat versi.

Pertama, kata ini merupakan istilah yang khas untuk nama klan/marga Tnunay. Dalam budaya memberi nama pada kalangan Atoin Meto' ada yang disebut kaan akuf ~ kaan akun (terj.nama junjungan/nama terhormat). Bila sesama orang Amarasi menyebut nama dengan sebutan sebagaimana yang sudah digunakan untuk Caesar Archangles Hendrik Meo Tnunay, menjadi Nono saja, maka sesungguhnya telah mengangkat harkat klan Tnunay. Bila hanya menyebut nama sebutan pendek dari nama panjang yang diberikan kepadanya, maka orang menyapa pribadinya. Bila bertemu dengan seseorang dari Amarasi dengan klan/marga Tnunay, lalu menyapanya dengan aam Nono atau ain (iin) Nono , maka orang itu telah ditempatkan pada posisi sebagia bapak Tnunay yang terhormat) atau ibu Tnunay yang terhormat.

Kedua, masyarakat Pah Amarasi memaknai kata ini sebagai sesuatu yang ditempatkan sebagai sangat mulia yang tersirat pada setiap klan/marga. Bila orang berkata, "hai nono," maka pendengarnya yang dari sesama orang Amarasi akan segera memahami bahwa ada satu nama mulia di balik nama klan/marga. 

Contoh; Abineno sebagai nama klan/marga; nono-nya yakni nama terhormat (kaan akuf-akun) yaitu, Sei. Bila orang memanggil aam Sei atau ain (iin) Sei, maka sesungguhnya mereka sedang menyebut nono. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun