Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Bahasa dan Kebudayaan masyarakat turut menjadi perhatian, membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ternak Babi dalam Kurungan ASF, Insan Berakhlak Tewas

8 Februari 2023   20:48 Diperbarui: 8 Februari 2023   20:50 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Virus ASF masih Merajai Ternak Babi dan Trend Berita di NTT

Sejak tahun 2020 kabar tentang virus babi yang disebut ASF (African Swine Fever) merajai kolom berita dan ruang sidang di Senayan. Anggota DPR Pusat dari Fraksi PDI-Perjuangan, Yohanis Fransiskus Lema, S.IP,M.Si selalu menyuarakan hal ini dalam rapat-rapat dengan Menteri Pertanian, Syahrul Lasin Limpo.

Virus ASF yang lebih dikenal dengan istilah flu babi afrika telah menjadi hantu yang menakutkan karena gentayangan dan belum ada antivirusnya. Pemerintah dan para ilmuwan belum menemukan penangkalnya sehingga hantu gentayangan ini terus menggerogoti ternak babi di Nusa Tenggara Timur. Para peternak babi cemas sejak tahun 2020.

Kehilangan ternak babi dalam jumlah seekor mungkin terasa biasa saja, tetapi bila kehilangan karena mati mendadak di atas 100 ekor betapa ruginya [1]. Bayangkan harga seekor anak babi telah mencapai angka satu juta rupiah atau bahkan lebih. Harga satu ekor babi yang siap naik meja daging di pasar mencapai minimal lima juta hingga belasan juta, bahkan terkabar bila menyeberang antarpulau harganya mencapai puluhan juta rupiah. 

Di kota Kupang sudah banyak warung makan yang menyediakan daging babi dengan aneka racikan yang menjanjikan. Kuliner dengan racikan daging babi dipastikan menjadi incaran kaum yang suka menikmati daging hasil olahan dari ternak babi. Itulah sebabnya, peternak babi di Nusa Tenggara Timur mengharapkan Pemerintah dan para ilmuwan dapat menemukan penangkap virus ASF. 

Berita-berita tentang virus ASF [2] masih merajai media arus utama dan media sosial. Hal yang demikian ini mengganggu stabilitas harga ternak babi dan daging babi di pasaran. 

Mari saya ajak kembali ke judul tulisan ini. Mengapa anak judul kalimat merujuk pada insan berakhlak yang tewas? Simak cerita berikut ini.

Dalam beberapa waktu terakhir ini pihak Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Timur sedang gencar melakukan penyuluhan kepada peternak babi. Petugas-petugas lapangan (dokter hewan, perawat hewan dan tenaga medis hewan lainnya) bekerja keras untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat peternak babi, sekaligus cara pencegahan penyakit pada ternak babi. Petugas-petugas juga menyuarakan pentingnya melakukan check and rechek atas kebenaran berita-berita yang disebarluaskan melalui media sosial perseorangan. Peternak babi diharapkan tidak mudah percaya pada berita-berita yang demikian, lebih baik bagi mereka untuk menghubungi petugas penyuluh peternakan di lapangan daripada percaya berita yang tidak pasti sumbernya.

Petugas-petugas lapangan telah dan akan terus melakukan penyuluhan sambil menyemprotkan dis-infektan pada kandang-kandang ternak babi. Kepada para peternak diingatkan pula untuk selalu menjaga kebersihan kandang. Kandang pun sebaiknya dihindarkan dari kunjungan orang-orang yang besar kemungkinan membawa virus setelah berkunjung dari satu kandang ke kandang lainnya. Peternak pun mesti selalu menjaga kebersihan diri sesudah mengurus ternak babi. 

Petugas mengingatkan agar para peternak tidak dengan mudah membeli obat yang dijual secara bebas di toko-toko obat. Pembelian obat harus oleh petugas kesehatan ternak/hewan sehingga dapat dipertanggungjawabkan. Penyuntikan kepada ternak pun harus oleh petugas yang sudah memiliki kompetensi untuk hal ini.

Kabar terbaru, seekor babi sedang sakit. Beberapa orang merasa mampu menjadi "mantri hewan". Mereka menyuntik ternak babi yang sakit dengan dosis tinggi. Harapannya, dengan obat berdosis tinggi yang disuntikkan ke dalam tubuh ternak babi (pasien) yang sakit tersebut, maka penyakit akan segera "keluar dan lari". Faktanya berbeda. Ternak babi itu tewas.

Ternak babi yang tewas bukannya dibuang, tetapi ada 3 orang mengambil bangkai itu, dibakar dan dijadikan makanan yang nikamt. Kenikmatan itu ditambahkan dengan minuman beralkohol. Dampaknya sangat terlihat. Mereka meracuni diri sendiri.

Anggota keluarga membawa mereka ke rumah sakit. Dua orang tidak tertolong. Jenazahnya dibawa kembali untuk dikuburkan sesuai kebiasaan masyarakat setempat.

Di sini, ada pembelajaran yang teramat berharga. Maka, apa yang kiranya perlu mendapatkan perhatian?

  • Toko obat berizin sekalipun seharusnya tidak menjual/memberikan obat kepada orang-orang yang tanpa identitas yang pasti sebagai perawat atau dokter hewan. 
  • Jarum suntik untuk ternak/hewan pun sesungguhnya mesti berada di tangan para perawat atau dokter hewan, bukan pada peternak babi sekalipun itu hanya untuk menyuntikkan vitamin.
  • Peternak babi perlu melakukan koordinasi antarpeternak dan dengan petugas lapangan, dan segera melaporkan kepada instansi terkait tentang gejala sakit yang terlihat pada ternak babi
  • Petugas lapangan (perawat dan dokter hewan) yang sigap selalu di lapangan, walau harus diakui bahwa jumlah terbatas, wilayah yang harus dikunjungi menyebar.
  • Pemerintah desa/kelurahan dan secara berjenjang secara terus-menerus melakukan sosialisasi dengan memanfaatkan berbagai kanal media agar masyarakat (peternak) memiliki pengetahuan yang sama tentang penyakit pada ternak, pencegahan dan pengobatannya

Demikian kira-kira apa yang dapat saya papar di sini.

Bagaimana opini Sahabat?

Umi Nii Baki-Koro'oto, 8 Februari 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun