Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Suka membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa. Menulis puisi sebisanya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Monumen Tirosa Salah Satu Ikon Kota Kupang

5 Februari 2023   13:38 Diperbarui: 5 Februari 2023   13:44 1683
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi, foto dokpri RoniBani

Bila kita melakukan apa yang disebut gugling pada zaman digital ini, kita akan dengan mudah mendapatkan informasi, data dan dokumentasi (foto/gambar). Suatu perkembangan yang sangat menarik, membantu dan memudahkan. Dunia zaman ini sudah bagai satu kampung kecil saja dengan kunci dan pintu masuknya yakni seruas satu jari tangan (telunjuk) saja.

Salah satu di antara begitu banyaknya hal yang kiranya mudah ditemukan yakni monumen Tirosa. Satu monumen yang berdiri di pintu masuk ke kota Kupang ketika tetamu datang dari arah timur, misalnya dari Bandar Udara Internasional El Tari. 

Siapakah ketiga tokoh di atas?

Ketiga tokoh di atas mewakili etnis-etnis mayoritas di Kabupaten Kupang sebelum pemekaran. Kabupaten Kupang pada saat berdiri meliputi sebahagian daratan Timor Bagian Barat yang dihuni oleh etnis Atoin Meto' (Amfo'an, Am'abi, Amarasi, Fatule'u); Sabu dan Rote. Sementara etnis Helong yang menghuni pulau Semau tergolong sebagai Atoin Meto' sekalipun dari aspek bahasa, mereka mempunyai bahasa sendiri, yakni bahasa Helong.

Jadi Tirosa kiranya merupakan akronim dari Timor, Rote dan Sabu; dengan tokoh-tokoh; (1) Hendrik Arnold Koroh [sering pula ada yang menulis Hendrik Rasyam Koroh (H.R.Koroh)] mantan Ketua Dewan Raja-raja Timor, (2) Prof. Dr. Ir. Herman Johannes (mantan rektor UGM 1961-1966); dan Mayjend. TNI El Tari (mantan gubernur NTT  1966 - 1978). Ketiganya kiranya mewakili tiga etnis/entitas besar dalam Kabupaten Kupang.

H. Arnold (R) Koroh

Hendrik Arnol Rasyam Koroh (H. A. R. Koroh) merupakan salah satu Usif (raja) dalam dinasti Koroh yang berkuasa di Pah Amarasi. Dia merupakan salah satu usif yang memiliki pengaruh amat besar pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia. Hal ini terlihat dengan pertemanan/persahabatannya dengan Isaac Huru Doko ketika mereka mendirikan Partai Demokrasi Indonesia Timor (PDIT). Dapat di baca di sini

Hendrik A. R. Koroh lahir di Baun, 9 April 1904. Menempuh pendidikan di tiga jenjang sekolah berbeda lokasi yakni ELS di Kupang (1920), MULO di Batavia (1924) dan AMS di Jogjakarta namun tidak menampatkannya karena alasan politis yang dibuat oleh Pemerintah Hindia Belanda, Residen Timor di Kupang memanggilnya pulang untuk dinobatkan sebagai raja menggantikan ayahnya, Alexander Rasyam Koroh yang dipecat.

Hendrik A. R. Koroh yang dipanggil pulang justru tak dapat "diatur" oleh Residen Timor. Koroh menghadiri Konferensi Malino dengan menyuarakan integrasi ke dalam NKRI. Sekembalinya dari Konferensi Malino, para usif (raja) di Timor bertemu dalam suatu perundingan raja-raja Timor yang menghasilkan kesepakatan yakni mendukung perjuangan H. A. R. Koroh melalui meja perundingan bersama-sama para penjuang nasionalis lainnya.

H.A.R. Koroh pada Konferensi Malino; sumber: Digital Collections, Leiden University Libraries
H.A.R. Koroh pada Konferensi Malino; sumber: Digital Collections, Leiden University Libraries

Pada 21 Oktober 1946, Federasi Raja-raja Timor terbentuk dimana H. A. R. Koroh (Usif Amarasi) sebagai Ketua, dan A. Nisnoni (usif Kopan/Kupang) menjadi Wakil Ketua. Perjuangan integrasi Federasi raja-raja Timor dan sekitarnya ke dalam NKRI terus diperjuangkan sampai Belanda mengakui NKRI sebagai negara berdaulat.

Hendrik A. R. Koroh meninggal pada 30 Maret 1951. Ia dihormati dan disegani masyarakat (too ~ aaz) Pah Amarasi pada zamannya. Ia telah diusulkan untuk ditetapkan sebagai Pahlawan Perintis Kemerdekaan, namun belum diterima oleh pihak Kementerian Sosial RI melalui badan di bawahnya (sumber). 

Prof. Dr. Ir. Herman Johannes 

Prof. Dr. Ir. Herman Johannes merupakan salah satu tokoh nasional yang telah ditetapkan sebagai pahlawan nasional bidang nuklir. Data dan informasi (sumber) menunjukkan betapa ia bukan saja seorang guru/dosen, yang pada klimaksnya menjadi Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM 1961-1966), tetapi juga seorang politikus, ilmuwan, hingga menjadi seorang pembantu Presiden Soekarno, Menteri Pekerjaan Umum (1951-1956). Pada zaman Presiden Soeharto berkuasa, Herman Johannes menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung (1968-1978). 

Herman Johannes; sumber: https://priwisatantt.blogspot.com/
Herman Johannes; sumber: https://priwisatantt.blogspot.com/

Dari sumber yang sama diketahui rangkaian pendidikan hingga penghargaan yang didapatkan oleh Herman Johannes nampak seperti berikut ini.

Pendidikan

  • Sekolah Melayu, Baa, Rote, NTT, 1921
  • Europesche Lagere School (ELS), Kupang, NTT, 1922
  • Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), Makassar, Sulawesi Selatan, 1928
  • Algemene Middelbare School (AMS), Batavia, 1931
  • Technische Hogeschool (THS), Bandung, 1934

Pekerjaan

  • Guru, Cursus tot Opleiding van Middelbare Bouwkundingen (COMB), Bandung, 1940
  • Guru, Sekolah Menengah Tinggi (SMT), Jakarta, 1942
  • Dosen Fisika, Sekolah Tinggi Kedokteran, Salemba, Jakarta, 1943
  • Lektor, Sekolah Tinggi Teknik (STT) Bandung di Yogyakarta, 1946--1948
  • Mahaguru, STT Bandung di Yogyakarta, Juni 1948
  • Dekan Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta, 1951--1956
  • Dekan Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam (FIPA) UGM, Yogyakarta, 1955--1962
  • Rektor, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1961--1966
  • Koordinator Perguruan Tinggi (Koperti), DIJ-Jateng, 1966--1979
  • Ketua, Regional Science and Development Center (RSDC), Yogyakarta, 1969

Karier 

  • Anggota, Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), 1945--1946
  • Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga RI, 1950--1951
  • Anggota Executive Board UNESCO, Paris, 1954-1957
  • Anggota Dewan Nasional, 1957--1958
  • Anggota Dewan Perancang Nasional (Deppernas), 1958--1962
  • Anggota, Dewan Pertimbangan Agung RI (DPA RI), 1968--1978
  • Anggota Komisi Empat (Tim Pemberantasan Korupsi), 1970Anggota, Panitia Istilah Teknik, Departemen Pekerjaan Umum RI, 1969--1975
  • Anggota, Majelis Bahasa Indonesia-Malaysia (MABIM), 1972--1976
  • Anggota Pepunas Ristek, Jakarta, 1980--1985Anggota Dewan Riset Nasional, 1985--1992

Karier Militer

  • Kepala Laboratorium Persenjataan, Markas Tertinggi Tentara, Yogyakarta, 1946
  • Anggota Pasukan Akademi Militer Yogyakarta, Sektor Sub-Wehrkreise 104, Desember 1948--Juni 1949
  • Dosen, Akademi Militer Yogyakarta, 1946--1948
  • Pangkat terakhir: Mayor TNI, 1949
  • Komandan Resimen Mahakarta, 1962--1965

Organisasi

  • Christen Studenten Vereniging (CSV), Bandung, 1934
  • Indonesische Studenten Vereniging (ISV), Bandung, 1934
  • Timorese Jongeren/Ketua Perkumpulan Kebangsaan Timor (PKT), Bandung, 1934
  • Anggota, Angkatan Muda Pegawai Republik Indonesia (AMPRI), Jakarta, 1945
  • Ketua, Gerakan Rakyat Indonesia Sunda Kecil (GRISK), 1947
  • Partai Indonesia Raya (PIR) 1948
  • Ketua, Yayasan Hatta, 1950--1992
  • Pernah menjadi Ketua Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (KAGAMA), 1958-1961, 1973-1981[6]
  • Pernah menjadi Ketua Legiun Veteran Yogyakarta
  • Pernah menjadi pengurus Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Pusat
  • Anggota Persatuan Insinyur Indonesia (PII)

Penghargaan dan Tanda Kehormatan

  • Pada tanggal 19 Desember 2016, atas jasa jasanya, Pemerintah Republik Indonesia, mengabadikannya di pecahan uang logam rupiah baru, pecahan Rp. 100,
  • Doktor Honoris Causa, UGM, 1975
  • Anugerah Sri Sultan Hamengkubuwono IX, 1991
  • Pahlawan Nasional, 2009
  • Bintang Gerilya (1958)
  • Bintang Mahaputera Utama (2 Oktober 1963)[8]
  • Satyalancana Peringatan Perjuangan Kemerdekaan (1961)
  • Satyalancana Wira Karya (1971)
  • Bintang Legiun Veteran RI (1981)

El Tari

Mayjend TNI (anumerta) Elias Tari (18 April 1926 - 29 April 1978). Ia lebih dikenal dengan sebutan El Tari. Namanya diabadikan pada nama jalan dan nama Bandar Internasional di Kupang. Memasuki dunia militer dengan mengikuti pendidikan secara berjenjang mulai dari Kursus Teritorial hingga Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (1951, 1956, 1957, 1969). Semua ini mengantar pangkatnya hingga mencapai Brigadir Jenderal ketika menjabat sebagai Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur (1965-11 Juli 1966) dan menjadi Gubernur Nusa Tenggara Timur (13 Februari  1966 - 29 April 1978).

El Tari; sumber: https://betantt.com/
El Tari; sumber: https://betantt.com/

Perhatikan pada monumen itu, salah satu di antara ketiganya memegang anakan pohon. El Tari, dialah yang memegang anakan pohon sebagai simbol motivasi kepada masyarakat Nusa Tenggara Timur untuk menanam. Pada masa kepemimpinannya sebagai Gubernur Nusa Tenggara Timur, ia menggaungkan slogan praktis, tanam, tanam, sekali lagi tanam. 

Dari sumber ini didapatkan data dan informasi sebagai berikut:

  • Hollandsch-Inlandsche School (HIS), 1933 -- 1940
  • Ambacht School (sekolah Teknik, 1940 -- 1944
  • Sekolah Pelayaran Tinggi Tegal, 1944 - 1945

Demikiahlah beberapa uraian singkat tentang ketiga tokoh yang ditempatkan di pintu masuk ke kota Kupang dari arah Timur. Semoga menambah wawasan pada pembacanya.

Terima kasih.

Umi Nii Baki-Koro'oto, 5 Februari 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun