Hujan merupakan daur rotasi alamiah yang selalu ditunggu segala makhluk. Bila panas menyengat insan berkeluh kesah, lalu begitu datang hujan, betapa orang akan bergirang menyambut kedatangannya. Hujan ditunggu oleh insan manusia, hewan dan tetumbuhan, bahkan tanah tempat dimana segala makhluk berpijak pun menantikan datangnya hujan.Â
Lihatlah bagaimana tanah menunjukkan harapan dan unjuk rasa akan datangnya hujan, retak-retak, pecah. Lihatlah debu beterbangan dimana-mana pada musim kemarau. Lihatlah kecenderungan terjadinya kebakaran hutan (entah disengaja atau tidak) pada musim kemarau yang menyebabkan ekosistem di dalam hutan menjadi berantakan.
Hujan selalu ditunggui tetumbuhan. Rasanya rerumputan dan semak belukar unjuk rasa bila kemarau berkepanjangan. Unjuk rasa itu menyebabkan terjadinya kegersangan karena rerumputan kering, semak belukar berkurang; sementara pepohonan saling berebutan nutrisi dan air persediaan di dalam tanah. Akibatnya, beberapa jenis pepohonan menggugurkan daunnya agar mengurangi penguapan, atau mengecilkan daunnya sehingga kebutuhan air makin irit.Â
Saksikanlah bagaimana segala jenis satwa darat membutuhkan air pada musim kemarau. Semuanya akan berangkat mencari sumber air terdekat untuk melakukan ritual mandi dan  minum. Di tempat dimana ada sumber air satwa darat pun melakukan upaya mangsa-memangsa. Bila mereka tidak kuat lagi menempuh perjalanan untuk mendapatkan sumber air, bangkai hingga tulang-belulang berserakan di perjalanan.
Jadi, bila ketiadaan hujan segala makhluk gemas dan gerah.
Lalu bagaimana bila hujan datang dan tiada henti-hentinya?
Musim penghujan tiba, sekali lagi segala makhluk menantikannya oleh karena kegemasan dan kegerahan pada musim kemarau. Kegirangan terjadi saat hujan tiba. Para petani, entah di sawah atau dladang, mereka akan bergirang. Hanya petani "lamban" saja yang akan mendongak tongkat dagu atau pukul testa karena belum sempat menyiapkan lahan untuk ditanami pada saat hujan tiba. Sementara pesawah bersyukur.
Kaum pengguna air mana pun berharap sumber-sumber air memiliki debit air yang naik, atau bahkan akan lebih baik lagi muncul sumber atau mata air baru menambah jumlah yang sudah ada sebelumnya.
Tanah senang pada mulanya. Ia menyerap seluruh curahan air hujan pada saat datangnya hujan. Hujan tak berhenti. Langit yang bagai sumber air hujan terus menurunkan curahan air dalam wujud rintik berbiji halus, atau deras berbiji normal hingga berbiji bagai bongkah es sebesar biji jagung atau lebih. Dalam dimensi ukuran yang demikian, tanah, pepohonan, satwa, dan  manusia menerima dengan sukacita.
Sepanjang hujan berlangsung dalam musimnya, sangat sering terjadi hal yang tak diharapkan oleh manusia. Hujan disertai angin, hujan disertai kilat dan guntur bertubi, hujan diikuti badai. Pengalaman pada badai Seroja yang menimpa beberapa tempat di pulau Timor menyisakan trauma pada masyarakat.