Begitulah sebahagian kecil di antara upaya melestarikan budaya seni berbicara, tari yang terancam budaya mondial.
Penulis merasa gemas sekaligus cemas. Gemas pada perilaku masyarakat yang secara sadar atau tidak sadar, langsung atau tidak langsung menggeser budaya dan bahasanya. Bila menyaksikan suatu tarian kreasi baru, lagu ciptaan baru berbahasa daerah, akan ada sambutan yang luar biasa, tetapi pintu ancaman kepunahan pada bahasa, seni dan budaya sedang mengintai. Mengapa? Karena pemilik bahasa, seni dan budaya sering lalai untuk membiasakan berbahasa daerah, memanggungkan produk kesenian dan budaya yang khas.
Cemas pada kebiasaan yang mengesankan bahwa ada semacam upaya memprioritaskan bahasa kedua dan budaya lain yang masuk di sekitar lingkungan kehidupan bersama. Padahal, bila ada festival seni dan budaya orang-orang rindu untuk menampilkan seni dan budaya sendiri, lalu mencari-cari narasumber untuk maksud itu.
Ya, semoga bahasa, seni, dan budaya yang khas sebagai entitas dan identitas dari etnis-etnis tetap lestari di bumi Pancasila. Bahwa bila terjadi asimilasi, hal itu tidak harus serta-merta menghapus yang sudah ada sebelumnya.
Umi Nii Baki-Koro'oto, 31 Januari 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H