Saya mendengar secara saksama apa yang disampaikan oleh para peserta. Kesimpulan yang dapat saya berikan sebagai salah seorang anggota jemaat sebagai berikut:
- pendekatan lomba "memaksa" anggota jemaat (dhi.katekumen) untuk membaca dan menulis. Membaca alkitab, membaca buku-buku renungan, dan menulis apa yang akan disampaikan. Ini suatu pendekatan yang sifatnya memaksa untuk kebaikan karena peserta akan mengeksplorasi sumber daya di sekitarnya untuk menemukan hal baru dalam diksi dan frasa.
- melatih anggota jemaat untuk berani tampil di hadapan publik yang dimulai dari komunitas terbatas. Komunitas terbatas itu dimulai dari sesama anggota katekumen. Jumlah mereka 34 orang, menjadi peserta sekaligus penonton. Penonton tambahannya yakni anggota Majelis Jemaat, anak-anak, dan beberapa orang tua. Hari ini saya menyaksikan 100-an orang menjadi penonton lomba ini.
- bahwa sesudah lomba ini, ada di antara mereka akan terus belajar menambal dan menambah kapasitas diri dalam pengetahuan agamanya. Dipastikan akan ada yang memutuskan untuk melanjutkan studi ke sekolah-sekolah (kampus) yang menyiapkan para calon pendeta dan penginjil. Kesanalah beberapa orang akan memilih untuk melanjutkan studi. Ini dampak dari pembelajaran katekisasi sidi. Â Selain itu, pada masa depan, dipastikan ada estafet jabatan dan fungsi di dalam gereja/jemaat. Fungsi penatua dan diaken akan berkelanjutan karena mereka para muda telah dipersiapkan melalui program dan wadah katekisasi sidi. Â
Sampai di sini catatan saya hari ini. Saya sungguh berharap para muda yang mengikuti lomba tidak terpaku pada terminologi lomba tetapi pada apa yang implisit dari kegiatan ini yang mungkin tak disadarinya.
Umi Nii Baki-Koro'oto, 23 Desember 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H