Makin didekati, makin menjauh. Maksudnya, anggota majelis jemaat akan ada dalam upaya pencerahan agar turut mengambil bagian dalam pembelajaran katekisasi sidi,namun tidak selalu berhasil.
Banyak di antara para katekumen merupakan anak-anak dari sekolah minggu yang rajin. Mereka pun rindu  untuk melanjutkan pelajarannya pada jenjang katekisasi sidi. Mengapa?
Pada jenjang katekisasi sidi banyak hal yang dapat dipelajari, di antaranya:
- Pengetahuan alkitab. Ini bukan saja membaca teks dalam perikop tertentu untuk dijadikan refleksi. Lebih daripada itu, materinya dapat berupa:
- Sejarah adanya Alkitab
- Tokoh di dalam Alkitab
- Pembagian kitab-kitab dalam kategori-kategori (mis. Â Sejarah, para Nabi, Mazmur,Injil Kanonik, surat-surat dan lain-lain)
- Teknik membaca alkitab Â
- Homiletika dan eksegese sederhana. Pengetahuan dan praktiknya diarahkan agar pada masa depan di antara mereka dapat menjadi anggota-angg0ta Majelis Jemaat dalam fungsi-fungsi: penatua, diaken
- Pengetahuan Organisasi Gereja (dalam hal ini GMIT). Para katekumen belajar tentang organisasi GMIT dimana mereka menjadi anggotanya. Tentang pengetahuan organisasi gereja, para katekumen mendapat pengetahuan tambahan tentang organisasi gereja di sekitar mereka. Hal ini penting diberikan agar mereka tidak "terkurung" dalam pengetahuan dan pengertian mereka sebagai anggota GMIT saja, tetapi dalam persekutuan gereja yang lebih luas. Itulah sebabnya, mereka perlu mendapat pengetahuan tentang berbagai denominasi gereja yang ada di sekitar lingkungan kehidupan bergereja dan bermasyarakat.
Dalam hal berapa lama katekisasi sidi diselenggarakan? Jemaat-jemaat GMIT memberlakukan waktu belajar selama 1 tahun. Apakah  tahun itu sama dengan 365 hari, artinya belajar setiap hari? Tidak. Faktanya, 1 tahun itu variatif.Â
- Setiap hari Minggu saja dan intensif selama liburan akhir semester (rerata katekumen siswa SMA/K)
- Seminggu 2 atau 3 Â kali, dan intensif ketika akan memasuki praktik mengadakan ibadah.
Dalam hal pemanfaatan waktu untuk katekisasi sidi, variatif antarjemaat penyelenggaranya. Mengapa? Karena katekisasi sidi bukanlah pembelajaran formal sebagaimana di sekolah formal.
Katekisasi sidi merupakan pembelajaran formal keagamaan yang sifatnya sukarela oleh karena penekanannya bukan sekadar pada pengetahuan dan ketrampilan, tetapi pada karakter sebagaimana diharapkan oleh tokoh sentral dalam alkitab, Yesus Kristus.
Maka, tidaklah mengherankan banyak katekumen yang tidak menyelesaikan katekisasi sidi. Mereka akan mengulang dan mengulang  sampai suatu ketika ada padanya rasa yang berbeda dalam hatinya untuk mengambil keputusan, siap menjadi anggota jemaat/gereja dewasa.
Jadi, esensi dari katekisasi sidi yakni menyiapkan anggota gereja menjadi orang yang dewasa dalam iman. Inilah yang membedakannya dengan pesantren yang khas dan formal, seperti juga seminari dan sekolah-sekolah dengan label Kristen.
Salah satu wujud dari upaya "mendewasakan anggota gereja" dalam wadah belajar yangdisebut katekisasi sidi yakni, berkhotbah atau lebih ringkas dan sederhana, membuat refleksi dalam satuan waktu terbatas (5 - 10 menit). Para katekumen mendapat pengetahuan dan pelatihan untuk maksud ini.
Hari ini, Jumat (23/12/22), bertempat di Gedung Gereja Pniel Tefneno' Koro'oto, para muda mengikuti "lomba" berkhotbah. Sebanyak 34 orang diwajibkan mengambil bagian dalam lomba ini. Mereka membaca dari Injil Matius 1:1-25 dan Yesaya 7. Kriteria penilaian disampaikan kepada mereka oleh karena khotbah yang akan disajikan bersifat lomba. Majelis Jemaat memilih 3 anggota juri alumni sekolah teologi sehingga pengetahuan mereka tentu di atas rata-rata para katekumen.
Saya datang, berkesempatan menyaksikan beberapa di antara mereka yang tampil menyampaikan khotbah. Rangka khotbah itu kira-kira seperti ini:
- salam dan pendahuluan
- Isi khotbah yang mengacu pada ayat alkitab (ayat mas) yang dipilih
- Refleksi yang sifatnya aplikatif baik untuk diri sendiri maupun untuk komunitas yang mendengarkan
- salam dan penutup