Hari ini, Jumat (23/12/22), Jemaat lokal di Koro'oto mengadakan satu kegiatan yang menarik. Sasaran dari kegiatan ini yakni para pemuda gereja yang berada dalam satu  kelompok belajar yang disebut katekisasi sidi.
Saya dan sejumlah kaum muda, orang tua dan beberapa anggota Majelis Jemaat menyaksikan kegiatan ini. Saya tidak menyaksikan sampai tuntas berhubung ada hal lain yang mesti saya kerjakan. Maka, saya pamit pada pendeta yang membimbing para muda, kemudian saya pun pulang.
Ketika melewati 2 gang untuk tiba di rumah, saya berpikir, mungkinkah katekisasi sidi itu sama dengan pesantren? Otak ini pun berolah pikir, sekaligus mempercepat langkah untuk segera tiba di rumah.Â
Setibanya di rumah, saya bertanya kepada Gugel, adakah pesantren Kristen? Saya mendapatkan jawaban ini Â
Dari jawaban itu, saya pun merasa cukup sebagai pengetahuan dan inspirasi untuk menulis apa yang pernah saya lakukan dan kini dilanjutkan oleh rekan anggota Majelis Jemaat, khususnya oleh pendeta dan pengajar. (NB: Dalam Sinode GMIT diberlakukan 4 jabatan/fungsi gerejawi: pendeta, penatua, diaken dan pengajar). Saya pernah melaksanakan tugas sebagai Pengajar sebelum Tata Dasar GMIT berganti untuk menambah satu jabatan gerejani itu.Â
Katekisasi Sidi bukan Pesantren Kristen
Dalam hal katekisasi sidi, bagi anggota jemaat yang tergabung di dalam Gereja-gereja Protestan di Indonesia sudah bukan hal baru. Seseorang anggota jemaat dianggap telah "dewasa" dalam iman setelah melewati satu proses pendidikan yang disebut katekisasi sidi itu.Â
Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) sebagai salah satu organisasi keagamaan di Indonesia yang tergabung dalam Gereja-gereja Protestan yang mandiri (GBM) dan anggota Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), memberlakukan pembelajaran katekisasi sidi kepada para muda.
Terminologi para muda sangat absurd dalam hal batasan umur, sehingga para remaja yang berumur 14-15 tahun sering sekali tidak lagi mengikuti sekolah minggu, tetapi juga tidak segera memilih menjadi "pelajar" katekisasi sidi.
Sebahagian di antara mereka akan menunggu sampai berumur 16 tahun untuk menjadi bagian dari katekisasi sidi itu, agar pada umur 17 tahun, ia sudah dapat diteguhkan dan diperhadapkan sebagai anggota jemaat "dewasa".
Bertolak dari pengalaman menjadi katekis dalam katekisasi sidi, dimana para pesertanya disebut katekumen, selalu akan dijumpai semacam gejolak atau pergulatan psikologis pada anggota jemaat tertentu, yang secara tidak mudah memutuskan untuk menjadi bagian dari katekisasi sidi.