Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Suka membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa. Menulis puisi sebisanya

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Hari-Hari Berkesan bersama Para Ilmuwan

17 Desember 2022   17:37 Diperbarui: 17 Desember 2022   17:56 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: https://www.istockphoto.com/id

edisi ketiga  

tulisan saya yang berisi pengalaman dari dampak melaksanakan misi penerjemahan alkitab. Suatu anugerah yang tak terbilang dan selalu untuk diingat dan disyukuri.

Suatu Pengalaman Menarik ketika berada di Hawaii

Saya tidak pernah menduga sebelumnya bahwa pada suatu waktu akan berada di negara bagian ke-50 United State of America (USA). Ya, Hawaii atau kepulauan Hawaii. Suatu gugusan pulau-pulau yang bagai tumbuh dari dalam laut. Gugusan pulau yang berada di Samudra Pasifik, yang tercatat dalam sejarah perang Dunia II ketika pesawat-pesawat tempur Jepang menyerang pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di sana (sumber). Jepang melemahkan Angkatan Laut Amerika Serikat di Samudra Pasifik, kemudian berbalik menginvasi beberapa negara di kawasan Asia Tenggara. Hal ini menjadi titik berangkat baru yang mengubah peradaban.

Awal mula 

Pada tanggal 4 Maret 1998, Majelis Sinode GMIT mengeluarkan satu surat rekomendasi denan Nomor: 006/SRK/MS-GMIT/98 (Maret), dengan pokok rekomendasi, penerjemahan alkitab. Rekomendasi ini ditujukan kepada UKAW melalui Centre for Regional Studies (CRS). Tugas yang diembankan yakni, mengkoordinasikan usaha penerjemahan alkitab ke dalam daerah dengan mutu terjaga, serta menyusun Kamus Bahasa Daeran yang meliputi bahasa ibu yang digunakan oleh warga GMIT. (sumber: Arsip surat)

Bahasa-bahasa yang disebutkan dalam Rekomendasi MS GMIT yakni: Bahasa Helong, Bahasa Dhao (Ndao), Bahasa Timor Amarasi, Bahasa Melayu Kupang, Bahasa Sabu, Bahasa Rote, Bahasa Tetun, Uab Meto', dan bahasa lain yang dianggap dibutuhkan di kemudian hari, sesuai dengan minat warga GMIT dan kemampuan dan tenaga ahli CRS-UKAW dan GMIT.

Rekomendasi ini berdampak luas, sebagaimana sudah saya catat pada edisi pertama bahwa dalam misi penerjemahan alkitab UKAW melalui CRS-nya  membangun kerja sama dengan lembaga-lembaga internasional seperti Summer Institute Linguistics International, Wyclyffe Bible Translators, the Seed Company . Dari lembaga-lembaga internasional ini datanglah pakar-pakar dari berbagai disiplin ilmu terutama, Bahasa dan Budaya, Sosiologi, Antropologi, Theologi, Biblika/Exegeze, Ilmu Terjemahan, Soft Programme Creator, dan sponsor. 

Mereka dipastikan akan bertemu dengan the Timor Team yang terdiri dari Bahasa-bahasa daerah yang direkomendasikan untuk bekerja dalam misi penerjemahan alkitab di lingkungan pelayanan GMIT. Antara tahun 1998 - 2002 tim yang dibentuk menurut bahasa yang direkomendasikan yakni; Bahasa Melayu Kupang, Bahasa Helong, Bahasa Amarasi, Bahasa Lole, Bahasa Tii, Bahasa Dhao, Bahasa Delha, dan Bahasa Tetun. Selanjutnya ketika sudah ada peluncuran Perjanjian Baru Bahasa Melayu Kupang yang "menggoyang" publik pada tahun 2005, maka jumlah bahasa daerah terus bertambah. 

Bahasa-bahasa daerah ini semula berada di bawah Centre for Regional Studies (CRS), di dalamnya terdapat satu unit yang disebut Centre for Cross-Cultural Communication (CCCC). 

Seturut perkembangan dan perubahan di dalam tubuh organisasi GMIT, pada hasil Sidang Sinode GMIT tahun 2003 memberi dampak lini pelayanan GMIT, maka tugas UKAW-CRS-CCCC yang khusus yakni penerjemahan alkitab dialihkan menjadi satu unit di dalam Kantor Majelis Sinode GMIT di Kupang. Pengalihan ini disebut Unit Bahasa dan Budaya GMIT Kupang. Dari sini, intensitas dan volume kegiatan makin bertambah dan berkembang termasuk di dalamnya ada peluang pada para anggota tim (orang lokal) untuk turut mengambil bagian dari observasi dan riset-riset sederhana. Saya mencobanya pula dengan menulis secara sederhana, mula-mula untuk  kepentingan di sekolah tempat saya bertugas, tetapi ketika terlihat oleh pakar yang mendampingi tim kami, ia tertarik dan mulai membimbing saya.

Dalam Keterbatasan Mengalami Konferensi Internasional

Pengalaman pertama menghadiri konferensi internasional ketika diikutsertakan sebagai peserta (lebih tepat pendengar) pada 5th ENUS International Conference yang dihelat di Universitas Nusa Cendana Kupang tahun 2005. Sebagai pemula, saya merasakan sesuatu yang berbeda dari kebiasaan mengikuti seminar lokal atau nasional. Aura keilmuan dari para ilmuwan dari luar negeri terlihat dalam tampilan sederhana, namun isinya sangat berkelas. Mereka tidak menampilkan diri dengan pakaian yang kelihatan wah...tetapi materi yang disajikan sangat-sangat luar biasa, terlebih dari hasil penelitian.

Hasil penelitian yang dipaparkan tentang budaya dan bahasa yang terancam punah memberikan pengalaman baru pada kami (dan terlebih saya sebagai pendengar). Saya mulai tersadar akan pentingnya memelihara dan melestarikan bahasa daerah. Saya teringat ketika masuk sekolah dasar, para guru mewajibkan untuk berhasa Indonesia, sehingga bahasa daerah di lingkungan sekolah menjadi tabu. Dampaknya luas, para orang tua pun ikut melarang anak-anaknya berbahasa daerah. Lalu di lingkungan rumah dan kampung masyarakat mulai menggunakan bahasa Melayu Kupang, sehingga mereka berasumsi bahwa itulah bahasa Indonesia.

Pengalaman kedua terjadi saat bergabung dalam satu tim mengikuti 1st Malaysian Indigenous People's on Conference Education (MIPCE) tahun 2007. Saat itu kami setim dengan Rektor UKAW Kupang, Pdt. G. Thom Therik, Ph.D. Dalam konferensi ini kami bertemu dengan para pakar, bahkan beberapa mantan Menteri Pendidikan dari negara-negara Asia Tenggara. Suatu pengalaman  berkesan yang membanggakan. Saya yang hanya seorang guru SD di pedalaman diikutsertakan dalam Konferensi Internasional yang dihadiri para pakar dan mantan Menteri Pendidikan ASEAN. Ketika ada percakapan-percakapan informal, rasanya diri ini sedang mengalami pansos (panjatan sosial) naik,walau sesungguhnya bukan kami bukan pakar, tetapi dihadirkan sebagai pendengar yang bergembira belaka.

Dari konferensi ini, kesadaran akan  pentingnya memelihara bahasa daerah dan budaya lokal makin tumbuh. Saya mulai merambah riset-riset sederhana sambil terus menunaikan misi penerjemahan alkitab. Riset-riset sederhana yang dimaksudkan ini tidak serta-merta menjadi suatu tulisan ilmiah karena belum tertata apik sebagai suatu riset, namun saya gunakan untuk mengajar di ruang kelas sebagai bahan pemerkayaan materi walau sifatnya intermeso.

Ruang kelas saya menjadi ruang pameran karya anak-anak. Hal ini berangkat dari pengalaman berkunjung ke beberapa sekolah di kota Kinabalu Malaysia, dan 1 sekolah swasta di Darwin (2005).

Jakarta, ibukota negara kesatuan Republik Indonesi, sebagai pusat segala hal di sana, termasuk banyak perguruan tinggi ternama. Universitas Atma Jaya menjadi tuan rumah International Conference on  Heritage Language Literacy Development in SE Asia, Jakarta (2008).  Beberapa lembaga riset internasional menjadi bagian dari kegiatan yang difasilitasi oleh Unika Atma Jaya. Kami dari Unit Bahasa dan Budaya GMIT Kupang turut hadir dengan mengikutsertakan seorang rekan dalam tim sebagai Pemakalah. 

Kali ini dengan model keberanian yang dipaksakan, saya didampingi mentor Prof. Dr. Charles E. Grimes, Ph.D, pada 6th East Nusantara Conference di UBB GMIT-UKAW-AuSIL-Y.Agape, sebagai pemateri/pemakalah. Dua puluh makalah disajikan pada konferensi kali ini, dan puji Tuhan, kami berada di urutan paling akhir. Hal ini memberi ruang untuk belajar tentang tampilan di depan para pakar yang datang dari Australia, Hawaii, Belanda, Paris, dan dari dalam negeri seperti Unika Widya Mandira, Undana, dan UKAW. 

Keterkejutan terjadi ketika di akhir pemaparan, seorang pakar pertanian mengaku datang secara khusus dari Lembaga Pangan Dunia (FAO). Ia meminta izin untuk membawa makalah kami agar dapat dipaparkan dan disimpn di New York. Ia menilai materi yang ditulis dan dipaparkan itu merupakan budaya berhitung yang sudah punah sehingga sangat perlu untuk dimuseumkan. Materi yang sama inilah yang menyebabkan kami mendapatkan undangan ke konferensi internasional berikutnya di Hawai, Manoa University Hawaii (Februari 2011). 

Di Narita International Airport, 2011; foto dokpri RoniBani
Di Narita International Airport, 2011; foto dokpri RoniBani

Topik besar konferensi internasional di Manoa University yakni International Conference on Language Documentation and Conservation di Univ.Manoa Hawaii -- USA, 2011. Pada kesempatan ini kami yang terdiri dari: Prof. Dr. Charles E. Grimes, Ph.D; Dra. Thres Tamelan, dan saya membawakan materi yang berkaitan dengan bahasa dan budaya dari Timor Amarasi dan Rote-Delha; sementara Prof Grimes mengantarkan materi kebahasaan di wilayah selatan nusantara. 

Bersama Prof.Dr.Ch.E.Grimes,PhD dan materi konferensi di Manoa University Hawaii, foto: dokpri RoniBani
Bersama Prof.Dr.Ch.E.Grimes,PhD dan materi konferensi di Manoa University Hawaii, foto: dokpri RoniBani

Pada 7th East Nusantara International Conference yang diselenggarakan oleh UKAW Kupang, kali ini saya hadiri dengan tulisan tentang masyarakat pedalaman/perbukitan di Timor Amarasi melihat bintang membaca tanda alam. Materi ini saya sajikan sendiri tanpa pendamping sebagaimana materi sebelumnya pada ENUS ke-6. 

Terakhir yang membuat kami makin menyukai kegiatan konferensi yakni  Integrating Meaningful Cultural Communication Forms into Language Develomptment Materials for a Mother Tongue Education Program, 2019,  di Chiang Mai, Thailand, sebagai peserta. Kami berangkat sebagai satu tim dari Unit Bahasa dan Budaya GMIT Kupang. 

Kegiatan terkahir ini memberi ruang untuk terus mengembangkan ketrampilan menulis khususnya dalam rangka pembelajaran berbasis bahasa daerah.  Semua kegiatan konferensi internasional yang saya (kami dari UBB GMIT Kupang) hadiri, memberi dampak pada kapasitas diri dan tugas, baik sebagai penerjemah alkitab maupun sebagai guru (SD). 

Akhir kata

Pengalaman menjadi anggota tim dalam misi penerjemahan alkitab yang direkomendasikan oleh MS GMIT pada tahun 1998 telah membawa saya (dan rekan-rekan dalam the Timor Team) ke dalam berbagai disiplin ilmu. Maka,belajar untuk mengaplikasikan seturut kapasitas diri dalam tugas harus dapat dipilah sedemikian rupa agar terasa manfaatnya.

cerita tentang mengurus perkawinan dengan pendekatan budaya Timor Amarasi di wilayah Arhmland Australia akan saya sambung pada edisi berikutnya... 

Umi Nii Baki-Koro'oto, 17 Desember 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun