Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Suka membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa. Menulis puisi sebisanya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bergeser pada Zaman Ini, Praktik Produk Budaya Masyarakat Pedesaan Timor?

11 Desember 2022   16:26 Diperbarui: 11 Desember 2022   16:28 480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: sumber: Sistem Informasi Kearsipan Pemprov NTT

"Terkadang, kesulitan harus kamu rasakan terlebih dulu sebelum kebahagiaan yang sempurna datang kepadamu." (R.A Kartini)

Pengantar

Dunia olah pikir makin berkembang seiring perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Perkembangan yang demikian itu berdampak pada bidang-bidang kehidupan seperti filsafat, sosial, budaya, ekonomi, politik, pertahanan dan keamanan, ketertiban umum, komunikasi, transportasi hingga kehidupan beragama.  Hal perkembangan pada berbagai bidang kehidupan tentu sekaligus memberi pengaruh pada sesuatu yang sudah ada, sesuatu yang sudah dimiliki, dipergunakan dan menjadi budaya. Sesuatu itu dapat saja bertahan oleh karena kuat daya pemertahanannya oleh pemiliknya, atau justru pemiliknya tanpa sadar membiarkannya untuk tergerus zaman.

Perhatikan satu contoh bangunan rumah. Pada masa lampau, ketika orang mengenal tembaga, diciptakanlah perlengkapan kerja yang mempercepat proses dari suatu pekerjaan. Sebutlah alat-alat pertukangan mulai dari parang, gergaji (dalam ukuran tertentu), paku, palu, sekap/pelicin permukaan kayu, pelubang (bor), dan lain-lain. Alat-alat pertukangan ini membantu penduduk bila akan membangun rumah. Satu bangunan rumah berkonstruksi kayu akan dibangun dalam durasi waktu tertentu, jauh lebih cepat daripada masa sebelumnya setelah adanya alat-alat pertukangan seperti yang disebutkan ini. Atap dari rerumputan ilalang, daun gebang atau lontar dan dinding sederhana dari pelapah gebang atau belahan bambu.

Selanjutnya  terjadi pergeseran, konstruksi rumah kayu berganti menjadi rumah dengan konstruksi beton, berdinding tembok, dan beratapkan seng. Latar pikir perkembangan ini yakni, semakin aman, nyaman, tampak kokoh dan kuat, serta menaikkan derajat sosial pemiliknya. Pada saat yang demikian, nilai gotong royong pun mulai digerus. Tenaga kerja yang semula anggota keluarga dan kerabat sepuak, tertinggal cukup beberapa orang sewaan saja.

Sejumlah contoh penggerusan praktik kebudayaan milik masyarakat di pedesaan akan saya paparkan di sini, hanya untuk pengetahuan belaka, tanpa maksud menyalahkan masyarakat pemilik, tanpa berniat melemparkan kesalahan pada aspek-aspek perkembagan itu sendiri.

Empat Hal Berikut Terlihat dan Terasa telah "Tergerus"

Bila menyebut secara mudah dalam dunia ekonomi terdapat tiga hal yang menjadi alat pemenuhan kebutuhan manusia: sandang, pangan, dan papan. Pada ketiga hal ini telah terjadi pergeseran praktik yang saya sebut sebagai telah digerus dan mulai berganti pola dan gaya seturut perkembangan zaman. Dunia komunikasi dan transportasi di pedesaan ikut merasakan dan menikmati kemajuan zaman dan pergeseran itu. Akselerasi dan akurasi pelaksanaan suatu pekerjaan/tugas termasuk di dalamnya upaya untuk mendapatkan hasil dalam durasi waktu singkat, sangat dipentingkan pada zaman profesionalisme.

Sepanjang saya hidup sebagai orang pedesaan ketika kembali ke kampung (di atas 20 tahun) saya mengamati perubahan dan pergeseran itu.

Satu, Sandang. Pakaian/busana. Bukan suatu hal yang baru dalam zaman sejarah dimana orang berpakaian untuk menutup aurat. Zaman dimana orang belum mengenal kapas, kulit kayu dan kulit ternak menjadi  penutup aurat. Ketika kapas tiba lalu ditanam di berbagai tempat di seluruh nusantara, turut memberi pengaruh pada pakaian masyarakat adat di sana, termasuk di pulau Timor yang dihuni etnis besar Atoin Meto'. Masyarakat menanam biji kapas, dan menghasilkan benang dengan proses tertentu. Dari sana lahirlah pakaian tradisional yang ditenun.

ilustrasi, sumber: https://uminiibaki.blogspot.com/
ilustrasi, sumber: https://uminiibaki.blogspot.com/

 

Penciptaan alat-alat tenun sebagaimana terlihat pada gambar melahirkan suatu sejarah baru pada pakaian/busana (sandang) dikenakan masyarakat. Masyarakat etnis mana pun akhirnya mengenal pakaian tradisional ala modern pada zaman kapas ditanam. 

Ketika waktu terus bergulir, inspirasi untuk menciptakan varian motif (a'kaif) pada pakaian tradisional pun tak ketinggalan. Masyarakat Pah Meto' di seluruh pulau Timor masing-masing memiliki ragam corak hias simetris dan bunga. Hal yang demikian mencirikhaskan masyarakat itu sendiri sehingga memudahkan dalam pengenalannya. Pendekatan untuk menghasilkan pakaian tradisional pada masyarakat Atoin Meto' yakni dengan futus dan sotis.(sumber )

Pabrik-pabrik garmen yang memproduksi pakaian/busana dalam jumlah besar (produksi) dan dalam waktu singkat mengirim (distribusi) ke berbagai tempat. Pakaian yang mudah didapat cukup dengan menemukan ukuran yang tepat, sesuai selera, dan tepat pada isian pundi keuangan dapat dibawa pulang setiap saat oleh pemakainya (konsumen). Alur yang demikian ini menjadikan para pengrajin tenun mulai perlahan digerus, karena murah dan mudahnya mendapatkan pakaian/busana di pasar.

Pada titik waktu yang lain, orang merasa perlu kembali pada pakaian tradisional yang "eksotik" karena ragam motif yang dimilikinya. Maka, pakaian tradisional zaman ini menjadi mewah yang menaikkan martabat pada saat tertentu saja.

Kedua, pangan. Makanan sebagai satu hal pokok dalam kehidupan masyarakat, sebab tanpa makanan, apalah artinya pakaian di tubuh. Tubuh yang terbungkus merasakan kenyamanan, tetapi ia akan merasakan sakit, bila bagian isi perut tak mendapatkan asupan nutrisi. Makanan tradisional pada masyarakat pedesaan Atoin meto' di Timor pun mengalami pergesaran. Arbil {(aaz:koto)(phaseolus lunatus)} petai raksasa  {(aaz:fae); (entada phaseoloides) sagu ala Timor yang disebut puta'/putak, dan daging hasil buruan yang dibakar; atau daging rebusan.  

Makanan yang didapatkan dan dinikmati dengan olahan yang memakan waktu bergeser ketika jagung, padi dan jenis kacangan tiba. Orang Timor mulai mengenal peen bose, peen tutu' dan peen temef.  Sementara itu, nasi menjadi makanan mewah pada waktu itu. Kini nasi menjadi makanan pokok dengan variasi lauk di meja makan. Pendekatan memasak pun berkembang dari tungku perapian, bergeser - kompor minyak tanah, dan kini merambah listrik khsus untuk penggunaan alat masak rice cooker, dan makanan olahan dengan alat yang menggunakan listrik (di pedesaan masyarakat belum berani menggunakan kompor gas). 

Ketiga, papan/rumah. Sebagaimana saya sudah singgung di depan,konstruksi bangunan rumah masyarakat mengalami perubahan seturut perkembangan teknologi arsitektur. Pada masa lampau siapa yang menjadi arsitek bangunan umi kbubu', ropo/lopo? Kini bangunan dengan konstruksi beton wajib mendapatkan izin pembangunannya dari pemerintah. Pemerintah mesti memastikan bahwa konstruksi bangunan itu aman dan nyaman pada penghuninya, dan terlebih mudah dijangkau pada suatu waktu tertentu, terutama ketika bencana terjadi. Izin membangun akan diberikan oleh Pemerintah bila disertai gambar dan perhitungan pembiayaannya. Pada konteks pembiayaan (belanja bahan) sampai dengan"upacara" untuk menghuni rumah, akan berdampak pada status sosial pemiliknya.

Dalam hal papan/rumah, ada hubungannya dengan penataan pemukiman. Suatu pemandangan menarik, khususnya di dalam wilayah bekas Swapraja Amarasi (Pah Amarasi). Antara tahun 1968 - 1975 telah terjadi perpindahan penduduk yang sekaligus membentuk desa gaya baru. Desa-desa gaya lama dibubarkan, penduduk dipindahkan atau digeser ke tempat-tempat yang ditunjuk pemerintah Swapraja Amarasi (Usif Pah Amarasi). Pemukiman baru ditata rapih, indah, eksotik. Perkembangan ini beriringan dengan infrastruktur jalan yang menghubungkan desa-desa dalam wilayah bekas Swapraja Amarasi (Pah Amarasi), sekaligus membuka keterisolasian. Masyarakat pun mulai "melihat" dunia luar, dan sekaligus mulai memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas.

Keempat, transportasi dan komunikasi. Mari perhatikan zaman ini, siapa yang sudi berjalan kaki atau berkuda di pedesaan? Tentu saja masih ada. Berapa banyak kaum terpelajar dan kelas menengah yang mau berjalan kaki dan berkuda di pedesaan? Bila itu terjadi, maka orang menyebutkannya sebagai suatu "kemewahan dan kewalahan".  

Pernahkah Anda mendengar masyarakat pedesaan memohon-mohon agar jalan yang menuju ke kampung tidak perlu diaspal oleh pemerintah? Mungkin ada pada masyarakat adat yang benar-benar menjaga kekhasan mereka, tetapi di Timor katanya suku Boti  yang tidak menerima listrik dan jalan aspal? Faktanya, jalan ke wilayah itu sudah ditingkatkan kualitasnya karena Pemerintah justru memperhatikannya sebagai aset wisata budaya. Mungkinkah ada di daerah lain di Indonesia yang menolak pengaspalan?

Berkuda, paling kurang untuk dua hal, mengangkut barang dan orang, dan mengirim orang membawa pesan.   Kini, surat pun terasa sangat lambat walau dititipkan ke kantor pos; karena dengan surat elektronik makin memperpendek jarak dan kecepatan penerimaannya. Informasi yang dikirim melalui berbagai media tumbuh dimana-mana. Suatu perkembangan yang tiada dapat ditahan. 

ilustrasi: sumber: Sistem Informasi Kearsipan Pemprov NTT
ilustrasi: sumber: Sistem Informasi Kearsipan Pemprov NTT

Kini dengan kendaraan roda dua dan roda empat di darat; orang akan dengan mudah menjangkau satu tempat dan kembali ke tempat semula dalam waktu singkat.  Orang tidak lagi menggunakan kurir (aaz: hae ma'kafa') pembawa pesan dan surat, cukup dengan aplikasi media sosial dan atau surat elektronik. Pengiriman uang pun sudah tidak lagi menggunakan jasa wesel pos. Jasa pengiriman dengan aplikasi via smartphone android,  sejumlah uang sudah dapat tiba di tangan penerimanya.

Mimpi-mimpi menjadi kenyataan, dan masih akan ada mimpi-mimpi lagi. Kemudahan pada masa tertentu dianggap kesulitan pada masa yang lain, itulah sebabnya orang mengupayakan berbagai kemudahan untuk mengatasi kesulitan.

Penutup

Banyak hal telah terjadi di sekitar kita dimulai dari masyarakat perkotaan, selanjutnya para urban yang pergi ke kota, pada suatu waktu kembali ke kampung. Mereka kaum urban membawa perubahan itu. Kita tidak dapat menampik perubahan dan pergeseran, bahkan penggerusan budaya baik pada yang tidak terlihat tetapi dirasakan, maupun yang terlihat, dinikmati dan perlahan ditinggalkan. 

Ketika orang menyadari akan kesemuanya itu sebagai suatu kesulitan pada masa kini, orang pada masa lampau melihat itu sebagai kemudahan telah tiba.  Ketika saat ini makin banyak terlihat kemudahan, orang terus "berteriak" minta dimudahkan dan digampangkan. Maka, apa yang kiranya dicari orang? Mungkin orang mencari kemanjaan. Entahlah... .

Umi Nii Baki-Koro'oto, 11 Desember 2022

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun