Pengantar
Saya sedang membuat konsep terjemahan Kitab Daniel ke dalam Bahasa Amarasi Kotos. Saat membaca Daniel 1:1-21, saya terinspirasi untuk menulis tentang pendidikan kedinasan yang dibuat oleh bangsa Kasdim (Babilon/Babel). Pendidikan kedinasan ini mungkin dibangun oleh raja Nebukadnesar atau raja-raja sebelumnya untuk mempersiapkan orang-orang terdidik dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, ketrampilan dan kepakaran. Pendekatan pendidikan yang demikian pada zamannya itu merupakan suatu visi besar yang terwujud dalam ketersediaan sumber daya manusia yang dapat diandalkan.
Ketika Tuhan mengizinkan bangsa/negara Israel kalah dalam perang, raja Yoyakim takluk pada raja Nebukadnesar. Raja Nebukadnesar membawa selain barang-barang berharga dari Rumah Tuhan, ia membawa banyak kaum muda ke negerinya. Di sana, ia memerintahkan untuk menyeleksi para muda itu untuk mendapatkan pendidikan terbaik dari guru-guru terbaik di ibukota Babilonia, Babel.
Sekolah Berasrama ala Nebukadnesar-Babilonia
Ingatkah Anda tentang Taman Gantung yang menjadi salah satu keajaiban dunia pada suatu masa? Pada suatu masa orang mendaftarkan 7 keajaiban dunia, salah satu di antaranya yakni, Taman Gantung Babilonia. Jika kemudian para arkeolog saling mendebat bahwa Taman Gantung Babilonia itu tidak pernah dibangun di sana[1], hal itu biarlah menjadi perdebatan mereka[2] yang melakukan penggalian arkeologis di situs-situs kebudayaan kuno di Timur Tengah. Satu kepastian dalam pengetahuan umum, Taman Gantung masuk kategori ajaib, karena bangsa Babel berhasil membangunnya pada suatu daerah yang kekurangan air[3]. Suatu taman yang tentu menggunakan kalkulasi matematis yang akurasinya kredibel, bernilai estetika tinggi, dan bersejarah sepanjang masa. Aspek kesejarahannya itu kemudian menjadi fokus "perdebatan" para arkeolog dan sejarawan.
Â
Nah, bila para arkeolog berdebat, kita biarkan mereka ada di ranah itu untuk menghasilkan sejumlah pengetahuan sejarah dunia. Sementara itu, saya mengajak para pembaca untuk melirik sisi lain dari keberhasilan pembangunan kota besar Babel itu. Keberhasilan pembangunan kota dan negara Babilonia tidak terlepas dari pendidikan yang dianut dan diterapkan oleh Kekaisaran Babilonia. Program pendidikan yang utama yakni, pendidikan dengan pendekatan ikatan dinas (ID) dengan metode sebagai berikut:
Â
- Seleksi siswa laki-laki dari kalangan muda. Tubuh tidak boleh cacad sedikit pun, sehat jasmani dan rohani, berasal dari kalangan tertentu (anak para bangsawan, kelas atas);
- Para muda terseleksi mesti memiliki sejumlah pengetahuan dan ketrampilan awal
- Siap untuk diasramakan
- Lama belajar 3 tahun
Â
Proses ini dilakukan oleh para petinggi Pendidikan di bawah kendali Kaisar Nebukadnesar. Ia mengontrol secara ketat para siswa  (lebih tepatnya mahasiswa) yang terpilih, hingga hal-hal kecil seperti makanan dan minuman. Maka, kepada para petinggi pendidikan, ia memerintahkan agar para mahasiswa mendapatkan makanan dari "meja" Sang Kaisar. Makanan dari meja Sang Kaisar, artinya apa yang disajikan di meja makan yang diperuntukkan padanya, harus sama dengan makanan yang disediakan kepada para mahasiswa Ikatan Dinas (MID). Ini suatu hal yang terasa sepele, namun pengaruhnya amat besar. Kehormatan dan kebanggaan. Bagiamana mungkin para MID makan makanan yang sama persis dengan makanan raja/kaisar?