"Hujan, bersegeralah datang, kami menantikanmu!" Â
Begitulah harapan umat manusia ketika kemarau panjang mendera kulit bumi. Rerumputan mengering, semak layu dan mengering pula, pepohonan mengugurkan daun untuk mencegah penguapan, debit mata air berkurang, hingga mengering. Aliran sungai berkurang, ternak-ternak berkejaran hendak menemukan air minum, lalu kembali ke area mencari untuk menemukan pakan. Makhluk manusia  mengeluh sambil mencari sumber-sumber air yang baru. Pengeboran air tanah marak di mana-mana.Â
Nyaris di banyak tempat, pada musim penghujan ini ada banjir di mana-mana. Banjir pada masyarakat kota Jakarta rasanya sudah lumrah saja. Mereka yang tinggal di sekitar aliran sungai pun, jika banjir mereka akan menikmatinya sebagai hal yang biasa saja, walau teriris karena menunggu surutnya banjir. Mereka yang merasakan banjir untuk pertama kalinya, akan syok, sehingga ada potensi trauma bila ada banjir susulan.
Ketika saya melakukan gugling dengan mesin pencari Google dan kata kunci berita banjir hari ini, berita-berita tentang situasi banjir terjadi di mana-mana.  Â
Sebelum saya menyebut beberapa tempat yang tergenang banjir dan dampaknya, berikut ini sekadar catatan pengetahuan tentang banjir.Â
Menurut Indra Lintang (Sumber) ada 8 jenis banjir:
- Banjir bandang, Banjir yang terjadi secara tiba-tiba dan berlangsung singkat dengan volume air yang besar dan kecepatan aliran yang tinggi. Banjir bandang biasanya disebabkan oleh curah hujan ekstrem atau longsor di daerah dataran tinggi
- Banjir sungai, banjir yang terjadi oleh karena aliran sungai tidak mampu menampung kapasitas air dalam jumlah besar.
- Banjir rob,banjir ini terjadi karena adanya kenaikan permukaan air laut yang diakibatkan oleh pasang surut air laut. Faktor lain yang memicu banjir rob ini adalah badai yang terjadi di laut, erosi, dan penggundulan hutan mangrove.
- Banjir cileuncang, Jenis banjir selanjutnya ada Cileunang yang terjadi akibat intensitas hujan yang deras sehingga membuat daerah resapan air tidak mampu menyerap volume air yang besar. Tidak hanya itu, sungai, kali, dan selokan juga tidak bisa menampung volume air yang tinggi dan akhirnya meluap ke area sekitar. Biasanya, banjir Cileuncang terjadi di daerah dataran tinggi yang memiliki curah hujan yang lebih tinggi, yakni sebesar 2.000 mm per tahun.
- Banjir orografis terjadi saat adanya kenaikan suhu udara yang mengandung uap air yang terbawa oleh angin ke puncak gunung. Sesampainya di atas, uap air tersebut menurunkan suhu udara di atas gunung yang kemudian terkondensasi sehingga terjadilah hujan di daerah pegunungan.Hujan inilah yang dinamakan orografis karena hanya terjadi di daerah pegunungan saja.
- Banjir lumpur,Sesuai namanya, banjir ini biasanya membawa banyak material lumpur yang berwarna coklat muda atau sedikit kekuning-kuningan. Banjir lumpur biasanya jauh lebih berbahaya dan menimbulkan kerugian yang lebih besar daripada banjir air. Salah satu bahayanya yang ditimbulkan dari banjir ini adalah jalanan yang licin. Selain itu, proses pembersihan lumpur di lingkungan sekitar jauh lebih sulit dan memakan waktu yang lebih lama. Biasanya, banjir lumpur ini terjadi saat hujan yang deras mengguyur daerah yang berlumpur, seperti daerah pertanian atau perbukitan. Selain dari hujan, banjir lumpur juga bisa terjadi dari bawah tanah dan campur tangan manusia.
- Banjir lahar, Banjir lahar terjadi karena adanya bencana alam yang berasal dari gunung api yang aktif dan mengalami erupsi. Dalam proses erupsi ini, gunung berapi akan mengeluarkan lahar dingin yang menyebar ke lingkungan sekitar. Biasanya, banjir lahar ini akan turun ke pemukiman warga melalui sungai. Jika sungai tidak bisa menampung debit lahar dingin, maka lahar yang membawa bebatuan besar tersebut akan menyebar ke berbagai arah. Dampak dari banjir lahar sangat banyak, antara lain merusak bangunan, daerah pemukiman, dan lahan pertanian masyarakat yang tertutup oleh material lahar.
- Banjir Gletser,Jenis banjir yang terakhir adalah gletser. Banjir ini biasanya terjadi di puncak gunung yang bersalju, seperti Gunung Himalaya dan Puncak Jayawijaya. Banjir gletser ini biasanya terjadi saat musim kemarau. Penyebab terjadinya banjir gletser ini akibat luapan air yang mencair dari puncak gunung. Pencairan air ini sangat membahayakan para pendaki dan hewan-hewan yang berada di gunung tersebut. Pasalnya, banjir gletser ini mengalir dengan deras dari puncak gunung ke kaki gunung. Tidak hanya air, biasanya banjir ini mengangkut banyak bebatuan dan pohon-pohon yang tumbang juga.
Begitulah sepenggal pengetahuan tentang jenis-jenis banjir. Semoga bermanfaat.
Nah, selanjutnya sesuai kondisi akhir-akhir ini pada akhir Januari 2025, ada pameo yang menghubungkan Tahun Baru Ilmlek dengan hujan deras, banjir, dan angin kencang hingga membadai. Pengetahuan umum masyarakat yang hanya bersifat asumtif ini akan rasanya diterima publik begitu saja oleh karena nyaris saja, Â ketika menjelang, pada saat atau sesudah tahun baru Imlek tiba akan ada kondisi seperti itu.
Padahal, curah hujan dan angin sudah ada dalam prediksi atau prakiraan cuaca oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Di dalam BMKG terdapat para pakar yang secara sistematis mengamati dan menganalisa konteks yang sedang terjadi di alam terbuka, menyiarkan/menyebarluaskan kepada publik agar ada kesiapsiagaan.
Dalam konteks kesiapsiagaan inilah, masyarakat berada dalam kewaspadaan ketika curah hujan disertai angin hingga membadai.
Banyak tempat di Indonesia terendam banjir. Para jurnalis mungkin akan lupa untuk menyebut jenis banjir apa yang sedang merendam suatu area, kampung bahkan kota. Kepastiannya, banjir terjadi dan berdampak pada lingkungan, sarana dan prasarana yang sudah dibangun dan dimanfaatkan, serta pada ternak dan manusia. Ekosistem alamiah dapat saja terganggu, apalagi ekosistem buatan.
Tengoklah jembatan Termanu (sebutan sesungguhnya Talmanu') di Kabupaten Kupang yang hampir selalu menjadi topik setiap musim penghujan. Masyarakat dalam wilayah Kecamatan  Amfoang Timur, Amfoang Utara, Amfoang Barat Daya dan Amfoang Barat Laut mengalami keterisolasian. ( Sumber ).
Selain jembatan Termanu/Talmanu', ada pula jembatan Siumolo di Fatule'u yang juga ambruk. Pada tahun-tahun sebelumnya pun sudah ada beberapa jembatan yang putus/patah akibat diterjang banjir, terutama ketika Badai Seroja menghantam Timor Barat. (Sumber)
Anggota masyarakat kota Kupang yang bertugas di ibukota Kabupaten Kupang terhambat ketika akan menuju Oelamasi. (Sumber)Mengapa? Karena banjir meluap menutupi badan jalan di Jalan Timor Raya desa Oebelo Kecamatan Kupang Tengah. Begitu pula di sekitar Naibonat Kecamatan Kupang Timur. Pada beberapa WhatsApp Grup terbaca kabar-kabar tentang terhambatnya arus lalulintas di tempat-tempat ini, dan bukan hal baru; karena setiap musim penghujan ketika hujan menderas, dipastikan akan ada luapan air dari sungai atau dari akumulasi air tumpahan drainase yang tidak terurus secara baik.
Kepada seorang rekan guru saya berseloroh padanya melalui pesan WhatsApp, "Dalam kondisi banjir, atau air meluap dari drainase dan jembatan kecil, pada siapa kita menyatakan kesalahan: alam atau orang?"
Rekan guru itu menjawab, "tentu pada orang, saudaraku."
Tidak selalu orang menjadi penyebabnya. Faktor alam dan manusia. Dua entitas inilah yang dapat dijadikan kambing hitam terjadinya banjir.( Sumber )
- Faktor Alam
Curah hujan yang tinggi, Curah hujan yang tinggi selama berhari-hari menyebabkan limpahan air berlebih. Tingginya curah hujan itu biasa terjadi saat puncak musim penghujan. Cuaca ekstrem, seperti adanya badai di laut pun bisa memicu tingginya curah hujan bahkan sampai tingkat ekstrem;
Erosi Tanah, Erosi tanah yang terjadi hingga menyisakan bebatuan bisa menyebabkan air hujan mengalir deras di atas permukaan tanah tanpa adanya penahan. Ini biasanya memicu banjir bandang.
Kapasitas Tanah Menyerap Air Rendah, Keadaan tanah dan tanaman di suatu wilayah juga menjadi salah satu penyebab banjir. Tanah yang ditumbuhi banyak tanaman mempunyai daya serap air yang besar. Tanah yang tertutup semen, paving, atau aspal dan tidak ada tumbuhan sama sekali tidak dapat menyerap banyak air.Â
Posisi daratan yang rendah, Daratan dengan posisi rendah rentan menjadi lokasi banjir. Air dari kawasan lebih tinggi umumnya akan mengalir ke wilayah lebih rendah. Banjir juga bisa terjadi jika permukaan tanah menurun dan lebih rendah dari muka air laut. Kondisi ini bisa terjadi di kawasan pesisir.
Kenaikan Permukaan Air Laut, Pemanasan global dan perubahan iklim kini semakin sering memicu cuaca ekstrem, yang di antara dampaknya adalah naiknya permukaan air laut. Dengan naiknya permukaan air laut, banjir bakal terjadi di wilayah pesisir, bahkan bisa menenggelamkan sebagian daratan.Â
Â
- Faktor Manusia
Penyumbatan Sungai dan Saluran Air dengan Sampah. Penyumbatan saluran air dan sungai akibat timbunan sampah yang dibuang dengan sembarangan terbukti menjadi salah satu penyebab banjir, terutama di perkotaan.
Penggundulan hutan dan penebangan hutan secara liar/illegal, Penebangan pohon secara liar dan tidak bertanggungjawab sering dilakukan oleh manusia. Hal ini mengurangi daerah resapan air dan dapat menimbulkan banjir.
Perubahan tata guna lahan, misalnya lahan serapan air justru diubah menjadi lokasi pemukiman atau perkebunan; pembangunan infrastruktur yang kurang memperhitungkan dan mempertimbangkan resiko banjir.
Dalam kondisi curah hujan yang tinggi, diikuti daya tampung aliran sungai yang rendah, serta daya serap tanah yang tidak memungkinkan lagi, terjadilah banjir. Beberapa sekolah terendam banjir, ada pula yang sekali pun tidak terendam banjir, namun berada di seputaran bantaran sungai, maka mereka dipastikan akan libur. (Sumber dan Sumber
Solusi bijaksana untuk mencegah banjir dapat diwujudkan. Bila kita mencari informasi dengan menggugling langkah bijak mencegah banjir, dapat ditemukan beragam pendekatan. Berikut beberapa di antaranya: Sumber)
- Menjaga lingkungan: Hindari membuang sampah ke sungai atau selokan.
- Memperbaiki sistem drainase: Periksa sistem saluran air dan drainase secara berkala.
- Menanam pohon: Tanam pohon berakar besar yang dapat menyerap air dengan cepat.
- Membangun sumur resapan: Sumur resapan dapat menampung air hujan dan mengurangi risiko banjir.
- Membangun infrastruktur pengendali banjir: Bangun tanggul, embung, dan waduk untuk mengendalikan aliran air.
- Membangun bangunan tahan banjir: Bangun bangunan yang tahan banjir, terutama di daerah rawan banjir.
- Melakukan reboisasi: Tebang pilih dan reboisasi dengan menanam pohon yang dapat menyerap air.
- Membuat lubang biopori: Lubang biopori dapat membantu meningkatkan kapasitas tanah dalam menyerap air.
- Membangun sistem peringatan dini banjir: Manfaatkan teknologi canggih untuk memantau dan memperingatkan adanya banjir.
- Menerapkan pengelolaan lingkungan berkelanjutan: Pastikan aktivitas manusia tidak merusak aliran air.
Mencermati catatan langkah bijak mencegah banjir, hanya manusia bijaksana yang berdaya untuk maksud ini. Alam menjadi penyebab banjir, tetapi alam sendiri tidak akan mencegah terjadinya banjir. Manusia menjadi penyebab banjir dari keteledorannya memanfaatkan alam dan memeliharanya, maka mencegahnya pun tentulah oleh manusia.
Kita tidak harus bernyanyi seperti kata Ebit G. Ade tentang perenungan kita pada bencana alam yang berujung pada pengajuan pertanyaan pada rumput yang bergoyang, bukan?
Umi Nii Baki-Koro'oto, 2 Februari 2025
Heronimus Bani ~ Pemulung Aksara
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI