Mohon tunggu...
Heronimus Bani
Heronimus Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru

Menulis seturut kenikmatan rasa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Buku di Tangan Presiden Prabowo Subianto, Buku di Perpustakaan Sekolah Pedesaan

31 Januari 2025   10:55 Diperbarui: 31 Januari 2025   15:02 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis menyerahkan buku kepada Gubernur NTT, Victor Bungtilu Laiskodat pada satu moment; Sumber: https://infontt.com/

Media arus utama telah menghadirkan satu berita menarik, Presiden Prabowo belanja buku di New Delhi. Sungguh menarik.

Seorang Presiden dalam lawatan ke luar negeri menyempatkan diri ke toko buku, bukan saja untuk sekadar melihat-lihat judul buku, nama penulis, tahun terbit, penerbit dan lain-lain metadata di buku, tetapi juga membeli dan membawa pulang.(Sumber)

Sebagaimana lazimnya pejabat publik yang tiba di pentas tertinggi kekuasaan di negara ini, yakni menjadi seorang Presiden, maka tindakannya akan dibaca pengamat politik sebagai sesuatu yang sifatnya politis.

Satu tindakan sederhana yakni mampir ke toko buku dan membeli buku oleh seorang Presiden, namun berdampak luas. Rasa-rasanya pemberitaan media arus utama dan media sosial lebih memprioritaskan hal ini daripada kunjungan kenegaraan Sang Presiden.

Bagaimana jika kita membuat perbandingan sederhana antara nuansa politis yang dimainkan Presiden Prabowo Subianto dengan suasana perpustakaan di sekolah-sekolah dasar pedesaan.

Mungkinkah kebiasaan atau mungkin tradisi membeli dan membaca buku akan menjadi satu inspirasi untuk mengalokasikan sejumlah anggaran bagi pengadaan dan pengembangan perpustakaan sekolah di pedesaan?

Bila kita melakukan apa yang saat ini sedang trend, gugling, kita dapat saja menemukan banyak informasi mengenai satu topik tertentu yang diinginkan. Saya mencobanya untuk menemukan informasi tentang kebiasaan Presiden Prabowo Subianto membaca buku. 

Fakta Presiden Prabowo Subianto:

  • suka membaca dan mempunyai perpustakaan pribadi di rumahnya, di Hambalang. (Sumber)
  • suka berkunjung ke toko buku dan membeli (memborong) buku. (Sumber)
  • suka mengoleksi buku  

Dampak dari kebiasaan yang agaknya sudah mentradisi ini maka seorang Prabowo Subianto kaya diksi. Hal ini terlihat ketika berpidato. Sering naskah pidato yang sudah disiapkan, justru menjadi rambu-rambu belaka. Ia melisankan opininnya sendiri, dibandingkan membaca apa yang sudah tertulis.

Padahal materi yang sudah ditulis itu jelas-jelas dibuat oleh para pakar yang telah mendiskusikannya, menata frasa dalam paragraf sedemikian rupa agar bila dibaca kelak terdengar runut dan logis.

Perpustakaan Sekolah di Pedesaan  

Beberapa Kepala Sekolah yang sempat saya hubungi via WhatsApp menjelaskan tentang perpustakaan di sekolahnya. Rangkuman sebagai berikut:

  • Perpustakaan sekolah itu  bila dikunjungi maka mereka yang berkunjung itu terkategori sebagai very important person. Mereka orang yang sangat penting karena ingin mengetahui sesuatu dari buku yang ada di perpustakaan. Perepustakaan sekolah tentulah dikunjungi oleh guru dan murid. Guru membaca setiap hari akan menjadi contoh bagi muridnya. Guru yang membaca setiap hari dipastikan akan kaya diksi. Kekayaan diksi itu akan berdampak pada persiapan pembelajarannya, termasuk rujukan dalam rancangan pembelajaran.
  • Tidak banyak judul buku di perpustakaan. Hal ini disebabkan perhatian terhadap perpustakaan terasa kurang. Pengadaan buku selalu diarahkan pada buku pegangan guru  dan buku murid/siswa. Maka, murid membaca buku pelajaran diasumsikan sebagai telah berliterasi (membaca)
  • Manajemen perpustakaan sekolah masih amatiran. Lembaga manakah yang membina perpustakaan sekolah? Sementara itu perpustakaan sekolah itu sendiri belum dimiliki oleh banyak sekolah di pedesaan. Mayoritas bangunan utama seperti ruang-ruang belajar yang mendapat perhatian untuk rehabilitasi, renovasi atau bangunan baru, sementara bangunan perpustakaan belum disentuh.
  • Sekolah yang belum mempunyai perpustakaan memanfaatkan sedikit ruang kosong di dalam ruang kelas menjadi sudut baca. Pada sudut baca ditempatkanlah buku-buku murid/siswa. Buku-buku itulah yang selalu dijadikan bahan bacaan, padahal buku-buku itu disebut buku pelajaran yang berisi materi ajar (belajar). 
  • Oleh karena itu, mengkategorikan buku sebagaimana satu manajemen sederhana di perpustakaan sekolah belum dapat terwujudkan secara baik seperti ini:

Kolase beberapa ruang perpustakaan sekolah; sumber foto: kiriman Yakob, Hilar & Andi; kolase: Roni Bani
Kolase beberapa ruang perpustakaan sekolah; sumber foto: kiriman Yakob, Hilar & Andi; kolase: Roni Bani
  • Fiksi

Fiksi Sains (Science Fiction): Cerita yang berfokus pada teknologi futuristik, perjalanan luar angkasa, atau penemuan ilmiah.

Fantasi: Dunia magis dengan elemen ajaib, makhluk mitos, dan petualangan epik.

Misteri/Detektif: Cerita tentang penyelidikan kejahatan, teka-teki, dan intrik.

Romansa: Fokus pada hubungan cinta dan emosi antara karakter.

Horor: Cerita yang menakutkan dengan elemen supranatural atau psikologis

Komik:Cerita bergambar yang bervariasi dari superhero hingga cerita romantis atau petualangan

Karya Sastra klasik dan modern;

  • Non-Fiksi

Biografi/Autobiografi: Kisah nyata tentang kehidupan seseorang.

Sejarah: Buku yang mendalami peristiwa dan tokoh penting dari masa lalu.

Pengembangan Diri: Buku yang memberikan saran dan panduan untuk meningkatkan kualitas hidup dan keterampilan pribadi.

Sains/Pendidikan: Buku yang menjelaskan konsep ilmiah atau topik akademis.

Dari beberapa lembar foto yang dikirimkan oleh tiga Kepala Sekolah, terlihat perpustakaan yang dimaksudkan itu berisi buku-buku murid. Literatur sebagaimana kategori di atas, belum dapat dideskripsikan secara baik.

Seorang Pendamping Sekolah (Pengawas) yang dihubungi per telepon menguraikan kondisi perpustakaan di sekolah-sekolah dampingannya. Masalah umum yang dihadapi sekolah-sekolah dalam kerangka literasi (membaca saja) di perpustakaan yakni:

  • Belum terlihat manajemen perpustakaan secara baik, sekalipun ada beberapa sekolah yang sudah pernah mendapatkan pendampingan untuk melatih guru menjadi pustakawan. Seorang pustakawan mestinya seseorang yang bersertifikat, sama seperti guru yang bersertifikat.
  • Sangat sering guru akan meminta/menyampaikan kepada murid untuk berkunjung ke perpustakaan bila guru belum (tidak) masuk. Guru piket akan mengantar murid sampai ke perpustakaan, di sana ia menjadi pengawas murid membaca; Bila ada guru lain yang mendi "pengawas" saat murid membaca, guru yang bersangkutan mengerjakan tugas-tugas rutinnya di perpustakaan.
  • Perhatian Pemerintah Daerah Kabupaten belum terlihat. Pemerintah Daerah melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan semestinya pro aktif pada pengembangan perpustakaan. Ada sekolah menengah pertama yang sebelumnya satu atap (satap) dengan sekolah dasar. Perpustakaannya ada di sekolah dasar. Ketika SMP menjadi reguler dan berdiri sendiri bukan lagi satap, maka sekolah itu tidak punya perpustakaan.

Saran Belaka

  • Presiden Prabowo Subianto melalui Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah mengalokasikan sejumlah anggaran agar perpustakaan di sekolah-sekolah dihidupkan? Presiden Prabowo Subianto mempunyai perpustakaan pribadi, tidakkah sebaiknya menjadi inspirasi untuk membangun perpustakaan di sekolah-sekolah dalam rangka peningkatan literasi sederhana (membaca dan menulis)? Nilai Tingkat Gemar Membaca  (TGM) tahun 2024 sebesar 72,44. Nilai ini didapatkan dari Publikasi Hasil Kajian Perpustakaan Indonesia bekerja sama dengan PT Indekstat Konsultan Indonesia. Sementara itu nilai Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM) tahun 2024 sebesar 73,62 (Sumber  ) Suatu perkembangan yang baik tentunya, maka peningkatannya patutlah mendapatkan perhatian. 
  • Pemerintah Daerah (Gubernur, Bupati, Walikota) mengalokasikan anggaran untuk pembangunan dan pengembangan perpustakaan di sekolah-sekolah.
  • Pemerintah daerah melalui instansi teknis dalam hal ini Dinas Pendidikan dan Kebudayaan membangun koordinasi dan kerjasama dengan NGO yang peduli pendidikan, termasuk Perpustakaan Nasional di daerah untuk pelatihan dan pendampingan Pustakawan dalam kerangka manajemen perpustakaan ssekolah.

Perpustakaan di sekolah-sekolah perkotaan tentulah sedang hidup. Sementara perpustakaan di sekolah-sekolah pedesaan, ada di antaranya sedang mati suri, ada yang sama sekali tidak punya perpustakaan. Sungguh berharap pada pemerintah daerah kabupaten yang peduli pada perpustakaan sekolah dasar di pedesaan? Atau mungkinkah ada NGO yang peduli perpustakaan?

Sekadar Pengalaman Belaka dengan Buku

Penulis menyerahkan buku kepada Gubernur NTT, Victor Bungtilu Laiskodat pada satu moment; Sumber: https://infontt.com/
Penulis menyerahkan buku kepada Gubernur NTT, Victor Bungtilu Laiskodat pada satu moment; Sumber: https://infontt.com/

Ketika saya mempunyai beberapa buku yang sempat diterima penerbit indie untuk diterbitkan, saya mendapat inspirasi untuk memberi hadiah dengan buku. Berkali-kali saya menghadiahi teman, sahabat, bahkan kepada pejabat, hingga rektor pun saya beri buku.Sumber

Sebahagian kecil foto memberi hadiah dengan buku; foto&kolase: Dokpri Roni Bani
Sebahagian kecil foto memberi hadiah dengan buku; foto&kolase: Dokpri Roni Bani

Apakah tindakan yang saya buat itu berdampak? Saya belum dapat memastikan karena dibutuhkan suatu observasi atau mungkin diikuti dengan riset sederhana pada mereka yang menerima buku.

Faktanya, para pejabat, rektor dan mantan pejabat yang pernah menerima buku dari tangan saya sendiri sebagai penulis amatiran, tidak satu pun yang membagikan buku ketika berada dalam kunjungan.

Presiden Joko Widodo membagikan buku; sumber: https://liputan6.com/ 
Presiden Joko Widodo membagikan buku; sumber: https://liputan6.com/ 

Bila menelusuri jejak Presiden Joko Widodo yang berhubungan dengan buku, di sana ada pemberitaan tentang bagi-bagi buku.

Presiden Joko Widodo pun pernah melakukan panggilan video di salah satu ruangan dengan latar belakang rak-rak yang dipenuhi buku-buku(Sumber). Presiden Joko Widodo menyebutkan bahwa buku menjadi temannya yang penting pada saat pandemi covic-19. 

Kembali ke pengalaman sederhana yang saya tekuni. Saya masih terus berada dalam upaya menyadarkan masyarakat di sekitar saya tentang pentingnya membaca buku (fisik), walau saat ini buku (online) telah tersedia.

Menghadiahi dengan buku merupakan satu pendekatan yang mungkin tidak populer. Ya, tentulah demikian adanya oleh karena saya bukanlah seorang politisi yang sedang melakukan apa yang disebut pencitraan.

Beberapa rekan guru dan sahabat bila bertemu akan berkata, "bagi buku, dulu." Saya tidak segera memenuhi permintaan seperti itu oleh karena sangat sering mereka justru sedang  bergurau.

Mungkinkah mereka yang pernah dihadiahi buku sudah membacanya? Mereka yang sudah menerima belum (tidak) berkabar tentang sejauh mana mereka membaca buku yang diterima, dan memberi pengaruh pada orang sekitar untuk memiliki dan membaca buku. Ini pertanda bahwa dunia literasi sederhana kita masih rendah. Literasi sederhana yang saya maksudkan yakni membaca dan menulis.

Apakah ada politisi, pejabat pemerintah dan atau pengusaha yang merindukan untuk menghadiahi sekolah dengan perpustakaan? Jika ada, mari wujudkan.

 

Umi Nii Baki-Koro'oto, 31 Januari 2025

Heronimus Bani ~ Pemulung Aksara 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun