Mohon tunggu...
Heronimus Bani
Heronimus Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru

Menulis seturut kenikmatan rasa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belis Membeli Perpisahan Pilu?

16 Januari 2025   20:12 Diperbarui: 16 Januari 2025   20:12 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pratu Andi; Sumber: https://medan.tribunnews.com 

Bila mengingat satu nomor lagu yang dinyanyikan George Baker berjudul Baby Blue, mungkin tidak berkemiripan dengan kisah cinta yang berujung menghilangkan nyawa sendiri dengan cara yang sangat menyedihkan. Penghilangan nyawa dengan cara itu sungguh-sungguh menyayat hati pada kerabat dan sahabat yang ditinggalkan, teristimewa Sang kekasih. Suatu kisah cinta yang terjadi di pulau terselatan negeri fatamorgana, Rote. 

Bila George Baker melagukan perpisahan dalam kisah cinta dengan gambaran bahwa ia masih mencintai kekasihnya, namun kekasihnya telah pergi dengan meninggalkan satu catatan pendek, bahwa ia kembali hanya untuk mengambil pakaiannya. Sang kekasih yang sungguh-sungguh masih mencintai itu, tetapi ia hanya dapat mengingatnya dan mencoba menemukan pengganti walau mungkin tak sama persis.

George Baker; sumber: https://showbird.com/
George Baker; sumber: https://showbird.com/

Berikut ini lirik lagu Baby Blue, George Baker

She wrote me today
That she won't come back to stay
That she'd only comes to pick up her clothes
She wrote I must not cry
That her love for me has died
But she'd found somebody else, I suppose

Baby Blue, Baby Blue
Do you know that I'm still in love with you
Now I know that you won't be here no more
How I need you, how I want you Baby Blue

I know I must forget
All the good times we had
But I'll know that I can't forget you
You're still on my mind
And I know I can find
Such a girl as my sweet Baby Blue

Baby Blue, Baby Blue
Do you know that I'm still in love with you
Now I know that you won't be here no more
How I need you, how I want you Baby Blue

Kisah cinta yang lain yang berujung perpisahan pilu bahkan dirayakan oleh insan sejagad di China yakni kisah cinta Fat Cat. Fat Cat mengakhiri hidupnya dengan cara terjun bebas di jembatan Chongqing. Kisah cinta yang berakhir pilu itu pun mendapat respon kritikan amat tajam dari para sahabatnya bahkan mendapat pemberitaan yang luas di berbagai tempat.

Bila George Baker bersyair mungkin melalui pengalaman dirinya atau pengalaman sahabatnya yang diceritakan. Inspirasi muncul dan terciptalah lagu yang fenomenal, apalagi dinyanyikan penjiwaan. Lagu yang dinyanyikan oleh George Baker selanjutnya mendunia dan menghasilkan di mana pundi-pundi Sang penyanyi diisikan, bahkan sampai saat ini ketika ada di kanal YouTube yang menjadikannya makin eksis.

Kisah cinta yang pilu Fat Cat mungkin akan menginspirasi para sineas untuk menggarap film yang mengingatkan publik, khususnya para muda. Mungkin pembelajarannya akan diintersepkan ke dalam skenario agar secara tidak langsung mengedukasi penontonnya. Entahlah pada suatu masa nanti. 

Diceritakan bahwa Tan Zhu kekasih Fat Cat, ketika mengetahui bahwa Fat Cat mengakhiri hidupnya dengan melompat di jembatan Chongqing, ia mengalami depresi. Depresi terjadi oleh karena warganet mengkritisi dan membuli. Para pengguna media sosial khususnya kaum muda yang respek dan berempati pada kematian Fat Cat, beramai-ramai pergi ke jembatan Chongqing, menempatkan bunga tanda berdukacita.

Fat Cat dan bunga tanda dukacita dari para sahabatnya; Sumber:  https://www.okezone.com/
Fat Cat dan bunga tanda dukacita dari para sahabatnya; Sumber:  https://www.okezone.com/

Kisah cinta yang terjadi antar insan berbeda jenis kelamin, selalu ada yang menarik baik yang dramatis, komedi, spektakuler atau sensasional, hingga tragedi yang memilukan. Kisah cinta selalu menarik untuk dijadikan materi perbincangan ringan yang menghibur, hingga menjadi materi tulisan kaum Novelis.


Beberapa waktu ini, jagad informasi di Nusa Tenggara Timur dan Indonesia pada umumnya dihebohkan. Kehebohan itu terjadi oleh karena seorang anggota TNI AD berpangkat Prajurit Satu(Pratu). Prada Andi Tambaru mengakhiri hidupnya dengan cara yang sangat miris. Siapa pun akan sangat menyayangkan sikap dan tindakan Pratu Andi Tambaru. Ia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya justru ketika dikabarkan bahwa ia akan menjadi calon suami pada kekasihnya dan sekaligus calon ayah pada janin yang dikandung calon isterinya.  

Media online ramai-ramai mencatat bahwa kematian itu terjadi akibat tekanan psikologis yang tak dapat dikendalikan ketika Pratu Andi Tambaru harus memberikan uang sebesar Rp250.000.000 (dua ratus lima puluh juta) sebagai belis sebelum menikahi Sang kekasih Manja Mooy.

Apakah pemberitaan tentang belis yang mahal (besar jumlahnya) ini telah sungguh-sungguh menjadi satu-satunya penyebab kematian dengan cara yang tragis pada Pratu Andi Tambaru? Mungkin saja benar, atau mungkin belum dapat dipastikan seperti itu.

Manja Mooy; sumber: https://www.rajawalinews.id
Manja Mooy; sumber: https://www.rajawalinews.id

Bahwasanya, belis atau sebutan apa pun itu dalam bahasa lokal di setiap etnis di Nusa Tenggara Timur, bukanlah sesuatu yang tabu untuk tidak diwujudkan. Semua etnis di Nusa Tenggara Timur akan memberlakukan hal yang satu ini sebagai salah satu syarat dalam pernikahan. Belis (atau sebutan lainnya) dapat berupa uang, emas, ternak, dan kain tenunan yang khas etnis itu. Bila keluarga dari pihak calon suami (laki-laki) belum siap untuk memberikan apa yang menjadi permintaan keluarga pihak calon isteri (perempuan), maka ada jalan tengah yang dapat ditempuh. Jalan tengah yang dapat ditempuh yakni, menikahkan menurut agama yang dianut dan mencatatkan pernikahan/perkawinan itu pada Dinas Catatan Sipil. Sementara belis dapat ditunda dengan konsekuensi pasangan suami-isteri itu belum diizinkan untuk keluar dari rumah/kampung keluarga pihak perempuan.

Jalan tengah ini sebagai cara untuk pengesahan perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan yang berlaku di dalam negara ini. Sementara hukum adat perkawinan yang mensyaratkan belis dapat ditunda sampai pada satu waktu yang disepakati.

Pada umumnya, masyarakat adat menghendaki pernikahan/perkawinan dengan tiga rentetan upacara:

  • Upacara perkawinan menurut hukum adat; yang paling umum di perkotaan disebut maso minta.
  • Upacara perkawinan menurut hukum agama; yang paling lazim di NTT yakni pemberkatan nikah di gereja; diikuti pesta pernikahan yang disebut resepsi pernikahan dan berakhir pada mengantar pengantin ke rumah/kampung pihak keluarga laki-laki. Di sana dipesttakan lagi.
  • Pencatatan/pendaftaran perkawinan untuk pengesahannya pada instansi pemerintah (Dinas kependudukan dan Catatan Sipil) di Kota/Kabupaten.

Bila ketiga upacara ini telah benar-benar diwujudkan, maka pasangan suami-isteri baru itu telah sah. Semua pihak keluarga dan rumpun keluarga di sekitarnya pun lega telah dapat mengurus pernikahan/perkawinan itu hingga tuntas.

Lantas bagaimana dengan peristiwa pilu yang terjadi pada Pratu Andi Tambaru?

Sebagaimana diberitakan oleh banyak media online hal semacam itu dapat dicegah. Bagaimana mencegahnya?

Seseorang yang akan menikah, khususnya para calon pasangan suami-isteri, sebaiknya telah mengambil keputusan secara tepat. Keputusan itu selanjutnya disampaikan kepada orang tua dan anggota keluarga terkait. Para pihak inilah yang dapat secara bijaksana membantu mengurus perkawinan/pernikahan, termasuk memusyawarahkan besaran belis yang wajib diberikan kepada pihak orang tua calon isteri.

Jika yang dimaksudkan dengan besaran belis itu dirasakan teramat besar, tentulah ada jalan tengah. Orang tua dari keluarga perempuan dapat secara bijaksana memberikan kelonggaran. Kelonggaran itu dimaksudkan agar pihak keluarga laki-laki dapat memikul tanggung jawab itu, terlebih untuk tidak membebani pemuda yang akan menjadi menantu. 

Pemuda yang kelak akan menjadi menantu dalam bahasa Meto' disebut moen fe'u. Secara harfiah moen fe'u artinya laki-laki baru. Maksudnya mertua akan menerima pemuda itu sebagai anak laki-laki baru di dalam rumahnya. Maka, sebagai anak laki-laki baru di dalam rumahnya, sebijaksana mungkin untuk meringankan beban psikologis akibat dari pembebanan belis padanya.

Bahwa belis menjadi tanggung jawab komunal pihak keluarga laki-laki, itu benar. Faktanya, nyaris tidak dapat sepenuh-penuhnya ditanggulangi secara bersama. Calon suamilah yang dimintai persiapan awal. Dalam budaya etnis Rote dikenal istilah tu'u, dan di Amarasi ada istilah bnetes, atau tae oko'. Dua istilah ini merupakan satu budaya di mana orang berkumpul untuk mengisi pundi-pundi persiapan dalam rangka upacara pernikahan/perkawinan. Isi dari pundi-pundi itu dapat saja mencukupi, namun faktanya tidak selalu demikian.

Pembiayaan terbesar dalam rangkaian upacara pernikahan/perkawinan jatuh pada dua point:

  • Upacara pernikahan/perkawinan menurut hukum adat di mana belis menjadi syarat utamanya. 
  • Resepsi pernikahan. 

Dua point ini bila telah lunas terbayar, rasanya martabat para pihak sedang naik ke jenjang tertinggi. 

Hal lain yang terbaca secara sosiologis dalam masyarakat adat etnis mana pun di Nusa Tenggara Timur yakni, martabat manusianya. Perempuan yang "diambil" sebagai calon isteri dan keluarganya merasa mendapat penghargaan dan penghormatan ketika belis yang dimintakan dapat dilunasi oleh calon suami dan keluarganya. Pada sisi sebelahnya, calon suami dan keluarganya bila mampu melunasi permintaan belis, harga diri mereka pun terlunasi.

Jadi, belis yang mahal selalu menjadi beban psikologis pada pihak keluarga laki-laki, terutama pemuda yang bakal jadi suami. Saran saya dalam tulisan ini:

  • Belis sebagai budaya tidak perlu dipersoalkan, karena hal itu sudah diterima oleh berbagai kalangan, bahkan ketika suatu perkawinan terjadi antaretnis. 
  • Mempersoalkan belis sebaiknya pada nominal yang diminta bila itu berupa uang. Sementara bila belis itu berupa barang seperti moko, gading, ternak besar seperti sapi, kuda atau kerbau, adalah baik bila dikonversi menjadi uang. Nilai nominal hasil konversi pun tidak harus mengikuti perkembangan inflasi yang terjadi di dunia ekonomi. Mengapa? Karena belis tidak ada hubungannya dengan ekonomi biaya tinggi.
  • Sebaiknya menekan anggaran pembiayaan upacara pernikahan/perkawinan menurut hukum adat perkawinan dan resepsi yang menyerrtai upacara menurut agama yang dianut. 
  • Martabat manusia tetaplah menjadi terhormat dan mulia ketika menempatkan lembaga pernikahan/perkawinan pada porsi yang tepat. Lembaga pernikahan/perkawinan bukanlah ajang "kompetisi" yang di mana orang menghunjukkan kemampuan ekonomi, tetapi mesti menjadi wadah yang meluaskan kekerabatan. Dalam kekerabatan yang makin luas prinsip berat sama dipikul ringan sama dijinjing patutlah diwujudkan.

Bagaimana dengan Manja Mooy dan keluarganya?

Menurut pemberitaan media ini keluarga dari Manja Mooy tidak atau belum pernah meminta agar menyiapan uang sebesar Rp250.000.000  (dua ratus lima puluh juta) sebagai belis. Justru mereka tengah menyiapkan pengurusan pernikahan secara dinas terlebih dahulu. Izin diberikan oleh pihak keluarga Manja Mooy oleh karena calon suaminya seorang anggota TNI AD yang harus mengikuti tata perkawinan menurut dinas militer.

Maka pada akhirnya viralitas berita seputar kisah cinta yang berakhir pilu, kegeraman, kesedihan, dan beban psikologis pada dua keluarga akan terbawa untuk waktu yang lama. 

Semoga ada pelajaran berharga dari peristiwa ini. Menghilangkan nyawa sendiri atas alasan depresi bukanlah tindakan solutif. Sementara menempatkan harga diri/martabat di tempat tertinggi itu tentulah baik, namun bukan dengan menempatkannya dalam nilai nominal yang tak dapat diraih dalam waktu singkat.

Terima kasih.

Umi Nii Baki-Koro'oto, 16 Januari 2025

Heronimus Bani ~ Pemulung Aksara 

 

Sumber:

https://www.rctiplus.com/news/detail/gaya-hidup/2871562/lirik-lagu-baby-blue-dan-terjemahan-oleh-george-baker-selection 

https://ttu.inews.id/read/543978/terungkap-ini-kronologis-prajurit-tni-di-rote-ndao-tewas-gantung-diri-dekat-bandara

https://kabargarut.pikiran-rakyat.com/internasional/pr-3218064853/tragedi-fat-cat-kisah-viral-gamer-china-yang-berakhir-pilu-akibat-putus-cinta?page=all

https://medan.tribunnews.com/2025/01/15/bukan-karena-belis-rp-250-juta-ternyata-ini-dugaan-penyebab-kematian-pratu-andi-tambaru?page=3

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun