Mohon tunggu...
Herulono Murtopo
Herulono Murtopo Mohon Tunggu... Administrasi - Profesional

Sapere Aude

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Mengunjungi Pertapaan Katolik Rawaseneng-Temanggung

9 Agustus 2023   07:46 Diperbarui: 9 Agustus 2023   07:56 1515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebenarnya, lokasi dari tempat kami menginap cukup dekat dengan kapel tempat berdoa pertapaan ini. Hanya saja karena pesertanya adalah orang orang muda pada jamannya sekitar 10 atau dua puluh tahun yang lalu, maka setiap kali kami menuju ke tempat doa akhirnya harus diantar bus. Sedikit bising ketika kami datang karena suara bus. Untungnya masih bisa dipahami. 

Kami berdoa dan beribadat di sana. Setenang mungkin. Tidak ada kata buru buru atau pengen cepet selesai. Tenag, pelan, dan syahdu. Kami, para peserta di barisan tersendiri sedangkan dipisahkan pembatas kayu agak panjang, kami memang tidak mungkin berkomunikasi dengan para pertapa. Mereka datang ke kapel untuk berdoa tepat pada jam doa dan begitu selesai lalu mereka langsung ke balik tembok pertapaan.

Suasana doa di pertapaan. Dok. Pribadi
Suasana doa di pertapaan. Dok. Pribadi

Malam makin hening, sepi dan setelah ditutup dengan kidung pujian malam penutup yang syahdu, kamipun kembali ke kamar kami masing masing. Rupanya tidak semuanya bisa langsung tidur karena ga terbiasa. Tapi saya wajibkan peserta untuk bisa langsung tidur karena besok pagi pagi sudah harus bangun dan mengikuti doa bersama. Beruntung segala sesuatunya lancar, sampai kemudian di hari minggu karena kami mau segera melanjutkan perjalanan ke Dieng untuk berwisata, kami tidak bisa mengikuti perayaan ekaristi di pertapaan tapi di kapel stasi Rawasenengnya karena hari itu adalah hari minggu. Berdosa rasanya, di manapun orang Katolik hari minggu tidak ikut merayakan Ekaristi. Rupanya, kami yang biasa tinggal di kota ini.... berdoa dengan masyarakat pedesaan sekitarnya itu juga membawa kesan tersendiri. Umat yang masih sederhana dan ramah ramah, tidak sebanyak di Gereja kami yang biasanya bisa ribuan umat. Terutama keramahan mereka itulah yang banyak dikenang peserta.

Suasana sehabis makan di tempat susteran biara dominikan. dok. pribadi.
Suasana sehabis makan di tempat susteran biara dominikan. dok. pribadi.

Pukul 11 siang, kami harus meninggalkan tempat tersebut.

Masih belum puas dengan pengalaman kami, umumnya atau kebanyakan dari kami ingin untuk datang lagi ke pertapaan tersebut. "Mas Heru, nanti kita ke sana sendiri saja yak... sekeluarga gitu... ga usah banyak banyak orang..."

"Oke bu... siap... moga moga, bisa dapat waktu libur ya...."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun