Sejarah bukan untuk sekedar dihafal. Dan jujur saja, pembelajaran sejarah yang sekilas lalu, kelewat point point yang dimasukkan menjadikan kita buta sejarah meskipun belajar sejarah. Banyak sekali yang muatan muatan sejarah itu hanya sekeping sekeping, bahkan seringkali sengaja ditutuptutupi.Â
Bisa dipahami bahwa penyampaian sejarah itu tidak pernah utuh. Sejarah versi orde lama sangat berbeda dengan versi orde baru, demikian juga dengan versi orde reformasi.Â
Di Indonesia, hampir pasti setiap warga negaranya pernah mendengar sejarah dijajah Jepang, lalu tahu ada dan bagaimana negara Jepang. tapi tidak dengan warga jepang, terutama yang anak anak muda, banyak yang tidak tahu tentang Indonesia, kecuali Bali.Â
Lebih banyak lagi di antara mereka yang tidak tahu bahwa Jepang pernah menjajah Indonesia. Jangankan berbeda negara dengan perbedaan sudut pandang, di Indonesia saja, perbedaan rezim menyampaikan sejarah secara sangat berbeda. Sebutlah misalnya bagaimana sosok Tan Malaka disampaikan. Hampir tak ada yang melihatnya, kini, bahwa dia adalah satu satu pahlawan nasional.
Demikian juga yang sangat sepintas lalu disampaikan dalam pembelajaran sejarah, yaitu tentang angka tahun yang tertulis dalam teks proklamasi baik yang tertulis tangan maupun yang versi ketikan.Â
Dalam teks tertulis angka tahun 05 sedangkan Sukarno membacakan kemerdekaan Indonesia bertahun 1945. Orang lalu paham bahwa itu menyesuaikan antara kalender Jepang dengan kalender masehi. Tapi rupanya, pengkalenderan dan penyebutan angka tahun punya latar belakang dan implikasi sejarah yang cukup pelik, politis, sekaligus simbolik.
Awalnya memang Jepang memberikan janji kemerdekaan kepada Indonesia. Dan memang sudah ada langkah langkah untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia itu.Â
Tapi, ketika Jepang menyerah tanpa syarat tanggal 14 Agustus 1945 kepada sekutu maka sebenarnya wajar kalau Jepang tidak punya hak sama sekali untuk sekedar memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.Â
Sepertinya pihak Jepang mematuhi hal tersebut. Ketika Sukarno dan para tokoh proklamasi yang lain datang ke rumah Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto, kepala staf Tentara Angkatan Darat ke-16 yang menjadi kepala pemerintahan militer Jepang di Hindia Belanda, Yamamoto tidak menemui mereka. Ia memerintahkan Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum Pemerintahan Militer Jepang, untuk menerima kedatangan rombongan tersebut. Nishimura mengatakan kondisi sudah berubah, janji kemerdekaan sudah tidak bisa lagi diwujudkan.
Sadar bahwa jepang sudah tidak punya hak untuk memberikan kemerdekaan, Soekarno mengatakan bahwa akan mengambil langkah kemerdekaannya sendiri. tentu di sini sangat dramatis kalau digambarkan.Â
Kalau jepang mengijinkan kemerdekaan, maka akan berhadapan dengan pihak sekutu dan akhirnya terutama dengan Belanda. Kalau tidak mengijinkan akan berhadapan dengan pihak Indonesia.Â
Maka, Jepang lebih tunduk kepada pihak sekutu. Meskipun seperti tidak berdaya ketika Sokarno konon mengatakan, "kalau janji kemerdekaan sudah tidak bisa lagi diwujudkan, jangan halang-halangi kami merdeka dengan cara kami sendiri."
Tapi bagaimanapun, Jepang akan menjadi ancaman. Mereka masih bisa mengerahkan kekuatan militer demi mengurangi resiko dengan pihak sekutu. Maka kemudian diambillah langkah untuk mempersiapkan proklamasi di rumah Laksamana Muda Maeda.Â
Laksamana Maeda, dalam catatan beberapa sejarah, sudah punya hubungan dengan tokoh tokoh nasional Indonesia sebelum kedatangan resmi Jepang ke Indonesia. Dia sudah ada di indonesia sejak tahun 1930an sebagai mata mata.
Oleh karena itulah wajar kalau para tokoh ini kemudian memilih tempatnya Maeda sebagai lokasi untuk mempersiapkan kemerdekaan. Terlebih lagi, rumah Laksamana Maeda cukup aman karena merupakan kompleks angkatan laut yang tidak akan sembarangan dimasuki oleh tentara Jepang. Â Rumah beliaulah yang sekarang menjadi museum perumusan teks proklamasi.
Dalam situasi semacam itu, tentu saja sebenarnya sangat beresiko bagi Maeda baik berkaitan dengan pihak negaranya maupun dengan pihak sekutu. Dan akhirnya, nanti Maeda dan stafnya ditangkap oleh sekutu dan dipenjarakan di Grodog dan Salemba.
Tentang tahun 05 dan 45
Ada yang mengatakan bahwa penyebutan tahun seribu sembilan belas agustus seribu sembilan ratus empat puluh lima yang berbeda dengan teksnya yang menyebutkan tahun nol lima sebagai bentuk kecintaan Soekarno pada Indonesia.
Saya menangkapnya agak lain. Bukan berkaitan pertama tama dengan bentuk kecintaan, tapi sebagai proklamasi yang mau diakui oleh dunia. Tahun 05 adalah singkatan dari tahun 2605 menurut kalender Jimmu, kalender resmi Jepang yang menambahkan 660 tahun dalam kalender masehi.
Mengapa ditulisnya tahun 05 karena sebagai negara jajahan Jepang yang diharuskan menggunakan budaya jepang, kalendernya pun menggunakan kalender Jepang.Â
Tetapi, proklamasi ini kan ingin mendapatkan pengakuan internasional, maka penyebutan tahun juga menggunakan kalender internasional, kalender masehi yang lebih umum, sekaligus untuk mengatakan bahwa kemerdekaan Indonesia tidak ada hubungannya dengan jepang.
Tetapi apa daya, yang tertulis tetap tertulis. Penulisan tahun 05 ini bermasalah di kemudian hari. Sekutu tetap menganggap Jepang terlibat dalam kemerdekaan Indonesia, karena dalam teks proklamasi tertulis dalam kalender Jepang. Meskipun peristiwa perumusan naskah proklamasi sudah disembunyikan bahwa ditulis dirumah Laksamana Maeda, namun toh ketahuan juga. Maedalah yang akhirnya semacam jadi tumbal, dia disiksa habis habisan oleh sekutu untuk mengakui bahwa Indonesia dibentuk oleh Jepang.
Sekutu tidak serta merta mengakui Indonesia sebagai negara merdeka, apalagi Belanda. Dengan pembenaran atau mencari bukti bahwa Indonesia dibentuk oleh Jepang, atau dengan diam diam Jepang memberikan kemerdekaan pada Indonesia, Belanda akan memperoleh legitimasi untuk tidak mengakui kemerdekaan Indonesia.Â
Hampir sama dengan Indonesia yang tidak mau mengakui papua sebagai negara sendiri dan sukarno menyebutnya sebagai negara boneka bentukan Belanda, demikian Belanda punya hak untuk mengatakan Indonesia sebagai negara boneka buatan Jepang. Atau, jepang sudah melampaui kewenangannya dengan memberikan kemerdekaan pada Indonesia. Apalagi, sebelum menyerah Jepang memang sudah semacam mempersiapkan kemerdekaan untuk Indonesia.
dalam catatan sejarah, Maeda kemudian dipulang ke Jepang dan kemudian mengundurkan diri dari angkatan Laut jepang menjadi semacam noda bagi negara Jepang yang ambil sikap sendiri. sementara itu, kemerdekaan Indonesia yang disebarluaskan baik ke dalam negeri yang menggunakan versi teks tertulis tahun 05 maupun ke luar negeri dengan siara radio pendek.
Peristiwa bahwa Indonesia merdeka sendiri, atas keinginan sendiri, itu juga diuntungkan dengan diperkuat berkat pristiwa penculikan Soekarno. Sebab, kalau tidak, menurut Bonnie Triyana, sejarawan Indonesia, maka teks proklamasi akan dibacakan pada sidang PPKI, bukan di lapangan.Â
Para peserta sidang akan mendapatkan kopian teks satu satu satu dan mendengarkan proklamasi kemerdekaan. Kalau ini yang terjadi, maka sangat mungkin Indonesia akan disebut sebagai boneka Jepang. PPKI adalah kelanjutan dari BPUPKI yang memang diprakarsai oleh Jepang.
Demikianlah peristiwa sejarah menjadikan Indonesia definitif bukanlah negara bentukan Jepang, negara bonekanya Jepang sekaligus sesuai dengan keinginan para pendiri bangsa, bahwa Indonesia bukanlah ahli waris Belanda.Â
Sebenarnya pada Pada 11 Juli 1945, BPUPKI mengeluarkan keputusan yang diperoleh berdasarkan voting bahwa wilayah Indonesia meliputi Hindia Belanda, Malaya, Borneo Utara, Papua, Timor Portugis, dan pulau-pulau sekelilingnya. Namun, pada tanggal 18 Agustus 1945, akhirnya ditetapkan bahwa luas Indonesia hanya meliputi wilayah jajahan Hindia Belanda, tidak kurang dan tidak lebih sesuai dengan hukum internasional yang berlaku.
Maka di sini kelihatan bahwa dalam detik detik yang menentukan itu, banyak peristiwa yang terjalin, pendek pendek tapi padat. Kemerdekaan Indonesia, bukanlah kemerdekaan yang didapatkan dengan 'waton suloyo', ngasal, asal jalan dan ikut begitu saja dengan keadaan. Tapi, dari peristiwa penanggalan antara 05 dan 45 saja, kita tahu untuk melegitimasi kemerdekaannya Indonesia butuh otak, butuh strategi, dan butuh pengorbanan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H