Di balik keseruan sinematografinya, film Wonder Women ternyata menyampaikan sebuah idealisme yang tidak begitu populer diperdengarkan; suara dari gerakan pro-life. Salah satu ungkapan yang cukup menjadi kata kunci adalah, "They were killing people they cannot see: children. (Mereka membunuh orang yang tidak dapat mereka lihat: anak-anak.)" Di sinilah kemudian saya berpikir bahwa, entah mana yang berpengaruh, kehamilan Gal Gadot dengan quote-quote yang ada bukanlah sebuah kebetulan.
Sebagai catatan saja, gerakan pro-life harus senantiasa berhadapan dengan kelompok lain bernama pro-choice. Dan, gerakan pro-choice merupakan gerakan yang mentolerir aborsi sebagai sebuah pilihan. Meskipun, mereka sendiri sering mengklaim bahwa pro-choice tidak serta merta adalah pro aborsi. Dengan didasarkan pada argumentasi individualisme dan independensi diri yang menganggap bahwa tubuhku adalah milikku dan apa yang terjadi dengan tubuhku adalah bagian dari pilihan bebasku, maka sekiranya ada 'hal' lain yang menjadi parasit untuk tubuhku, aku berhak untuk membuangnya.Â
Termasuk yang mem'parasit'i diriku adalah embrio dan janin yang menempel pada tubuhku. Dalam hal ini, maka sah-sah saja, kemudian saya melakukan aborsi. Sejauh saya menangkap, kalangan pro-choice juga mendasarkan diri pada otonomi moral. Bahwa moralitasku, tidak bisa didektekan oleh institusi manapun di luar diriku, termasuk dari kalangan agamawan.
Dalam pandangan kaum pro-life, kalangan pro-choice inilah kemudian yang terbiasa membunuh orang yang tidak dapat mereka lihat, anak anak. Ketika seseorang mulai hamil, dan kehamilan harus dihitung sejak terjadinya pembuahan, mereka sesungguhnya hamil atau mengandung anaknya. sungguhpun, anak itu tidak atau belum kelihatan sebagai anak.
Ya, dalam beberapa waktu embrio belum berbentuk sebagai manusia. Memang ada beberapa pandangan prinsip sejak kapan hidup manusia harus dihormati dan dibela sebagai hak asasi yang paling asasi. Yang paling fundamental seperti gereja Katolik mengatakan bahwa hidup dimulai sejak pembuahan. Maka, sejak kehidupan terbentuk, berlakulah sebuah prinsip, "Biarlah yang hidup tetap hidup (manusia) karena dia sudah hidup." Lepas dari dia sudah individu atau manusia belum, yang jelas dia sudah memiliki hidup itu dan kita tahu bahwa hidup adalah hak asasi yang paling asasi.
Berikutnya, seperti dalam pandangan Buddhis, betapa kesadaran manusia sangat berpengaruh pada kehidupan, demikian hidup baru terjadi sejak terbentuknya otak sebagai adanya kesadaran minimal. Sebelum itu, janganlah dikatakan sebagai kehidupan. Dalam pandangan klasik, hidup juga baru diakui sejak gerakan janin dirasakan oleh ibunya. Pada saat itulah, konon roh atau nyawa seseorang ditiupkan.
Namun, dalam embriologi modern, hal tersebut sudah ditolak karena sebenarnya jauh sebelum gerakan si anak dirasakan oleh ibunya, janin sudah melakukan gerakan gerakan lembut yang tidak dirasakan ibunya. Ada juga yang mengatakan bahwa hidup individu baru diakui kalau dia sudah bisa hidup di luar rahim. Jadi pada usia usia minimal, seseorang bisa hidup di luar rahim, barulah dia dikatakan sebagai manusia. Nah, dalam pandangan yang paling liberal mengatakan bahwa seseorang baru diakui sebagai individu, sejauh dia sudah dilahirkan. Maka, sebelum itu dia belumlah menjadi individu atau manusia secara utuh.
Adanya konsep 'delayed' animation ini, atau penjiwaan kehidupan tertunda, secara moral memungkinkan janin atau embrio tidak diperlakukan sebagai manusia secara penuh dengan segala hak asasinya. Mereka bisa diaborsi, bisa dijadikan bahan riset, diseleksi seperti kasus bayi tabung, dll. Dalam arti inilah kemudian kata kata di atas bisa mewakili bahwa mereka yang tak terlihat itu dikurbankan. "Mereka membunuh orang yang tidak dapat mereka lihat, anak-anak."
Dan sebagaimana kita tahu, dalam kasus kasus di mana embrio masih terlalu muda, bahkan sampai kemudian menjadi anak anak, mereka tidak bisa membela diri. Maka, bila kemudian ditarik di awal kata-kata yang menjadi quotes menjadi nyambung.
"I'm willing to fight for those who cannot defend themselves. (Saya rela memperjuangkan orang-orang yang tidak bisa membela diri)."
Hal tersebut diungkapkan si Wonder Women setelah dirinya diangkat sebagai seorang Amazon Warrior. Saat itu, Diana terpaksa pergi keluar ke dunia nyata dan melawan Dewa Perang, Ares. Paham bahwa ini adalah pencarian yang berbahaya, ibu Diana, Ratu Hippolyta, melarangnya meninggalkan keselamatan pulau itu. Namun, Diana menolak tinggal. Dari sinilah muncul ungkapan tersebut. Meskipun dalam konteks berbeda, bagi kaum prolife ungkapan tersebut bukan sesuatu yang asing. Dalam konteks indonesia kasus aborsi dan juga pembuangan bayi banyak terjadi. Dan ini lebih kejam daripada pembunuhan karena pembunuhan ini dilakukan terhadap mereka yang sama sekali tidak bisa melawan, menghindar, dan membela diri.