Mohon tunggu...
Herulono Murtopo
Herulono Murtopo Mohon Tunggu... Administrasi - Profesional

Sapere Aude

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Fitsa Hats di Antara Kerancuan Kata Serapan Asing ke Indonesia

5 Januari 2017   09:50 Diperbarui: 5 Januari 2017   18:58 2116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ga usah menebak nebak siapa yang salah dalam viral 'fitsa hats'; Polisi yang salah ketik, (Habib?) Novel yang salah ngomong, atau Ahok yang salah menafsirkan. Yang jelas masing masing punya potensi salah. Tapi, kesalahan terbesar ada pada tanda tangannya pak Novel. Tanda tangan punya arti, terutama dalam wilayah hukum. Posisi tanda tangan ini seperti kata amin untuk sebuah doa.

Makanya, kalau berdoa apalagi berdoa bersama, jangan lupa paham artinya dan paham maksudnya. Lepas dari itu semua, saya tertarik justru untuk menulis tentang aturan tata serapan istilah asing ke dalam bahasa Indonesia. Manakah yang benar, awas ada separator atau awas ada sparator? mana yang benar Fitsa hats untuk dibaca fitsa hats atau Pizza Hut untuk dibaca pitsa hats, atau pitsa hats untuk disesuaikan dengan pengucapannya? Satu lagi, mana yang benar naik bus atau naik bis?

Kalau dalam bahasa Indonesia,aturan bakunya memang yang diambil adalah ejaan tertulisnya sedekat mungkin dengan ejaan asalnya. Seperti Pizza Hut dibaca sebagai pitsa hat, bus dibaca sebagai bis. Hal ini agak berbeda dengan di Jepang atau di Malaysia.

Di jepang bus ditulis dan dieja sesuai dengan ejaan dan ujaran Jepang menjadi 'basu' sedangkan di Malaysia bus ditulis sesuai dengan ucapan yang sudah dimalaysiakan menjadi bas. Jadi kalau di dua negara itu, yang diambil adalah ujaran istilahnya dan bukan ejaannya. Dalam arti, baik ucapan maupun ejaannya dijepangkan ataupun dimalaysiakan.

Beberapa kata yang akan terasa Jepang banget dan terkesan lucu dalam bahasa Indonesia misalnya  McDonald ditulis dan dibaca dengan makudonaldo, business menjadi bijinesu. Di Indonesia akan terasa lucu kalau McDonald ditulis dengan mek donal. Untungnya kata bisnis sudah diterima dalam kosakata bahasa Indonesia sehingga ditulisnya pun menjadi bisnis untuk penyerapan kata business. Namun ketidakjelasan bagaimana ejaan baku ini akan menimbulkan masalah untuk kata modern, tidak mungkin diindonesiakan menjadi moderen. Strategy menjadi strategi. Hanya vokal terakhir yang  diindonesiakan bukan seterategi. Kepanjangan kali yak.

Yang sudah mapan dalam pengindonesiaan kata asing adalah kata asing dengan akhir tulisan -tion menjadi si, meskipun dibaca sebagai syen. Misalnya transportation yang dibaca transportesyen menjadi kosakata indonesia menjadi transportasi.

Communication menjadi komunikasi. Cukup sederhana. Tapi fashion tetap ditulis sebagai fashion dan dibaca fesyen. Dalam bahasa Malaysia, tata bahasanya lebih berani untuk membakukan dengan membuat ejaan yang sesuai dengan ucapan, seperti fashion menjadi fesyen,  solution menjadi solusyen, image menjadi imej. Bandingkan dengan bahasa Indonesia, image dibiarkan sebagai image dan dibaca sebagai imej.

Yang nanti membingungkan lagi adalah energy, mau ditulis energi, enerji, atau tetap energi? semua dibacanya tetap enerji.

Sebenarnya dalam artian komunikasi bahasa sehari hari, hal tersebut tidak akan masalah. Sekarang kan ada banyak tempat yang memungkinkan masyarakat berkomunikasi dengan bahasa sehari hari. Misalnya kata pliss, please, ataupun pelis sah sah saja ditulis dalam bahasa sehari hari. Hanya umumnya tidak dikenal dalam skripsi atau bahasa hukum. Bapak hakim yang terhormat, dipersilahkan masuk, pliss!

Ga bingits deh.... hehehe.... anda nulis di blog dengan bahasa gado gado dan juga ejaan yang ga jelas juga tidak apa apa, apalagi di media sosial. Hanya menjadi masalah kalau itu digunakan dalam bahasa hukum. Ambil contoh misalnya Fitsa Hats. Ini mengingatkan saya pada orang sunda, siapa bilang orang sunda tidak bisa ngomong fe... itu pitnah, pitnah yang kejam... sepertinya kata fitsa hats dekat ke ucapan dari bahasa arab.

Nah, rupanya pak Novel ngomong dengan lafal Arab ini yang tidak kenal 'p'. Jadilah Pitsa sebagai Fitsa. Dan itu yang didengar oleh polisinya. Lalu diketiklah kata fitsa harts ini, hanya anehnya kok ya dalam berita acara tersebut huruf p-nya tidak terganti dengan f. Misalnya SMPnya di SMFe Fetamburan tanah abang, atau S2nya di fondok gedhe, bekerja di bidang ekport bukan ekfort... jangan-jangan khusus Pizza Hut diarabkan yang lain ga, tapi gini loh, masa iya polisi harus mentranskrip ucapan dari bahasa Inggris, yang diucapkan dengan bahasa Arab di antara kalimat bahasa Indonesia. Kata serapan bahasa asing ke Indonesia saja sudah rancu, jangan dibikin rancu lagi. Apalagi ini dalam hal hukum yang umumnya ketat.

Kecuali ini dalam konteks obrolan ABG alay di warung kopi ya baik-baik saja. Memang menjadi lucu kalau hal ini terjadi dalam hal peradilan. Kesannya main main.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun