Mohon tunggu...
Herulono Murtopo
Herulono Murtopo Mohon Tunggu... Administrasi - Profesional

Sapere Aude

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menyoal Tanggung Jawab Keilmuan dalam Persidangan Kopi Bersianida

8 September 2016   16:32 Diperbarui: 9 September 2016   04:12 1909
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Terdakwa Jessica Kumala Wongso saat mengikuti sidang saksi kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin (Foto: KOMPAS.com / GARRY ANDREW LOTULUNG)

Pihak penutut umum dan juga penyidik mengatakan kalau sampel cairan di lambung sudah cukup untuk dijadikan barang bukti untuk ambil kesimpulan.

Yang satunya mengatakan untuk menentukan secara definitif kematian korban harus dilakukan otopsi ulang.

Saya tidak ingin membahas masing-masing secara detail karena memang tidak memiliki data pasti. Yang jelas, saya juga tidak bisa mengajari para ahli tersebut. Namun demikian, saya boleh mempertanyakan objektfitas dan keterbukaan keilmuannya. Pasalnya, seperti dikatakan oleh jaksa, "apakah anda menerima fee..." ini cukup relevan. Bukan hanya kepada saksi ahli yang meringankan, tapi juga kepada saksi ahli yang memberatkan. Bagaimana mungkin, seorang ilmuwan bisa memberikan kesimpulan definitif sementara masih ada kemungkinan lain sebagai kesimpulan.

Mereka mengambil kesimpulan dengan metodologi yang berbeda. Yang satunya terlibat langsung dalam pemeriksaan dan penyelidikan terhadap jenazah. Yang satunya adalah pihak ketiga dengan kepakaran tertentu. Kalau ditanya, manakah yang lebih bisa dipercaya antara yang terlibat langsung dengan yang tidak? Kalau situasinya independen tanpa kepentingan apapun, jelas jawabannya adalah yang terlibat langsung. Tapi karena kasusnya di sini saksi ahli datang dengan kepentingan tertentu, maka kepercayaan itu harus sedikit dikurangi. Pasalnya, ada kepentingan di dalamnya.

Mungkin tidak kalau kemudian dalam sidang itu ada saksi ahli yang benar benar independen, lepas dari kepentingan apapun dan tidak memihak ke manapun untuk dimintai dan dihadirkan. 

Sebagai pembanding, saya ingin sedikit menampilkan teori yang sering diacu ketika bicara tanggung jawab ilmiah. Dalam tanggung jawab keilmuan, biasanya dikenal dengan sikap keilmuan. Sikap keilmuan dalam hal ini merupakan sikap ilmiah dari seorang peneliti atau ilmuan. 

Sikap ilmiah adalah sikap-sikap yang seharusnya dimiliki oleh setiap ilmuwan dalam melakukan tugasnya untuk mempelajari meneruskan, menolak atau menerima serta merubah atau menambah suatu ilmu. Menurut Prof harsojo ada enam macam sikap ilmiah, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Obyektivitas: dalam peninjauan yang penting adalah obyeknya.

2. Sikap serba relatif: ilmu tidak mempunyai maksud mencari kebenaran mutlak, ilmu berdasarkan kebenaran-kebenaran ilmiah atas beberapa postulat, secara priori telah diterima sebagai suatu kebenaran. Malahan teori-teori dalam ilmu sering untuk mematahkan teori yang lain.

3. Sikap Skeptis: adalah sikap untuk selalu ragu-ragu terhadap pernyataan-pernyataan  yang belum cukup kuat dasar-dasar pembuktiannya.

4. Kesabaran Intelektual: sanggup menahan diri dan kuat untuk tidak menyerah pada tekanan agar dinyatakan suatu pendirian ilmiah , karena memang belum selesainya dan cukup lengkapnya hasil dari penelitian , adalah sikap seorang ilmuwan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun