Mohon tunggu...
Herulono Murtopo
Herulono Murtopo Mohon Tunggu... Administrasi - Profesional

Sapere Aude

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pengaruh Elang Polandia pada Garuda Pancasila

12 Agustus 2015   11:52 Diperbarui: 12 Agustus 2015   11:52 4676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Perhatikan kesamaannya? kebetulan atau memang ada pengaruh? gambar dari winmit.blogdetik.com"][/caption]

Mendekati tanggal 17 Agustus ada baiknya kita bicara tentang nasionalisme. Salah satu bentuk nasionalisme yang sekarang mau saya angkat adalah tentang lambang negara Indonesia, burung garuda. Kalau diperhatikan, ada kemiripan yang cukup besar antara lambang negara dan juga bendera Polandia dengan lambang negara Indonesia. Apakah perbedaan itu terjadi secara kebetulan dan tidak ada sangkut pautnya, atau memang ada pengaruhnya?

Berawal dari persiapan saya ketika mau berkunjung ke Polandia dan mempersiapkan visa di kedutaan Polandia di Indonesia. Ada kemiripan sedemikian rupa antara lambang negara kedua negara tersebut. Dan saya bertanya-tanya, bagaimana hubungannya? selama ini dalam rangka membangun identitas nasional semacam itu, kita sepertinya hanya diperlihatkan bahwa baik lambang negara maupun bendera Indonesia tidak ada hubungan sama sekali dengan dunia luar. Kalau kemudian ada kesamaan, berarti memang sudah takdir dan kebetulan yang sangat indah bahwa kesamaan itu ada begitu saja.

Kalau kita bayangkan bahwa Eropa dan Asia sedemikian jauh dalam banyak hal, termasuk budaya dan latar belakang dan juga jarak, wajar saja bila berpikir bahwa lambang negara dan juga bendera kita tidak ada hubungannya dengan Eropa. Apalagi Eropa adalah negara-negara penjajah dan sangat wajar bila kita ingin menghilangkan ciri keeropaan kita. Termasuk misalnya tata bangunan dan juga tata kotanya, lengkap dengan sistem transportasinya. Pokoknya semua yang berbau eropa harus dihapuskan. Dengan demikian, saya sendiri membayangkan bahwa sebagai bentuk nasionalisme simbol-simbol yang berbau eropa dibuang.

Tapi kemudian saya berfikir lain. Bukankah sebentuk nasionalisme kita juga sebenarnya terbangun dari Eropa? Dari negara penjajah? Loh kok bisa? saya menangkapnya dari pemikiran sosialis di Belanda. Mereka kemudian mendesakkan adanya sebuah politik etis, politik balas budi yang akhirnya memberi kesempatan pendidikan kepada kaum pribumi di negara jajahan. Kesempatan pendidikan itu, termasuk juga pendidikan ke negeri Belanda. Tokoh-tokoh nasionalis kita banyak dididik di sana seperti Hatta, Sjahrir, Tan Malaka. Kaum sosialis Belanda (dan di sinilah saya menyadari bahwa tidak semua orang Belanda adalah penjajah, banyak yang memperjuangkan kemerdekaan Hindia Belanda yang kemudian bernama Indonesia) mengangkat isu persamaan hak dan martabat manusia yang sama, termasuk persamaan hak antara kulit coklat dengan kulit putih.

Karena pendidikan di Eropa inilah kemudian memunculkan adanya pengaruh terhadap lambang-lambang dan simbol nasional bangsa Indonesia. Termasuk di dalamnya bendera merah putih dan juga garuda pancasila. Hanya saja, sekali lagi, pengaruh-pengaruh asing dalam orasi-orasi nasional di Indonesia jelas dihilangkan atau diminimalisir. Namun demikian, pengaruh asing itu tidak dapat begitu saja diabaikan. Ambillah contoh misalnya, tata hukum kita dengan tata hukum kolonial Belanda dan yang lebih kelihatan misalnya dalam bahasa-bahasa orasi para pemimpin nasional kita. Meskipun bahasa Indonesia sudah diangkat sebagai bahasa persatuan nasional, bahkan Soekarnopun dalam pidatonya sering menggunakan bahasa-bahasa asing.

Salah satu bentuk bagaimana upaya membumikan lambang-lambang negara Indonesia adalah dengan mencari filosofi indonesia pada lambang-lambangnya. Itulah sebabnya misalnya warna merah putih pada bendera Indonesia dihubungkan dengan sejarah umbul-umbul Majapahit, Sisingamangaraja, sampai Aceh. Padahal nasionalisme Indonesia berbeda dengan kebesaran Sriwijaya dan juga Majapahit. Juga ketika Sisimangaraja berperang melawan koloniasme Belanda belum berfikir nasionalisme Indonesia. Bendera dan warna merah putih lebih muncul sebagai bentuk bendera kepartaian yang tentu saja ini hanya ada dalam konsep pemikiran negara demokrasi dan waktu itu terbentuk di Belanda oleh mahasiswa-mahasiswa Hindia Belanda yang belajar di sana.

Kemudian, terdorong oleh rasa penasaran semacam itu saya mencoba mencari, desain awal garuda Pancasila ini oleh desainernya yang tidak banyak dikenal oleh orang Indonesia sekarang ini. Mungkin sudah banyak yang tahu bahwa Sultan Hamid II-lah yang menggambarkan lambang negara Indonesia untuk pertama kali.

Jika kita mengacu pada keterangan Max Yusuf Al Kadrie, mantan sekretaris pribadi Sultan Hamid II menyatakan: "... Sultan Hamid II sama sekali tidak mengacu pada elang jawa ketika merancang, Ia menggunakan elang Rajawali yang berukuran jauh lebih besar seperti kebanyakan lambang yang dibuat negara lain dengan tujuan agar bangsa Indonesia bisa tumbuh sama besar dan sama kuat dengan negara-negara lain di dunia." (Nanang Hidayat, Mencari Telur Garuda, Nalar, Jakarta, 2008, halaman 37)

Jadi, memang pelukisnya sepertinya sadar benar bahwa lambang burung itu sudah menjadi lambang yang umum di banyak negara. Dengan demikian, kitapun di sini harus jujur mengakui bahwa lambang negara kita adalah sebentuk modifikasi dari lambang negara lain. Perhatikan gambar-gambar berikut bahkan sampai nengok-nengoknyapun sama.

[caption caption="Burung adalah lambang yang sangat umum di banyak negara... gambar dari untukpendidikan.wordpress.com"]

[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun