Pengelolaan kereta api kini sudah bagus, sayang sekali, masyarakatnya belum bisa tertib.
Sudah lama saya tidak naik kereta api. Lebih dari 3 tahun sepertinya. Banyak fasilitas kereta api yang kini bisa dinikmati. Dan untuk hal ini, saya memberikan apresiasi yang positif. Mulai dari sistemnya yang hampir dipastikan sekarang bebas 'calo' dan ketidakjelasan sampai pada pelayanannya yang 'profesional'.
[caption id="attachment_361652" align="aligncenter" width="600" caption="Suasana rapi di loket kereta. koleksi pribadi"][/caption]
Dahulu, saya biasa membuat guyonan begini, "apa  bedanya naik kereta api kelas ekonomi dengan dengan kelas eksekutif?" maka jawabnya adalah, "kalau kelas eksekutif itu kita lebih dimanusiakan... kalau mau periksa tiket, 'selamat malam, maaf mengganggu ada pemeriksaan tiket' sedangkan kalau kelas ekonomi yang untuk rakyat kecil kalau ada pemeriksaan tiket, petugasnya akan membunyikan alat yang bersuara 'tok-tok..' sambil teriak, 'tiket-tiket'."
Atau kadang ada bercandaan, "kereta ekonomi itu disebut ekonomi karena di situ orang banyak mencari penghasilan, mulai dari mengamen sampai menjadi tukang sapu. Sehingga sebenarnya kereta ekonomi lebih tepat dijuluki sebagai kereta bisnis. Di dalamnya banyak orang berbisnis."
Alhamdullilah, sekarang hal tersebut sudah tidak berlaku lagi. Sayangnya, hal tersebut mungkin berhubungan dengan peristiwa yang membahayakan penumpang kereta api. Mungkin sekali (dan ini hanya menebak-nebak) mereka yang kecewa dan tergusur karena mata pencahariannya hilang ini kemudian melakukan pelemparan batu ke kereta. Memang tidak banyak, tapi sering. Meskipun hal itu mungkin sudah diantisipasi oleh pihak KAI. Kaca yang digunakan anti pecah sepertinya.
Sehingga, ketika terdengar bunyi lemparan batu yang sangat keras (pulang pergi saya mendengar lemparan itu, bahkan di samping saya persis), lemparan hanya menyisakan sedikit bekas kotoran batu. 'thok!!!!' Bayangkan kalau sampai pecah beneran, bisa ke mana-mana kacanya.
Spontan yang ada di pikiran memang, iseng amat orang tersebut. Tapi isengnya berbahaya. Tapi lama saya kepikiran, semakin penasaran karena pelemparan itu bukan hanya sekali. Ini bukan orang iseng. Pasti ada hal lain yang melatarbelakanginya. Awalnya sih saya pikir, itu orang-orang yang tergusur. Tapi kan pelemparannya di wilayah yang sepi penduduk dan bukan daerah yang dari dulu kumuh. Wah... jangan-jangan ini orang yang pernah kecewa dengan pihak kereta api. Dan siapa yang paling kecewa dengan penertiban kereta api? ya akhirnya hanya bisa menebak-nebak, siapa lagi kalau bukan korban penertiban?
[caption id="attachment_361654" align="aligncenter" width="300" caption="Pemandangan Indah Yang Ternoda. Koleksi Pribadi"]
Ya sudah kalau begini akhirnya hanya bisa berdoa, semoga mereka tidak lagi melakukan hal yang membahayakan penumpang yang merupakan orang ketiga. Boleh kecewa dengan kebijakan KAI, tapi kan mereka juga harus mengerti bahwa selama ini memang mengganggu ketertiban umum.
[caption id="attachment_361655" align="aligncenter" width="500" caption="bekas lemparan batu di kaca. koleksi pribadi"]
Sementara itu, penumpang umum sendiri sepertinya juga belum bisa sepenuhnya tertib, Di kereta api kelas bisnis ini, saya mendapati toilet yang masih ada kotoran manusianya. We lha da lah! apakah airnya mampet? saya coba pencet tombol untuk menyiramnya lancar. Kemudian saya pindah ke toilet yang sudah lebar dan sebenarnya bersih, sangat nyaman, ternyata di toilet belakang pun ada kotoran orang yang berenang.
Hadhuh.... di atasnya ada corat-coret tak pantas lagiii!!! Semakin menggerutu hati ini, sudah diberi fasilitas kok ya tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya.
Saya yakin, masyarakat Indonesia masih banyak yang baik dan tentu saja bisa untuk merawat fasilitas publik yang sudah baik ini. Untuk ini, pemerintah sepertinya masih harus bekerja keras untuk memperbaiki ‘mentalitas’ merusak dari masyarakat yang tidak merasa ‘handarbeni’ memiliki fasilitas bersama ini. Sense of belonging, begitu saya dulu diajari berkaitan dengan fasilitas publik dan fasilitas bersama. Rasa untuk memiliki sekaligus rasa untuk dimiliki.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H