"Alhamdullilah pak... tapi jujur kan?"
"Lha iya... saya ini seperti A Hok kok jujur. Tetangganya pak Jokowi saya..."
"Loh, bapak dari solo juga?"
"Ga sih... saya dari Klaten. Deket solo kan? hehehe... Bagusnya Jokowi itu langsung berani untuk melantik A Hok tanpa basa-basi. Memang 'edan' kok orang ini. Mirip-mirip Gus Dur saya pikir. Apa dia tidak takut dilengserkan ya?"
"Ya kayaknya politik itu jahat banget ya pak?"
"Ga... ga jahat juga pak. Justru kita harus molitik. Artinya memilih orang yang kita yakini baik dan benar. yang sesuai dengan keyakinan agar kita tidak nyesel. Soalnya, kalau kita tidak milih, keadaan akan jadi lebih kacau. Bayangkan, sekarang kita milih orang yang bener saja, musuhnya tetep banyak. Gimana kita ga milih? ya orang-orang yang ga bener itu ga punya lawan dan seenaknya memperlakukan negara."
Mungkin sudah jenuh dengan kotbah saya, kemudian nasi goreng dihidangkan. Pas buat menghilangkan lapar. "Ya, kita doakan saja ya pak... semoga saja yang jujur-jujur gini ga banyak direpotin kalau kerja..." Kata si tukang nasi goreng.
Lha iya... tentu semua berharap bahwa Indonesia selalu dipimpin oleh orang-orang yang tepat pada jamannya. Saya teringat dengan keraguan Soekarno dan Hatta ketika mau memimpin Indonesia. Saya yakin bahwa percakapan di dalam sebuah mobil itu imajinasi belaka, tapi permenungannya sangat dalam.
"Kamu yakin akan bisa memimpin negara ini?"
Saat itu bung Hatta bertanya kepada Bung Karno mengenai cara pemimpin Indonesia pasca proklamasi kemerdekaan, dimana yang akan dipimpin adalah bangsa dengan 70 juta penduduk, dengan beraneka ragam suku, agama, budaya dan kekayaan alam. Soekarno menjawab bahwa ia yakin, meskipun tidak 100%. Bung Karno Menjawab. "Tidak ada yang lebih bernilai dari menaklukkan sesuatu meski salah, dibanding sembunyi dalam kesangsian. Kemerdekaan bukan tujuan, Bung. Kemerdekaan adalah awal. Dan kitalah orang-orang yang mengawali. Selebihnya kita percayakan pada anak-anak kita. Yah, Diantara mereka pasti ada pecundang. Tetapi pemimpin yang baik selalu muncul dalam peristiwa yang tidak terduga. Jika bukan kita, ya pasti ada orang lain, Bung. Dan kalaupun kita bukan pemimpin yang baik, biar sejarah yang membersihkan nama kita." Kata Bung Karno menutup diskusi meresahkan soal Indonesia pasca proklamasi kemerdekaan.
Selesai. Lalu saya bayar. Harganya belum naik. "Ga usah naik dulu lah pak... saya bingung. Orang BBM naik, nyatanya orang tetep bisa beli rokok yang harganya lebih mahal...."
"Gimana kalau rokoknya yang harganya dinaikin yak?" sahut saya.
"Wah kalau itu mah... saya pasti sudah menaikkan harga nasi goreng saya... hahahaa...."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H