Mohon tunggu...
Herulono Murtopo
Herulono Murtopo Mohon Tunggu... Administrasi - Profesional

Sapere Aude

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kehamilan Tidak Diinginkan Menguat

11 Januari 2015   04:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:23 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Hanya manusia yang memanipulasi hubungan seksual untuk hiburan alias kesenangan semata. Berbagai eksperimen dibuatnya, mulai dari kekerasan/kesadisan dalam hubungan seksual, homo, melakukan hubungan dengan spesies lain, sampai hubungan seksual untuk dijadikan film dan tontonan. Jadi mana yang lebih bermoral, manusia apa binatang? hehehe... setidaknya binatang tidak ada yang menjadikan hubungan seksual sebagai tontonan.

Dengan demikian, kehamilan dalam hubungan seksual adalah sebuah konsekwensi logis atau resiko langsungnya. Sayangnya, bukannya tidak menyadari resiko semacam itu, tapi banyak orang yang membuang tujuan langsung itu untuk tujuan yang skundernya. Sebagai hiburannya saja. Tujuan langsung dari tindakan hubungan seksual dihindari. Meskipun tampaknya tidak logis, ibarat orang mencangkul tapi tidak mau tanahnya tercangkul, tapi itulah yang terjadi. Mau enaknya, tapi tidak mau anaknya. Demikian banyak orang mengatakan dengan bahasa sederhana. Ini kan sebenarnya sudah memanipulasi tujuan kodrati hubungan seksual.

Lalu, alasan-alasan moral di era rasionalisme dewasa ini dibuat. Toh, hubungan seksual menjadi ungkapan cingta yang paling intim. Dalam hubungan suami istri, ungkapan cinta dan penyerahan diri atau kesalingmemberikan diri secara total itu terjadi dalam hubungan seksual. Dengan demikian, lalu seakan-akan berlaku untuk semua hubungan yang lain, meskipun tanpa ikatan perkawinan, seks seolah-olah merupakan bentuk ungkapan cinta yang paling total. Ini, secara moral tidak terlalu tepat. Mengingat, pemberian diri yang total itu semestinya juga ada dalam sebuah komitmen yang total pula. Dan itu hanya terjadi di dalam perkawinan. "Aku akan mencintaimu dalam untung dan malang, dalam sehat dan sakit, dalam suka dan duka, demikian janji saya di hadapan Allah."

Maka, sekarang yang terjadi selain liberalisasi dan relativisasi terhadap prinsip-prinsip moral seksual, juga pendangkalan nilai-nilai moral di dalamnya. Hubungan seksual hanya dilihat sebagai kesenangan semata-mata. diperdangkal pada penyaluran hasrat biologis. Dipoles dengan bahasa indah ungkapan cinta yang paling total, lantas tujuan dasarnya secara kodrati diingkari. Inilah yang menyebabkan adanya kasus kehamilan yang tidak diinginkan dan ini seolah-olah benar. Didukung lagi dengan kampanye, dua anak cukup, dua anak lebih baik. Lalu seakan-akan, lebih dari itu adalah jahat. Lebih dari itu adalah kecelakaan.

Akibatnya, dalam suasana ketidaksiapan semacam ini, kemauan untuk tetap melahirkan anak yang kehamilannya tidak diinginkan sudah harus dinilai sebagai sesuatu yang baik. Daripada, kebanyakan, merasa tidak siap menanggung malu lalu melakukan aborsi.

Pacaran Yang Sehat

Ada sih yang lebih radikal melarang pacaran. Tapi, itu hampir tidak mungkin dilakukan di era yang serba rasional, terbuka, dan mengedepankan hak asasi manusia seperti sekarang ini. Maka, ideal yang terjadi adalah memberikan rambu-rambu pacaran yang sehat itu bagaimana.

Suatu ketika, saya diminta untuk mendiskusikan "pacaran yang sehat itu atau batas-batas pacaran itu seperti apa."

Jujur saja, saya tidak siap menjawabnya waktu itu. Dan saya memang dengan rendah hati mengatakan, saya tidak tahu dan belum mempelajarinya. Sampai sekarang diskusi semacam itu tidak pernah saya berikan. Tapi, dalam pemikiran saya tentang arti dosa dan godaan, ada sebuah prinsip moral yang paling tidak berlaku untuk semua hal, prinsip sliperry slope. Prinsip ini mengatakan, kalau sesuatu dilonggarkan, maka pelonggaran itu akan menjadi argumentasi dasar untuk melonggarkan hal-hal lain. Misalnya saja, kemarin kita diberi undang-undang yang mengatur reproduksi di dalamnya ada kelonggaran aborsi untuk kasus perkosaan. Maka, pelonggaran ini akan memberikan kemungkinan hal-hal lain. Misalnya saja, bagaimana menafsirkan perkosaan yang dalam keterpaksaan sifatnya sangat relatif. Siapa yang boleh melakukan aborsi. Siapa yang boleh menyediakan ramuan-ramuan yang digunakan untuk aborsi, dll.

Dalam hal pacaran juga berlaku efek tebing yang curam semacam ini. Kalau biasa pegangan tangan merasa ga apa-apa, lalu si jahat mengatakan kurang tuh. Masa cuman pegangan tangan, ciuman dong. Ciuman udah lalu melakukan eksperimen yang lain. Nah, di situlah kemudian beresiko terhadap kehamilan yang tidak diinginkan. Maka dalam hal ini kemudian saya diingatkan dengan sebuah prinsip untuk membedakan roh baik dan roh jahat. Salah satunya mengatakan, kalau anda sadar bahwa itu godaan, maka anda harus berani tegas untuk mengatakan tidak. Karena, roh jahat itu seperti komandan perang, yang menyerang kita persis di titik terlemah kita.

Maka, pacaran yang sehat itu bagaimana? nah ini dia saya kembali bingung. Mungkin pacaran yang sehat itu adalah pacaran yang bukan untuk sekedar senang-senang. Tapi tahu persis, secara dewasa apa tujuan dari pacaran itu. Sulit untuk menjelaskan ke anak-anak belasan tahun. Dan pada hemat saya, sebaiknya pada umur segitu mereka tidak pacaran dulu. Pacaran adalah bagian dari persiapan untuk menikah. Itu yang sehat. Pacaran adalah bagian dari taarufan, untuk mengenal lebih dalam calon pilihannya. Maka, dalam usia yang masih anak sekolah, mereka belum benar-benar mengerti dan berfikir apa itu pacaran. Kalaupun mau punya teman yang spesial, ya sebaiknya temenan ajah biasa. Ga usah main dewasa-dewasaaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun